Sukses

Tentara China Turun ke Jalan Pasca-Demo Hong Kong, Ini yang Mereka Lakukan

Tentara China, dengan sekitar 12.000 personel di Hong Kong, hanya dapat dikerahkan untuk membantu pemulihan bencana atau menjaga ketertiban umum jika diminta oleh pemerintah setempat.

Liputan6.com, Hong Kong - Pasukan Tiongkok di Hong Kong, pada Minggu 17 November 2019, telah dikerahkan untuk membantu membersihkan jalan yang diblokir oleh pengunjuk rasa anti-pemerintah dalam sebuah langkah kontroversial yang dapat meningkatkan ketegangan yang sudah tinggi di wilayah otonomi khusus China tersebut.

Lusinan personel Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), mengenakan celana pendek dan T-shirt, berlari dari barak mereka di Kowloon ke Universitas Baptis Hong Kong di mana para pengunjuk rasa telah membangun barikade untuk menghentikan polisi anti huru hara memasuki kampus dalam aksi demo Sabtu 16 November 2019.

Bergabung dengan sekelompok penduduk, para tentara PLA memindahkan meja, plang, dan batu bata yang menghalangi jalan, demikian seperti dilansir the Guardian, Minggu (17/11/2019).

Sepanjang lima bulan terakhir demonstrasi, kemungkinan campur tangan militer menghadirkan kembali momok kekerasan Beijing di masa lalu, ketikan tentara melakukan tindak kekerasan dalam upaya pembubaran demonstran mahasiswa pada tahun 1989.

PLA, yang menempatkan sekitar 12.000 personelnya di Hong Kong, hanya dapat dikerahkan untuk membantu pemulihan bencana atau menjaga ketertiban umum jika diminta oleh pemerintah setempat --sebuah kebijakan yang diatur dalam hukum otonomi khusus Hong Kong sejak penyerahan eks koloni Inggris itu ke China pada 1998.

Selama 22 tahun kemudian, militer nasional China hanya terlihat turun ke jalan sekali, yakni untuk membantu operasi pembersihan pasca bencana topan 2018.

Sekelompok pemrotes mengeluarkan pernyataan berjudul "pembersihan hari ini, tindakan keras besok" yang mengkritik upaya pembersihan sebagai "upaya terselubung untuk mengintimidasi" mereka. "Ini adalah tindakan yang sama sekali tidak dapat diterima untuk menginvasi otonomi yang dijanjikan Hong Kong," kata pernyataan itu. "Ini adalah lisensi yang membuka jalan masuk yang sempurna bagi mereka untuk akhirnya menunjukkan warna asli mereka."

Para ahli mengatakan tidak mungkin China akan mengambil langkah ekstrem seperti itu, yang akan mengundang kecaman internasional yang luas. Beijing telah berulang kali mengatakan pihaknya berdiri di belakang pemerintah dan polisi Hong Kong untuk menangani krisis.

Pada hari Kamis pemimpin China Xi Jinping membuat pernyataan paling langsung tentang krisis , menyerukan Hong Kong untuk "memulihkan ketertiban" dan "menghukum para penjahat kejam."

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Eskalasi Tensi Pekan Kemarin

Pekan lalu, terjadi peningkatan dramatis kekerasan setelah tewasnya dua demonstran dan puluhan lain yang terluka.

Selama lima hari, para pengunjuk rasa melumpuhkan jaringan transportasi, merusak stasiun angkutan massal. Sebagai tanggapan, polisi menyerbu beberapa universitas yang dituduhnya telah diubah menjadi benteng oleh para pengunjuk rasa, membarikade pintu masuk dan menimbun bom bensin, busur, panah, dan ketapel.

Setelah hari yang tenang, bentrokan meletus lagi pada Sabtu malam ketika polisi anti huru hara menembakkan gas air mata kepada pengunjuk rasa di dekat Universitas Politeknik di Kowloon. Para pengunjuk rasa melindungi diri mereka sendiri dengan payung dan papan kayu dan melemparkan bom bensin yang membakar tanah, batu bata dan benda-benda lainnya berserakan dan terbakar. Beberapa pengunjuk rasa yang terluka terlihat dibantu oleh pertolongan pertama.

Beberapa universitas di Hong Kong telah membatalkan kelas untuk sisa semester ini dan mahasiswa asing dari Inggris, Australia, Taiwan, dan Eropa telah didorong untuk kembali ke rumah. Siswa-siswa China Daratan juga telah dievakuasi.

Sebelumnya pada Sabtu, lalu lintas kembali normal setelah beberapa jalan yang sebelumnya diblokir dibersihkan.

Di Universitas Hong Kong, pengunjuk rasa telah menghancurkan pintu keluar stasiun metro di dekat sekolah. Lusinan warga setempat, mengindahkan seruan dari Maxine Yao, seorang kandidat pemilihan dewan distrik, menyingkirkan barikade yang didirikan para pengunjuk rasa di jalan itu.

Para pemrotes berpakaian hitam mengenakan topeng untuk menghentikan pembersihan tetapi kalah jumlah dan dipaksa untuk mundur ke jembatan yang menghadap ke jalan. Para pengunjuk rasa menjatuhkan beberapa bom bensin pada kelompok itu tetapi tidak ada yang terkena.

Warga mengatakan mereka tidak setuju dengan metode pengunjuk rasa dan bosan dengan gangguan terhadap kehidupan sehari-hari mereka. Yang lainnya bernyanyi bersama dengan para pengunjuk rasa, berteriak "berdiri dengan Hong Kong."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.