Sukses

Takut Dibunuh, Putri Kecantikan Asal Iran 'Sembunyi' 2 Pekan di Bandara Filipina

Seorang putri kecantikan asal Iran kini ditahan di bandara Manila karena aksinya melawan pemerintah.

Liputan6.com, Manila - Seorang putri kecantikan asal Iran, Bahareh Zare Bahari telah tinggal di dalam Bandara Internasional Manila selama dua pekan. Ia ketakutan, mengatakan diancam akan dibunuh jika dirinya dideportasi dan dikembalikan ke negaranya.

Dilansir dari CNN, Selasa (29/10/2019), seorang putri kecantikan yang juga menjadi kontestan ajang Miss Intercontinental di Manila menyatakan bahwa kini pemerintah Iran sedang berusaha membungkamnya lantaran sikapnya dianggap melawan pemerintah.

Melalui rilis yang diluncurkan bulan lalu, Departemen Imigrasi Filipina mengatakan bahwa agensi polisi internasional (Interpol) telah mengumumkan perintah kepada dunia untuk menangkap Bahari.

Di dalamnya, tidak disebutkan negara mana yang meminta hal tersebut djadikan pemberitahuan utama. Namun, Bahari mengetahui bahwa Iran pernah memintanya satu kali pada 2018.

"Saya sudah tinggal disini sejak 2014 dan saya belum pernah kembali ke Iran sejak itu. Saya sudah menjelaskan kepada mereka berkali-kali, bagaimana bisa saya melakukan kriminal di Iran sedangkan saya tinggal di sini?" ujarnya kepada CNN melalui pembicaraan di telepon.

Bahari mengatakan bahwa ia ditahan di ruang penumpang di Terminal 3 Bandara Internasional Ninoy Aquino Manila sejak ia tiba dari Dubai, 12 hari lalu. 

"Mentalku terasa sakit," katanya menganai kasus yang menjereatnya saat ini.

Bahari yakin bahwa ia menjadi target untuk mendukung Reza Pahlavi, putra dari Shah yang digulingkan di Iran sejak revolusi 1979.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jadi Perwakilan Rakyat

Putri kecantikan itu menyalahkan situasi yang terjadi di antara pemerintah Iran saat ini. Ia mengatakan bahwa pemerintah menyalahkannya karena telah menggunakan foto Pahlavi dan bendera monarki Iran terdahulu sebagai propertinya dalam ajang kompetisi yang terakhir diikutinya. Ia mengakui penampilannya tersebut memiliki makna bahwa ia menjadi perwakilan rakyat.

Dia juga yakin bahwa ia menjadi target karena kegiatan sosialnya di Iran. Bahari mengatakan bahwa ia menjadi guru disana dengan alasan ingin mengajari para perempuan untuk belajar bahwa mereka bukan benda, bukan mainan, mereka adalah manusia dan punya hak yang sama dengan laki-laki.

Bahari mengatakan dia pindah ke Filipina sekitar lima tahun yang lalu untuk kuliah kedokteran gigi dan sejak itu memiliki visa pelajar yang diperbarui setiap tahun.

Dia mengatakan visanya saat ini berlaku hingga Januari 2020.

Sebelum ditahan di terminal bandara, dia ditolak masuk ketika dia kembali ke Filipina pada 17 Oktober dari perjalanan ke Timur Tengah.

Bahari mengatakan bahwa jika pemberitahuan merah yang sah telah dikeluarkan untuk penangkapannya, maka dia tidak akan bisa mendapatkan visa lain untuk perjalanannya ke Timur Tengah.

Dalam pernyataannya, otoritas imigrasi Filipina mengatakan Bahari juga dituduh melakukan penyerangan dan baterai di kota Dagupan, Filipina. Pernyataan itu tidak mengatakan apakah ini alasan dikeluarkannya pemberitahuan merah, atau apakah pengaduan tersebut berasal dari Iran.

Tidak semua pemberitahuan merah tersedia untuk umum karena sifat rahasia investigasi kriminal internasional. Kantor pers Interpol mengatakan agensi itu tidak mengomentari kasus atau individu tertentu "kecuali dalam keadaan khusus dan dengan persetujuan negara anggota yang bersangkutan."

Ditanya tentang tuduhan serangan itu, Bahari mengatakan mereka "berbohong besar" dan dirancang untuk memaksanya kembali ke Iran. Dia mengatakan tidak ada kasus yang tertunda terhadapnya di Filipina.

Wakil direktur Human Rights Watch Phil Robertson mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "ada insiden berulang di mana negara-negara yang menindas hak-hak di Timur Tengah telah menyalahgunakan proses (Interpol) untuk mencoba memaksa kembalinya para pembangkang di luar negeri."

Dia mengatakan organisasi itu prihatin dengan "red notice" yang misterius, "terutama karena di bawah peraturan Interpol, red notice akan batal dan tidak berlaku jika orang yang disebutkan dalam pemberitahuan itu diketahui sebagai pengungsi yang melarikan diri dari negara yang mengeluarkannya."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.