Sukses

6 Negara Amerika Selatan Sedang Bergolak, Ini Sejumlah Faktor Penyebabnya

Berikut 6 negara Amerika Selatan yang tengah bergolak, beserta sejumlah faktor penyebab yang memicu instabilitas tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Berita bahwa Presiden Bolivia Evo Morales mengundurkan diri di tengah skandal pemilu menyoroti kenyataan getir tentang Amerika Selatan. Meskipun benua ini telah membuat langkah ekonomi besar dalam beberapa tahun terakhir, kawasan itu sering kali terganggu oleh kerusuhan politik dan sipil.

Dengan lebih dari 425 juta orang, negara-negara Amerika Selatan adalah di antara produsen dan pengekspor daging sapi dan kedelai terbesar di dunia (Brasil), minyak (Venezuela), kopi (Kolombia), anggur (Argentina dan Chili), tembaga (Chili dan Peru) dan gas alam (Bolivia).

Tetapi Amerika Selatan juga telah lama dikenal karena ketidakstabilan politik dan ketegangan kebijakan publik.

Pada abad yang lalu, beberapa negara Amerika Selatan menghadapi kudeta, kediktatoran militer dan pemberontakan sosial.

Kini, sejak beberapa bulan terakhir, kawasan itu telah menunjukkan rangkaian gejolak yang hampir tidak pernah terjadi di masa lalu.

Berikut 6 negara Amerika Selatan yang tengah bergolak, beserta sejumlah faktor penyebab yang memicu instabilitas tersebut, seperti dikutip dari artikel Lenin Cavalcanti Guerra untuk The Conversation, disadur pada Senin (25/11/2019).

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

1. Venezuela: Politik dan Ekonomi

Krisis politik dan ekonomi di Venezuela telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dikenal di seluruh dunia.

Mulai dari pergulatan kekuasaan antara Presiden Nicolas Maduro dengan 'presiden interim' Juan Guaido, hiperinflasi hingga 10 juta persen pada 2019 hingga utang luar negeri yang menumpuk hanyalah segelintir masalah di balik, kelesuan ekonomi hingga korupsi yang telah melaten sejak berdekade silam.

3 dari 8 halaman

2. Paraguay: Sentimen pada Kebijakan Pemerintah

Paraguay telah mengalami protes besar-besaran terhadap Presiden Mario Abdo. Rakyat Paraguay marah tentang kesepakatan dengan Brasil perihal pembangkit listrik tenaga air Itaipu yang dianggap merugikan negara yang lebih kecil.

Berdasarkan survei, tingkat 'ketidaksetujuan' publik terhadap pemerintah mencapai 69 persen, dengan oposisi telah memulai proses pemakzulan terhadap Abdo dan wakil presidennya yang hampir selesai masa jabatannya.

Pemakzulan terjadi hanya tujuh tahun setelah mantan presiden Fernand Lugo sendiri dimakzulkan pada tahun 2012 di tengah sengketa tanah yang mengakibatkan 17 orang tewas.

4 dari 8 halaman

3. Peru: Konflik Percepatan Pemilu

Di Peru, Presiden Martin Vizcarra telah membubarkan kongres dalam upaya untuk memaksakan pemilihan parlemen baru.

Tindakannya telah menghasilkan beberapa demonstrasi di seluruh negeri, termasuk yang menghalangi akses ke tambang tembaga dan menyebabkan produksi berhenti.

Vizcarra adalah wakil presiden sampai tahun lalu, setelah mantan presiden Pedro Pablo Kuczynski mengundurkan diri karena kemungkinan koneksi dengan skandal penyuapan yang melibatkan perusahaan konstruksi Brasil Odebrecht. Presiden Peru lainnya, Alan García, bunuh diri April lalu ketika polisi tiba di rumahnya untuk menangkapnya karena terlibat dalam kasus yang sama.

5 dari 8 halaman

4. Bolivia: Konflik Sengketa Hasil Pemilu

Bolivia juga mengalami gelombang demonstrasi besar-besaran. Pihak oposisi tidak menerima hasil pemilihan umum baru-baru ini, yang memberikan kemenangan kepada Presiden Evo Morales pada putaran pertama pemungutan suara untuk masa jabatan keempatnya.

