Sukses

WNI Divonis 18 Bulan Penjara di Malaysia Akibat Kepemilikan Gading Gajah

WNI divonis penjara dan harus bayar dengan 50 ribu ringgit karena kepemilikan gading gajah.

Liputan6.com, Kota Kinabalu - WNI di Malaysia divonis penjara 18 bulan dan denda 50 ribu ringgit (Rp 164 juta) akibat kepemilikian dua gading gajah. Jika tak membayar ganti rugi, maka hukumannya bertambah.

Dilaporkan The Star, Selasa (25/2/2020), kasus ini menimpa Supriadi Juman (50) di distrik Beluran, Sabah. Pelaku memiliki gading gajah untuk pajangan dan mengaku bersalah atas kepemilikan itu.

Ia divonis di pengadilan Sandakan karena melanggar hukum konservasi satwa liar Sabah yang memiliki hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal 250 ribu ringgit (Rp 820 juta). Gajah merupakan hewan yang dilindungi di Sabah.

Supriadi harus membayar ganti rugi 50 ringgit bila tak mau hukumannya ditambah sembilan bulan lagi.

Kasusnya berawal dari ditemukannya seekor gajah mati pada 19 Oktober 2019. Tim Departemen Satwa Liar Sabah dan kepolisian Beluran melaksanakan investigas bersama untuk melacak pelaku.

Sebelum divonis, Supriadi meminta hukuman yang ringan. Sebab, ia mengaku harus mengurus istri dan dua anaknya yang masih sekolah di Indonesia. 

(1 ringgit = Rp 3.282)

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perburuan Gading Gajah Masih Marak

November lalu, sebulan usai kasus Supriadi terkuak, gajah sumatra berusia 40 tahun ditemukan tewas di konsesi PT Arara Abadi, tepatnya di petak SBAD 401 B-01, Distrik Duri II, Desa Tasik Serai Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis. Kondisi gajah mati itu mengenaskan karena sebagian kepalanya hilang.

Gajah mati itu sudah diambil gadingnya, sedangkan belalai satwa bongsor itu ditemukan tak jauh dari bangkai. Ada juga potongan gading kecil yang ditinggalkan pemburu di lokasi.

Menurut Kepala Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono, tim medis dan personel bidang wilayah II tidak menemukan jejak ataupun benda apa pun di hutan tanaman industri itu.

"Tidak ada proyektil peluru di tubuh gajah, tidak juga ada bekas jerat di lokasi," kata Suharyono, Rabu siang, 20 November 2019.

Hasil nekropsi atau pemeriksaan medis mendalam, tambah Suharyono, tidak ditemukan cairan kimia pembunuh atau racun untuk gajah. Hal ini menjadi pekerjaan petugas untuk mencari tahu bagaimana gajah itu diakhiri hidupnya.

Ragam spekulasi akhirnya muncul bagaimana pemburu liar membunuh gajah itu. Di antaranya, pemburu menangkap gajah itu ketika berjalan lalu membantainya.

Setelah pekerjaan selesai, di mana gading berhasil dipisahkan dari tulang kepala, para pemburu ini menghilangkan jejak. Perkakas yang digunakan mengakhiri hidup gajah tak ada satupun tertinggal di lokasi.

Terkait ini, Suharyono belum bisa berbicara banyak. Dia menyebut sudah menggandeng Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatra untuk mengusut gajah mati ini.

"Gajah ini mati karena dibunuh dan perburuan dengan pemotongan kepala untuk diambil gadingnya," tegas Suharyono.

3 dari 3 halaman

Populasi Gajah Berkurang

Sebelumnya, Kabid Wilayah II BBKSDA Riau Heru Sutmantoro menyebut kabar kematian gajah ini diterima pada 18 November 2019.

"Pegawai perusahaan bernama Yuyu mendapat kabar dari penebang kayu hutan tanaman industri di lokasi terkait bau menyengat dari semak-semak. Setelah dicek ternyata bangkai gajah," sebut Heru.

Heru menyebut gajah mati ini ada di kantong Siak Giam Kecil-Balai Raja. Berdasarkan survei, populasi gajah liar di sana diperkirakan 40 ekor. Kematian ini otomatis membuat populasinya berkurang.

"Sebagian besar populasi ada di konsesi PT Arara Abadi yang merupakan hutan tanaman industri dengan jenis tanaman eucalyptus dan akasia. Saat ini, sebagian petak pada konsesi tersebut dilakukan kegiatan pemanenan (harvesting)," jelas Heru.

BBKSDA menyayangkan kematian gajah ini, apalagi sebelumnya hal serupa juga terjadi. Meski beda lokasi, tapi lokasi kematian gajah sebelumnya (Dita) juga masuk kantong gajah tersebut dan berada juga di konsesi perusahaan dimaksud.

Secara aturan, perusahaan yang konsesinya ada gajah wajib bertanggungjawab menjaga kelangsungan hidup satwa itu. Apalagi, gajah milik negara dan bukan BBKSDA semata sebagai pihak berwenang.

Terpisah Public Relations PT Arara Abadi Nurul Huda menyatakan dari dahulu perusahaannya tetap berkomitmen menjaga satwa dilindungi.

"Sejak dulu selalu berkomitmen. Gajah mati ada di Sebanga, Duri, Bengkalis," tegas Nurul.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.