Sukses

Bangladesh Menyiapkan Sebuah Pulau untuk Para Pengungsi Rohingya

Pulau ini dibangun untuk menampung 100.000 orang. Hanya sebagian kecil dari jutaan Muslim Rohingya yang melarikan diri dari gelombang penganiayaan kejam di Myanmar.

Liputan6.com, Naypyitaw - Sebuah pulau di Bangladesh yang secara teratur terendam oleh hujan monsoon siap menampung 100.000 pengungsi Rohingya. Akan tetapi, belum ada tanggal yang diumumkan untuk memindahkan orang-orang dari kamp-kamp yang jadi tempat mereka tinggal selama bertahun-tahun.

Tanggul perlindungan banjir, rumah, rumah sakit dan masjid telah dibangun di Bhasan Char, atau pulau terapung di Teluk Bengal, kata para pejabat.

“Bhasan Char siap huni. Semuanya telah diberlakukan,” kata komisaris bantuan dan repatriasi pengungsi Bangladesh, Mahbub Alam Talukder.

Dilansir dari AP, Jumat (17/1/2020), pulau ini dibangun untuk menampung 100.000 orang, yang hanya sebagian kecil dari jutaan Muslim Rohingya yang melarikan diri dari gelombang penganiayaan kejam di negara asalnya, Myanmar.

Sekitar 700.000 orang datang setelah Agustus 2017, ketika militer di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha mulai menindak keras Rohingya dalam menanggapi serangan oleh pemberontak.

Kelompok-kelompok hak asasi global dan AS menyebut kampanye pembersihan etnis telah melibatkan pemerkosaan, pembunuhan, dan pembakaran ribuan rumah.

Media asing masih belum diizinkan mengunjungi pulau itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mungkin Saja Tenggelam

Bangladesh adalah negara delta dataran rendah. Pulau itu, 21 mil (34 kilometer) dari daratan, muncul hanya 20 tahun yang lalu dan tidak pernah dihuni.

Badan-badan bantuan internasional dan PBB dengan keras menentang rencana relokasi sejak pertama kali diusulkan pada tahun 2015. Mereka mengungkapkan kekhawatiran bahwa badai besar dapat membanjiri pulau itu dan membahayakan ribuan jiwa.

Mostofa Mohamamd Sazzad Hossain, juru bicara Komisaris Tinggi AS untuk Bangladesh, mengatakan pada hari Kamis bahwa agensi tersebut tidak siap untuk mendukung relokasi dan sedang menunggu kesempatan untuk mengunjungi pulau itu setelah perjalanan November dibatalkan.

“AS telah menekankan pentingnya melakukan penilaian teknis dan perlindungan yang independen dan menyeluruh yang mempertimbangkan masalah keselamatan, keberlanjutan, dan perlindungan sebelum relokasi apa pun yang terjadi. Proses penilaian harus mencakup kunjungan di tempat ke Bhasan Char," kata Hossain.

3 dari 3 halaman

Proyek Kota Modern

Kamp-kamp pengungsi saat ini yang berada di Cox's Bazar penuh sesak dan tidak higienis. Penyakit dan kejahatan terorganisasi merajalela. Pendidikan terbatas dan pengungsi tidak diizinkan bekerja.

Namun, sebagian besar Rohingya tidak mau kembali ke Myanmar karena masalah keamanan. Pejabat pemerintah tidak memiliki perkiraan berapa banyak pengungsi yang mau dipindahkan ke pulau itu.

Pada hari Kamis, dua kontraktor Bangladesh yang terlibat dalam pengembangan pulau itu menggambarkan pembangunan di sana. Mereka berbicara kepada AP dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan media.

“Kami telah membangun infrastruktur berkualitas. Desa-desa Bangladesh belum pernah melihat pekerjaan sebagus ini. Ini seperti proyek kota modern," kata seorang kontraktor.

“Kami telah membangun rumah beton, rumah sakit, masjid, sekolah, taman bermain dan jalan. Ada fasilitas tenaga surya, sistem pasokan air. Kami membangun gedung beton bertingkat yang dapat digunakan sebagai tempat berlindung topan. Banyak pohon telah ditanam,” katanya.

Perdana Menteri Sheikh Hasina telah berulang kali mengatakan kepada AS dan mitra internasional lainnya bahwa pemerintahannya akan berkonsultasi dengan mereka sebelum membuat keputusan akhir tentang relokasi, dan bahwa tidak ada pengungsi yang akan dipaksa untuk pindah.

Bangladesh berusaha untuk mulai mengirim pengungsi kembali ke Myanmar di bawah kerangka kerja bilateral November lalu, tetapi tidak ada yang mau pergi.

Rohingya tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar, membuat mereka tidak memiliki kewarganegaraan, dan menghadapi bentuk-bentuk diskriminasi yang disetujui negara.

Investigasi yang disponsori oleh PBB pada tahun 2018 merekomendasikan penuntutan komandan militer Myanmar atas tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan karena kekerasan yang dilakukan terhadap Rohingya.

Myanmar membela diri di Pengadilan Internasional di Den Haag, Belanda, setelah negara Afrika Barat, Gambia, membawa kasus yang didukung oleh Organisasi untuk Kerja Sama Islam, Kanada dan Belanda.

Gambia dalam pengajuannya mengatakan ada "risiko serius dan segera akan terjadi berulangnya genosida" dan menyerukan langkah-langkah darurat untuk mencegah Myanmar melakukan kekejaman lebih lanjut atau menghapus bukti apa pun. Pengadilan diharapkan untuk memberikan keputusan pada 23 Januari tentang tindakan apa yang harus diberlakukan.

Kamal Hossain, pejabat tinggi pemerintah Bangladesh di Cox's Bazar, mengatakan Kamis bahwa diskusi berusaha meyakinkan keluarga pengungsi untuk pindah ke pulau itu berlanjut. "Kami siap. Ini adalah proses yang berkelanjutan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.