Sukses

OPINI: Pandemi Corona COVID-19 Bisa Berlangsung Lebih Lama di Indonesia

Keterisolasian pulau-pulau dan wilayah di Indonesia disebut sebagai alasan jika negara ini cukup rentan terhadap penyebaran Corona COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Ini adalah artikel opini, oleh seorang akademisi di Universitas Islam Indonesia Muhammad Zulfikar Rakhmat dan penulis yang berfokus pada masalah sosial ekonomi di Indonesia Dikanaya Tarahita.

Pada tahun 2003, dunia ilmiah dikejutkan dengan penemuan tulang-tulang manusia zaman purba di Flores, Indonesia. Penemuan ini lantas memunculkan kembali tentang asumsi paling mendasar tentang evolusi manusia.

Hal yang mengejutkan peneliti yaitu penemuan manusia kerdil setinggi satu meter (homo floresiensis atau manusia kecil Flores). Di sisi lain, ada yang menganggap bahwa ini seharusnya tidak mengejutkan.

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 18.000 pulau. Menyediakan ruang persembunyian yang luas. Bahkan, ada yang menyakini jika masih ada banyak rahasia yang tersimpan di bawah tanah.

Tak terhitung bahkan jumlahnya. Mulai dari fosil hewan hingga tanaman yang tidak terdeskripsi sejak kapan kehidupannya dimulai.

Keterisolasian pulau-pulau dan wilayah di Indonesia inilah yang memberikan alasan jika negara ini cukup rentan terhadap penyebaran Corona COVID-19.

Negara ini pada dasarnya dihadapkan dengan bom waktu. Jika gagal mengatasi krisis dengan segera, virus akan menyebar ke pulau-pulau terpencil di mana ia dapat semakin parah, tidak dideteksi dan sulit diobati selama bertahun-tahun kemudian.

Selama berminggu-minggu setelah kasus pertama Virus Corona COVID-19 ditemukan di Wuhan, China, beberapa orang Indonesia muncul di bawah kesan bahwa mereka akan terhindar dari wabah ini.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Harvard University menjelaskan bahwa pada Februari 2020 akan ada kasus-kasus Corona COVID-19 yang tidak terdeteksi.

Mengingat hubungan perjalanan antara manusia yang kuat antara Indonesia dengan China. Hal ini lantas dijawab oleh Menteri Kesehatan Indonesia Terawan Agus Putranto, menyebut selain imunitas yang baik, doa turut membantu menjaga warga Indonesia dari serangan virus yang muncul dari Wuhan tersebut.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jumlah Kasus Terus Bertambah

Sekarang kenyataannya, negara ini telah melaporkan lebih dari 450 kasus dan lebih dari 38 kematian, sebagian besar di Jakarta, meskipun provinsi termasuk Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau juga telah melaporkan infeksi.

Namun, mengingat rekam jejak pemerintah, yang mudah untuk percaya bahwa kenyataan di lapangan mungkin lebih buruk daripada membiarkannya.

Sebagian besar masalah adalah arogansi pemerintah pusat yang dipimpin oleh Joko Widodo, yang sejak awal belum cukup transparan, baik kepada masyarakat maupun pemerintah daerah.

Sangat lambat untuk memberi tahu pemerintah daerah tentang kasus yang dikonfirmasi dan upaya yang dikompromikan untuk melacak penyakit ini.

Ada kebingungan di antara berbagai pihak berwenang tentang informasi yang paling mendasar sekalipun, seperti jumlah orang yang dicurigai terinfeksi dan orang yang dipantau.

Ini telah membuat banyak pemerintah daerah pada dasarnya berjuang sendiri. Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, mengungkapkan minggu ini bahwa hampir 300 pasien dan hampir 700 orang sedang dimonitor terkait penyakit COVID-19 ini.

Pemerintah provinsi Jawa Barat mengatakan sedang memantau lebih dari 700, sementara kota Banyumas memantau lebih dari 200 dan semua angka ini telah bertambah dari hari ke hari.

Sementara itu, Institut Nasional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -- yang berada di bawah Kementerian Kesehatan -- sejak awal merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang memeriksa pasien untuk COVID-19.

Lembaga ini mengklaim dapat memeriksa 1.700 sampel sehari. Namun pada hari Senin, 16 hari setelah kasus pertama muncul, hanya 1.293 sampel telah diperiksa. Mengapa?