Memimpin negara itu sejak 2006, Morales menerima audit suara dari Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), yang menemukan bahwa hasil pemilihan Oktober tidak dapat disahkan karena "penyimpangan serius." Dia mengumumkan bahwa dia akan berhenti "demi kebaikan negara."

Sejak pemilihan, jalan ditutup di seluruh negeri dan kerusuhan sehari-hari adalah rutin. Santa Cruz, provinsi terkaya di Bolivia, sedang mengalami pemogokan umum yang sedang berlangsung.

6 dari 8 halaman

5. Ekuador: Pencabutan Subsidi BBM

Di Ekuador, Presiden Lenin Moreno menarik subsidi bahan bakar, yang diberlakukan sejak tahun 1970-an, karena kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Harga bahan bakar telah meroket, memprovokasi protes besar-besaran yang melumpuhkan bagian negara itu pada Oktober.

Moreno menuduh pendahulunya, Rafael Correa, dan Presiden Venezuela Nicolás Maduro berada di belakang demonstrasi, yang berlanjut bahkan setelah kembalinya subsidi.

7 dari 8 halaman

6. Chile: Sentimen pada Kebijakan Pemerintah

Chile, negara Amerika Selatan dengan indeks pembangunan manusia tertinggi dan salah satu PDB per kapita tertinggi di kawasan itu, menghadapi gelombang gejolak publik terbesar sejak re-demokratisasi bangsa pada tahun 1990.

Pemicunya adalah meningkatnya jumlah masyarakat, tarif transportasi dan tagihan listrik pada awal Oktober.

Masalah yang berkaitan dengan pendidikan, kebanyakan bersifat pribadi dan mahal, dan pesangon pensiun memicu banyak kerusuhan di Chile, khususnya di kalangan pemuda dan orang tua. Protes itu telah mengakibatkan sedikitnya 20 kematian dan ribuan lainnya cedera di tengah tuduhan kekerasan yang disetujui negara.

8 dari 8 halaman

Kesimpulan

Kerusuhan yang bangkit di Amerika Selatan memiliki beberapa kesamaan dari satu negara ke negara lain.

Sebagian besar dimulai karena penyebab kecil, seperti kenaikan ongkos bus atau kereta bawah tanah, tetapi berkaitan dengan masalah kebijakan publik yang lebih luas seperti korupsi, akses ke pendidikan, perawatan kesehatan atau pesangon pensiun.

"Masalah ekonomi telah memainkan peran penting dalam ketidakpuasan yang meluas di Amerika Selatan," kata Lenin Cavalcanti Guerra peneliti di University of Saskatchewan, dalam artikelnya untuk the Conversation.

Indikator ekonomi yang kuat dari beberapa tahun terakhir di Amerika Selatan telah melemah. Banyak negara sekarang menghadapi kenaikan PDB yang rendah dan pengangguran yang tinggi.

Kerusuhan di Amerika Selatan sudah dibandingkan dengan Musim Semi Arab (Arab Spring_, gelombang demonstrasi pro-demokrasi di Afrika Utara dan Timur Tengah.

Pada 2010 dan 2011, Musim Semi Arab memicu jatuhnya pemerintahan otokratis di Mesir, Tunisia dan Libya, dan menghasilkan perang saudara di Yaman.

Meskipun ada kesamaan, negara-negara Amerika Selatan sebagian besar demokratis, bahkan jika beberapa dari demokrasi itu rapuh. Rangkaian pemilu di Amerika Selatan terbaru telah melihat pemilih berayun antara partai-partai sayap kiri dan kanan.

Minggu-minggu berikutnya akan menentukan dampak demonstrasi kolektif di Amerika Selatan ini. Terlepas dari jumlah kekayaan alam di kawasan itu, ketidakstabilan di Amerika Selatan umumnya dihasilkan oleh krisis ekonomi, yang menghasilkan jenis protes sipil besar-besaran yang kita saksikan sekarang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.