Sukses

Asal Usul Jabat Tangan Sebagai Bentuk Salam

Dari mana budaya jabat tangan dimulai? Apakah penelitian bisa menemukannya?

Liputan6.com, Jakarta - Berjabat tangan adalah isyarat yang menggambarkan rasa hormat seseorang kepada orang lain. Bisa juga, dimaknai sebagai bentuk kesepakatan dalam sebuah perjanjian.

Memang, basis takhta dari pemerintahan Shalmaneser III Asiria kuno pada abad ke-9 SM jelas menunjukkan dua sosok tangan yang saling berpegangan.

Iliad -- puisi wiracarita utama Yunani -- berasal dari abad ke-8 SM, menyebutkan bahwa dua karakter "saling berpegangan tangan dan mengikrarkan keyakinan mereka." Demikian dikutip dari laman Mentalfloss.com, Senin (13/4/2020).

Berabad-abad kemudian, Shakespeare menulis dalam As You Like It bahwa dua karakter" berjabat tangan dan bersumpah" adalah kebiasaan kuno, yang akarnya hilang karena pasir waktu.

Sejarawan yang telah meneliti buku-buku etiket lama telah memperhatikan bahwa berjabat tangan dalam arti modern tidak muncul di pertengahan abad ke-19.

Sebab, hal itu dianggap sebagai gerakan yang sedikit tidak pantas dan hanya boleh digunakan dengan teman-teman.

Tetapi jika Shakespeare menulis tentang kisah berjabat tangan terjadi beberapa ratus tahun sebelumnya, maka kapan pertama kali itu terjadi?

Simak video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mulanya Sebagai Bentuk Kesepakatan

Menurut penulis Torbjörn Lundmark dalam Tales of Hi and Bye: Greeting and Parting Rituals Around the World, berjabat tangan muncul dalam definisi yang berbeda.

Jabat tangan awal yang disebutkan di atas adalah bagian dari upaya untuk membuat kesepakatan.

Di Iliad, Diomedes dan Glaucus berjabat tangan karena mereka menyadari bahwa mereka adalah "teman dan tamu," dan Diomedes menyatakan "Jangan mencoba untuk saling membunuh." Shakespeare juga merujuk penyelesaian konflik.

Jabat tangan modern sebagai bentuk bersalaman sulit dilacak. Secara tradisional, asal-usul sering dikaitkan dengan Quaker (Religious Society of Friends, a Christian movement founded by George Fox circa 1650).

Sosiolog Belanda Herman Roodenburg -- kepala otoritas untuk sejarah berjabat tangan -- menulis dalam bab antologi yang disebutkan dalam A Cultural History of Gesture," menyebut bahwa mencari asal usul berjabat tangan sebagai bentuk salam hanya memiliki beberapa petunjuk.

Salah satu petunjuk paling awal yang ia kutip adalah terjemahan bahasa Jerman dari penulis Prancis Rabelais's Gargantua and Pantagruel pada abad ke-16.

Ketika satu karakter bertemu Gargantua, Rabelais menulis (dalam satu terjemahan bahasa Inggris modern), "ia disambut dengan seribu belaian, seribu pelukan, seribu hari baik."

Menurut Roodenburg, terjemahan Jerman abad ke-16 itu turut menambah referensi untuk berjabat tangan. Roodenburg berargumen bahwa jika penerjemah mengadaptasi Rabelais kepada audiensnya, itu merupakan indikasi untuk tradisi jabat tangan awal.

Ada bukti tambahan untuk tradisi berjabat tangan di era itu: Pada 1607 penulis James Cleland (diyakini sebagai orang Skotlandia yang tinggal di Inggris) menyatakan bahwa alih-alih hal-hal seperti membungkuk ke sepatu semua orang dan mencium tangan, dia lebih suka menggoyangkan tangannya (berjabat tangan) dalam pertemuan dengan seorang kepala desa.

 

3 dari 3 halaman

Sempat Tergantikan

Hipotesis populer menunjukkan bahwa pernyataan Cleland terhadap membungkuk sebenarnya adalah keinginan untuk kembali ke metode sambutan yang berpotensi sangat tradisional (meskipun tidak dicatat) di Eropa.

Seiring berabad-abad berlalu, berjabat tangan digantikan oleh lebih banyak cara 'salam hirarkis' -- seperti membungkuk.

Menurut Roodenburg, berjabat tangan bertahan di beberapa ceruk, seperti di kota-kota Belanda di mana mereka menggunakan gerakan itu untuk berdamai setelah perselisihan.

Sekitar waktu yang sama, Quaker -- yang menghargai kesetaraan -- juga memanfaatkan jabat tangan itu. Kemudian, ketika hierarki benua melemah, jabat tangan kembali muncul sebagai salam standar di antara orang-orang yang sederajat.

Namun, tidak semua orang jatuh cinta pada jabat tangan itu. Menurut sebuah artikel dari Desember 1884, penggunaannya telah menemukan jalannya ke negara-negara lain, tetapi sangat bertentangan dengan naluri mereka.

Di Prancis misalnya, sebuah masyarakat baru-baru ini dibentuk untuk menghapuskan 'le shake-hands'.

Mengapa berjabat tangan dianggap sebagai metode yang baik untuk menyapa daripada beberapa gerakan lain? Penjelasan yang paling populer adalah itu melumpuhkan tangan kanan, membuatnya tidak berguna untuk memegang senjata.

Pada abad ke-19 dikatakan bahwa berjabatan tangan tanpa melepas sarung tangan cukup kasar dan membutuhkan permintaan maaf segera.

Sebuah penemuan surat tahun 1870 menjelaskan bahwa "gagasan ini tampaknya merupakan sisa-sisa keyakinan konyol dari pemikiran lama bahwa sarung tangan mungkin menyembunyikan senjata."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.