Sukses

Dituduh Malapraktik, Dokter di Ohio Tuntut RS atas Pencemaran Nama Baik

Dokter ini dituduh melakukan malapraktik, sehingga menewaskan 25 pasien.

Liputan6.com, Columbus - Seorang dokter di Ohio menuntut rumah sakit karena ia dituduh membunuh 25 orang pasien. Kasus bermula terjadi pada Juni 2019, ketika dokter ini dituduh memberikan terlalu banyak obat penghilang rasa sakit.

Dilansir VOA Indonesia, Minggu (29/12/2019), Dr William Husel membantah tuduhan melakukan pembunuhan, dan mengajukan gugatan hukum atas Mount Carmel Health System serta perusahaan induknya, Trinity Health Corporation, karena merusak nama baiknya.

Mount Carmel Health System mengoperasikan rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan di daerah Ohio.

Husel beralasan sudah menjalankan kebijakan rumah sakit dengan baik. Dokter itu juga menyebut pasien-pasien meninggal karena penyakit mereka, dan bukan karena obat penghilang rasa sakit jenis fentanyl yang diresepkannya.

Menurut Associated Press, Husel mengatakan ia mulai bekerja di rumah sakit itu pada 2013 sebagai dokter untuk menangani kasus-kasus gawat, dan mendapat penghargaan sebagai Dokter Terbaik tahun 2014.

Para pejabat rumah sakit Mount Carmel mengatakan dokter Husel memberikan resep fentanyl yang berlebihan kepada sedikitnya 27 pasien yang hampir meninggal, setelah pihak keluarga minta supaya usaha pengobatan dihentikan.

Seorang ahli farmasi dan sembilan perawat di rumah sakit Mount Carmel juga menuntut rumah sakit itu bulan ini dan mengatakan dr Husel tidak melakukan kesalahan apa pun. Para perawat itu mengatakan, eksekutif rumah sakit tidak tahu cara perawatan standar bagi pasien-pasien yang sudah mendekati akhir hidup mereka.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ketimbang ke Dokter, Sebagian Orang AS Pilih Google untuk Diagnosis Diri Sendiri

Di AS, ternyata banyak juga orang yang lebih memilih mendiagnosis penyakitnya berdasarkan pencarian Google ketimbang menemui dokter secara langsung. Sebuah survei terbaru mengungkap temuan tersebut.

Dikutip dari Fox News pada November lalu, pada sebuah survei yang dilakukan di 2.000 orang Amerika Serikat menemukan 65 persen responden memilih mesin pencari Google untuk mencari tahu soal gejala penyakit mereka dan mendiagnosis diri sendiri. 

Di antara responden tersebut, 74 persen mengatakan pencarian soal gejala penyakit mereka malah membuat stres. Sementara, 43 persen malah percaya bahwa penyakitnya lebih serius daripada seharusnya, usai melakukan pencarian di internet.

"Meski mendidik diri sendiri bisa menjadi hal yang baik, penting untuk melakukan tes secara obyektif," kata direktur medis badan yang melakukan survei tersebut, LetsGetChecked, dokter Robert Mordkin kepada SWNS. 

Dikutip dari Daily Mail, survei tersebut juga menemukan bahwa 51 persen peserta mengatakan mereka lebih memilih pergi ke profesional kesehatan ketimbang melakukan pencarian di internet.

Selain itu, seperempat dari responden tidak memiliki dokter pada perawatan primer mereka dan enam dari 10 memutuskan menghindari pergi ke dokter.

Beberapa alasan para responden tidak pergi ke dokter adalah karena biaya (47 persen), dokter yang dianggap tidak percaya ketika mereka mengungkapkan gejalanya (37 persen), dan tidak punya waktu (37 persen).

"Survei ini menunjukkan kepada kita bahwa sejumlah besar orang hidup dengan gejala negatif sehari-hari yang sedang berlangsung dan tidak mereka pahami atau salah diagnosis," kata Mordkin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.