Sukses

Tindakan Tegas Eropa Hadapi Pandemi Corona COVID-19 Selamatkan 59.000 Nyawa

Intervensi tegas dari negara-negara di Eropa berhasil menyelamatkan 59.000 nyawa. Hal ini termasuk dalam aturan lockdown, karantina dan pembatasan sosial.

Roma - Negara-negara di Eropa telah mengambil tindakan tegas guna mencegah penyebaran Virus Corona COVID-19.

Tanpa tindakan tegas, pandemi Virus Corona COVID-19 di 11 negara Eropa bisa menginfeksi lebih 43 juta orang. Tapi intervensi dengan lockdown, karantina, pembatasan pergerakan dan social distancing mampu memperlambat laju pandemi.

Dengan itu, sedikitnya bisa dicegah 59.000 kasus kematian di 11 negara Eropa.

Melansir DW Indonesia, Jumat (3/4/2020), para ilmuwan meliputi pakar epidemi dan ahli statistik dari Imperial College di London melaporkan hasil risetnya belum lama ini. Estimasi berbasis pada laporan kasus kematian pasien Covid-19 akibat radang paru-paru akut yang dilaporkan European Centre of Disease Control (ECDC). Datanya kemudian dimasukkan ke dalam model matematika, untuk melacak laju reproduksi dan penyebaran virus SARS-CoV-2.

Kalkulasi dari saat mulai terinfeksi hingga kematian para pasien dengan model matematika itu menunjukkan hasil, antara 21.000 hingga 120.000 nyawa bisa terselamatkan hingga Senin 31 Maret.

“Model matematika teranyar menunjukkan, intervensi diduga kuat memiliki impak yang signifikan," demikian klaim dalam hasil penelitian Imperial College, merujuk pada melambatnya laju kematian di Italia dikaitkan dengan intervensi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Banyak Negara Lambat Bereaksi

Penelitian dilakukan para ilmuwan dari Imperial College di 11 negara Eropa yang melakukan intervensi tegas, yakni Italia, Austria, Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swis dan Inggris.

“Banyak kematian bisa dihindarkan dengan memastikan bahwa intervensi pemerintah tetap dijalankan hingga penularan turun ke level rendah. Penelitian itu juga merujuk pada langkah menutup sekolah, kantor dan pelarang acara yang melibatkan banyak orang. 

Tapi juga diakui banyak negara lambat bereaksi dan baru melakukan intervensi belakangan, demikian diingatkan oleh Dr. Seth Flaxman yang mengetuai tim penulis laporan. Karena itu, tanggal “lockdown“ ditetapkan 11 Maret.

“Menimbang adanya rentang waktu antara mulai terinfeksi dan saat pasien meninggal, kemugkinan perlu waktu lebih lama, dari hitungan hari sampai minggu, untuk merefleksikan efek ini dalam angka kematian setiap hari,“ ujar Flaxman menambahkan.

3 dari 3 halaman

Langkah Tepat Atasi Ambruknya Sistem Kesehatan

Langkah pemerintah di 11 negara Eropa itu dipuji Dr. Samir Bhatt, salah satu tim penulis hasi riset. “Pemerintah telah mengambil langkah signifikan untuk menjamin bahwa sistem kesehatan tidak kewalahan“, ujar dosen senior di School of Public Health Imperial College London itu.

“Kami meyakini banyak nyawa diselamatkan. Tapi juga terlalu dini untuk mengatakan, apakah kita sudah berhasil mengendalikan sepenuhnya epidemi ini. Keputusan yang lebih sulit masih perlu diambil pekan-pekan mendatang“, ujar Bhatt lebih lanjut.

Tapi dosen senior sekolah kedokteran itu menambahkan, kebijakan yang sudah diambil kelihatannya membuahkan hasil dan membuat kurva penularan mendatar. 

Italia disusul Spanyol sejauh ini menjadi negara di Eropa yang populasinya paling banyak terinfeksi Covid-19. Sementara Norwegia dan Jerman menjadi yang paling rendah kasus infeksinya. Walau begitu para peneliti memperingatkan, bahwa angka itu kemungkinan merupakan stadium relatif dari pandemi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.