Bahkan ketika tes telah dilakukan, setiap pasien rata-rata membutuhkan tiga hari untuk mendapatkan hasil, karena antrian panjang dan waktu yang diperlukan untuk mengirim spesimen dari daerah terpencil ke Jakarta.

Terlebih lagi, banyak orang yang menghadiri rumah sakit yang menunjukkan gejala belum diseka karena mereka tidak memiliki riwayat perjalanan atau kontak dekat dengan pasien yang dikonfirmasi, meskipun para ahli sekarang mengatakan pertimbangan ini tidak lagi relevan karena Indonesia telah memasuki tahap transmisi lokal .

Perlahan-lahan, negara ini mulai menyadari bahwa ada ratusan atau bahkan ribuan orang yang membawa virus tidak terdeteksi, namun pemerintah pusat masih tidak melakukan apa pun untuk meningkatkan langkah-langkah pengujian.

 

3 dari 4 halaman

Belajar dari Negara Lain

Indonesia harus belajar dari Korea Selatan. Dalam sebulan mengkonfirmasi kasus pertama COVID-19 pada 20 Januari, Korea Selatan telah menguji hampir 8.000 orang.

Sedikit lebih dari seminggu kemudian, angka itu melonjak menjadi 82.000 ketika para pejabat kesehatan mengerahkan semuanya untuk melakukan sebanyak 10.000 tes setiap hari.

Dibandingkan dengan pemerintah pusat, yang tampaknya ragu-ragu bertindak karena takut akan konsekuensi ekonomi, pemerintah daerah berani mengambil langkah drastis.

Gubernur Jakarta menutup sekolah di kota selama dua minggu dan sempat menunda Ujian Nasional (yang kini akhirnya ditiadakan). Di Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil mengakui provinsinya telah membeli alat tes dari negara tetangga.

Di provinsi Jambi di Sumatra, tentara telah membangun tenda isolasi Virus Corona COVID-19 untuk menebus kurangnya ruang isolasi di rumah sakit. Dan di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo telah menutup sekolah dan tujuan wisata.

Mereka adalah pahlawan lokal, yang harus diapresiasi.

Provinsi lain, mengambil petunjuk dari pemerintah pusat, lebih ragu untuk bertindak, opsi meninggalkan sekolah dan tempat umum lainnya sangat terbuka.

Gubernur Yogyakarta mengatakan bahwa Corona COVID-19 seharusnya tidak menjadi penghalang bagi anak-anak pergi ke sekolah. Meskipun menggembirakan melihat pemerintah daerah melakukan perlawanan terhadap Corona COVID-19, fakta bahwa pertempuran itu terjadi di banyak bidang menunjukkan betapa besar masalah yang dihadapi Indonesia.

Sementara daerah yang lebih maju, di Jawa misalnya, mungkin dapat berjuang sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah pusat, daerah yang kurang berkembang, terutama di Indonesia timur, akan kewalahan.

Saat ini, infeksi negara terkonsentrasi di Jawa tetapi kami tidak tahu apakah ini karena lebih sedikit orang yang terinfeksi di luar Jawa atau hanya karena mereka belum terdeteksi.

4 dari 4 halaman

Akankan COVID-19 Berlangsung Lebih Lama?

Kekhawatiran sebenarnya akan datang dan lebih mungkin ketika virus mencapai ribuan pulau kecil di Indonesia timur.

Kasus-kasus di sini akan sulit dideteksi karena ada beberapa fasilitas medis dan kurangnya kesadaran tentang Virus Corona COVID-19.

Bahkan di tingkat nasional, perawatan kesehatan Indonesia termasuk yang termiskin di kawasan ini.

Indonesia memiliki rasio dokter-pasien 1 banding 6.250, berlawanan dengan rekomendasi WHO 1 banding 600. Namun di pulau-pulau itu, situasinya jauh lebih buruk, karena lebih dari 60 persen pekerja kesehatan terkonsentrasi di Jawa.

Pada akhir pekan lalu setelah perutean pasar dan rupiah, Jokowi terlambat mengumumkan upaya pengujian besar-besaran di seluruh bangsa.

Indonesia mungkin akan menghadapi Corona COVID-19 lebih lama dari negara lain. Tanpa respons terpusat dan terpadu yang mencapai bagian terjauh dari negara ini dan pulau-pulau yang tak terhitung jumlahnya, mungkin Indonesia akan membutuhkan waktu yang lama untuk menuntaskannya. Sama seperti penemuan manusia kerdil di Flores yang baru terdeteksi keberadaannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.