Sukses

Polisi Tembaki Demonstran di India, 2 Orang Tewas

Polisi di negara bagian Assam, India menembaki demonstran pemrotes RUU yang memungkinkan para migran non-Muslim menjadi warga Negeri Bollywood.

Liputan6.com, New Delhi - Dua pengunjuk rasa ditembak mati oleh polisi di negara bagian Assam, India dalam kerusuhan mengenai undang-undang yang akan memungkinkan para migran non-Muslim dari Bangladesh, Pakistan dan Afghanistan menjadi warga Negeri Bollywood.

"Setidaknya dua orang tewas karena luka-luka peluru setelah polisi menembaki para pengunjuk rasa. Salah satu warga sipil yang terbunuh bernama Dipankar Das yang berusia 18 tahun," demikian seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (13/12/2019).

Citizenship Amendment Bill/CAB atau RUU Amandemen Kewarganegaraan disahkan oleh majelis rendah parlemen pada Senin 9 Desember 2019 dan majelis tinggi pada Rabu 11 Desember malam. Hal itu memicu perlawanan sengit dari masyarakat adat di timur laut negara bagian Assam dan Tripura.

Para pengunjuk rasa di salah satu negara bagian India, Assam itu takut memberikan kewarganegaraan kepada umat Hindu dan imigran lain dari Bangladesh akan membebani sumber daya mereka, dan membahayakan gaya hidup tradisional orang Assam. Sementara banyak juga yang menentang sifat undang-undang itu, yang dianggap diskriminatif dan anti-Muslim.

Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan ibu kota Assam, Guwahati, pada Kamis 12 Desember waktu setempat, menentang pemerintah memberlakukan jam malam. Ada bentrokan keras dengan pasukan khusus dan polisi, yang menembakkan gas air mata ketika para pemrotes membakar mobil dan ban, menurunkan papan iklan politik dan membakar terminal bus serta dua gerbong kereta api.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kontroversi RUU

Di bawah undang-undang baru, puluhan ribu migran penganut Hindu, Kristen, Jain, Buddha dan Sikh dari Bangladesh, Pakistan dan Afghanistan akan diizinkan untuk mengklaim kewarganegaraan India. Pemerintah telah membenarkan tindakan tersebut dengan alasan bahwa mereka menghadapi penganiayaan agama di negara asal.

Namun, hal yang sama tidak berlaku untuk Muslim, dan negara-negara tetangga di mana Muslim adalah minoritas dan menghadapi penganiayaan - seperti Myanmar dan Sri Lanka. Hal itu belum dimasukkan dalam RUU tersebut.

Ketika RUU itu terbukti kontroversial di seluruh negeri, RUU ini sangat sensitif di Assam. Negara itu telah lama berargumen menanggung beban imigrasi dari Bangladesh, khususnya antara tahun 1951 dan 1971.

National register of citizens (NRC) atau  daftar warga negara nasional dilakukan beberapa bulan yang lalu, di mana warga harus menyerahkan dokumen untuk membuktikan nenek moyang mereka orang Assam. Atas dasar aturan tersebut, lebih dari 1,9 juta orang dikeluarkan dari daftar kewarganegaraan dan harus menghadapi kenyataan dikirim ke pusat-pusat penahanan.

Sementara berdasarkan aturan baru itu berarti 1,5 juta orang dari mereka yang beragama Hindu, sekarang dilindungi dan tak bisa dinyatakan ilegal. Mereka dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan dengan mudah, dan hal itu memicu kemarahan orang-orang di Assam, yang berpendapat bahwa pendaftaran itu tidak pernah dimaksudkan untuk mendiskriminasi dengan alasan agama.

"Kami akan mengintensifkan jadwal protes kami setiap hari, hingga RUU ini tidak diambil kembali oleh pemerintah. Ini tidak dapat kami terima di Assam atau bahkan orang-orang di timur laut. RUU ini memiliki agenda bersama. Mereka ingin mempolarisasi seluruh populasi atas nama Hindu dan Muslim," kata All Assam students’ union (AASU), yang memainkan peran penting dalam protes.

Di jalanan, amarah terasa jelas dari para demonstran. "Kami tidak akan pernah menerimanya, kami akan memastikan mereka mengembalikan RUU ini," kata seorang wanita yang mengenakan topeng dan meminta untuk tidak diidentifikasi.

"...Bagi kami, ini bukan soal Hindu versus Muslim, tetapi karena memilih politik oleh BJP (partai Perdana Menteri, Narendra Modi) mereka membuatnya menjadi satu. Mereka tidak akan pernah berhasil setidaknya di Assam. Hindu, Muslim, Kristen semuanya hidup damai dalam harmoni penuh cinta di Assam."

Anupam Deka, mahasiswa ilmu politik di Guwahati, mengatakan lebih dari selusin teman-temannya telah bergabung dalam protes tersebut.

"Imigran ilegal dari Bangladesh telah mengambil pekerjaan kami dan sumber daya lainnya selain dari mengancam budaya dan bahasa kami," kata Deka.

"Orang-orang sangat mendukung BJP dalam pemilihan majelis terakhir karena berjanji bahwa itu akan membuat negara bebas dari semua imigran gelap, Muslim maupun Hindu. Tapi sekarang, melalui RUU ini, BJP ingin menjadikan imigran Hindu Bangladesh sebagai warga negara India," ujar pemuda 21 tahun itu.

Kemarahannya juga digaungkan oleh Jugal Barman, 27. "Kami ingin pemerintah mengembalikan RUU ini sebelum Presiden menandatanganinya atau Assam akan ricuh," kata Barman. "Ini akan berubah menjadi Kashmir suatu hari nanti."

3 dari 3 halaman

Penolakan Akademisi

Pada Senin 10 Desember lalu, sebanyak 1.200 ilmuwan dan akademisi dari seluruh India menuliskan surat pernyataan bersama yang menolak RUU Keimigrasian yang baru dan mendesak pemerintah memperlakukan seluruh umat beragama secara adil.

Hal senada dilayangkan Komisi Kebebasan Beragama bentukan parlemen AS yang menyebut RUU Keimigrasian sebagai "tikungan berbahaya ke arah yang salah." Lembaga itu juga menyebut NRC yang menyaratkan tes keagamaan untuk semua penduduk akan menghapus kewarganegaraan ratusan juta umat muslim.

Namun penduduk di timur laut India memiliki alasan lain menentang RUU tersebut. Mereka mengkhawatirkan serbuan pengungsi Hindu dari Bangladesh yang selama ini justru dianggap sebagai penyusup asing. Pada Selasa kemarin, kota-kota India di perbatasan tiga negara, Bangladesh, China dan Myanmar, dibuat lumpuh oleh aksi mogok massal.

Akibatnya sekolah, jalan-jalan protokol dan pusat perbelanjaan terpaksa ditutup atau berhenti beroperasi.

"Aksi ini ditanggapi positif oleh negara bagian di barat daya," kata Samujjal Bhattacharyya dari Organisasi Mahasiswa Timur Laut yang berpengaruh. "Assam dan negara-negara bagian di timur laut sudah mendapat beban berat akibat pendatang asing ilegal," ujarnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini