Sukses

Fosil Kera Prasejarah Ini Ubah Pandangan Tentang Evolusi Manusia

Kera yang disebut Danuvius guggenmosi ini memiliki gabungan anggota tubuh manusia dan kera.

Jakarta - Sejumlah fosil kera ditemukan di Jerman selatan. Kera yang diperkirakan hidup 11,6 juta tahun lalu dapat secara dramatis mengubah pemahaman tentang evolusi manusia, yaitu berjalan tegak dengan kedua kaki.

Para ilmuwan mengatakan, kera yang disebut Danuvius guggenmosi ini memiliki gabungan anggota tubuh manusia dan kera. Anggota tubuh Danuvius guggenmosi pada bagian bawah berbentuk lurus yang membuatnya dapat berjalan dengan kedua kaki. Sementara di bagian atas, ia memiliki lengan panjang seperti kera yang dapat direntangkan untuk meraih cabang-cabang pohon.

Seperti dikutip dari DW, Minggu (10/11/2019), temuan ini menunjukkan Danuvius mampu berjalan tegak dengan dua kaki serta menggunakan keempat anggota badannya saat memanjat pepohonan.

Para peneliti mengatakan, temuan ini menunjukkan bahwa bipedalisme berasal dari nenek moyang manusia dan kera besar yang mendiami Eropa, alih-alih berasal dari leluhur di Afrika, benua tempat spesies Homo sapiens pertama kali muncul sekitar 300.000 tahun lalu. Yang termasuk kera besar adalah simpanse, bonobo, gorila dan orangutan.

Sebelum penemuan ini, para peneliti percaya bahwa bukti fosil tertua bipedalisme dalam evolusi manusia berasal dari sekitar 6 juta tahun yang lalu di daerah yang kini masuk wilayah Kenya dan jejak kaki manusia di Pulau Kreta, Yunani.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Leluhur Manusia

Fosil-fosil dari Kenya ini adalah anggota garis keturunan manusia yang telah punah yang disebut Orrorin tugenensis. Jika Danuvius ternyata adalah leluhur manusia, ini berarti beberapa keturunannya pada suatu saat di masa lampau telah melakukan perjalanan menuju Afrika.

"Danuvius secara dramatis mengubah pandangan tentang mengapa, kapan dan di mana evolusi bipedalitas terjadi," kata ahli paleoantropologi Madelaine Böhme dari Universitas Tübingen di Jerman yang memimpin penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature ini. 

Penemuan Danuvius menghancurkan ide yang berlaku tentang evolusi bipedalisme. Selama ini para peneliti percaya bahwa sekitar 6 juta tahun yang lalu di Afrika Timur, leluhur manusia yang berbentuk seperti simpanse mulai berjalan dengan dua kaki setelah perubahan lingkungan menciptakan bentangan terbuka dan sabana di wilayah-wilayah yang sebelumnya didominasi rimba belantara.

"Paradigma ini sekarang menurun - atau, dengan kata lain, kita telah keliru," ujar Böhme.

Danuvius menunjukkan bahwa berjalan tegak dimulai dari atas pohon, bukannya di atas tanah. Selain itu, leluhur terakhir manusia dan kera tidak melalui tahap berjalan dengan membungkuk-bungkuk seperti yang diperkirakan sebelumnya, Böhme menambahkan.

 

3 dari 3 halaman

Tengkorak lengkap belum ditemukan

Ukuran Danuvius lebih kecil dari kera besar masa kini. Danuvius jantan berukuran hampir sama dengan simpanse jantan dan bonobo, berat mereka diperkirakan sekitar 30 kg. Sedangkan yang betina lebih kecil, dengan berat diperkirakan sekitar 20 kg. Para Danuvius ini tingginya hanya sekitar 1 meter. Mereka tinggal di tempat yang pada waktu itu beriklim panas dengan bentangan alam yang datar ditutupi hutan dan sungai berkelok-kelok.

Danuvius berjalan dengan dua kaki sambil menggunakan lengannya yang panjang untuk menopang dan menyeimbangkan berat. Lengan ini tidak digunakan untuk menarik tubuh seperti yang lazimnya dilakukan kera.

"Danuvius menawarkan cara baru dalam memandang evolusi bipedalisme," kata David Begun, paleoantropolog dan rekan penulis studi dari Universitas Toronto. "Sebelum (temuan) Danuvius, kami tidak memiliki model evolusi bipedalisme yang mencakup unsur-unsur kunci baik dalam postur dan cara bergerak kera dan manusia."

Fosil dari setidaknya empat individu Danuvius ditemukan di wilayah Allgäu, negara bagian Bayern, Jerman ini menunjukkan banyak elemen kunci meski belum ditemukan tengkorak lengkapnya.

Tulang tungkai, tulang belakang, jari, dan jari kaki yang terawetkan dengan baik secara alami memungkinkan para peneliti untuk merekonstruksi cara makhluk itu bergerak di lingkungannya. Para peneliti juga dapat mempelajari sendi-sendi yang secara fungsional penting seperti siku, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.