Sukses

Kasus 39 Jasad dalam Truk, Inggris Terancam Didepak dari Unit Elite Europol

Inggris menghadapi ancaman eksklusi dari unit kepolisian elite Uni Eropa menyusul kasus temuan 39 jasad migran dalam truk di Essex.

Liputan6.com, London - Kepolisian Inggris menghadapi kemungkinan didepak dari unit elite "anti-perdagangan orang" Uni Eropa setelah British exit (Brexit), menurut anggota parlemen senior dan para ahli, Sabtu malam, 26 Oktober 2019.

Unit yang dimaksud bertugas untuk mengoordinasi penyelidikan internasional atas kasus temuan 39 jasad migran di dalam kontainer di Essex pada minggu lalu.

Peringatan mengenai potensi eksklusi tersebut datang ketika sopir truk, Maurice Robinson, didakwa dengan 39 tuduhan pembunuhan dan konspirasi perdagangan manusia.

Pengemudi berusia 25 tahun itu mengonfirmasi kehadirannya untuk menjalani sidang di pengadilan hakim Chelmsford pada Senin besok. Di sana, ia juga akan menghadapi 39 dakwaan terkait imigrasi ilegal dan pencucian uang.

Unit anti-perdagangan manusia yang terlibat dalam kasus ini, European Migrant Smuggling Centre, adalah bagian dari agen penegakan hukum Uni Eropa, Europol, dan telah menjadi pusat investigasi global terhadap tragedi tersebut.

Sebuah sumber Europol mengatakan, "Para penyelidik bekerja sepanjang waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti konkret," ujarnya, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (27/10/2019).

Unit ini dianggap sebagai organisasi paling canggih dari jenisnya di Eropa, dengan kemampuan yang tak tertandingi untuk melacak kejahatan lintas batas dan database (basis data) besar dari jaringan penyelundupan.

Namun, wewenang Inggris untuk berpartisipasi setelah tahun 2020 --ketika periode transisi pasca-Brexit dengan Uni Eropa segera berakhir-- kini diragukan.

Anggota parlemen dan pakar anti-perdagangan menyampaikan, Inggris dan agen-agennya akan dikucilkan dari Europol jika Brexit tidak ada kesepakatan, dan Europol sendiri akan menurunkan aksesnya --bahkan jika kesepakatan Brexit dilakukan.

European Union Agency for Law Enforcement Cooperation, atau lebih dikenal dengan nama Europol, sebelumnya bernama European Police Office dan Europol Drugs Unit (Kantor Kepolisian Eropa dan Unit Obat-obatan Europol).

Ini adalah lembaga penegak hukum Uni Eropa (UE) yang dibentuk pada tahun 1998 untuk menangani intelijen kriminal dan memerangi kejahatan serta terorisme internasional yang terorganisir melalui kerja sama antara otoritas yang kompeten dari negara-negara anggota UE.

Badan tersebut tidak memiliki kekuatan eksekutif, dan pejabatnya tidak berhak untuk menangkap tersangka atau bertindak tanpa persetujuan sebelumnya dari pihak yang berwenang di negara-negara anggota UE.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kehilangan Keanggotaan Europol

Ketua Komite Terpilih untuk Urusan Dalam Negeri, Yvette Cooper, mengatakan dia sangat khawatir bahwa pemerintah Inggris tidak memiliki rencana untuk memastikan kelanjutan keterlibatan Britania Raya.

Setelah mengajukan pertanyaan kepada Menteri Dalam Negeri, Priti Patel, pada pekan lalu, Cooper menegaskan kepada pengamat bahwa tragedi itu "benar-benar mengerikan."

Dia sangat khawatir dengan kurangnya perencanaan untuk memastikan akses penuh ke unit Uni Eropa dan basis data mereka, bahkan saat kesepakatan Brexit tercapai.

"Kita bisa kehilangan keanggotaan Europol, termasuk Pusat Penyelundupan Migran Eropa, pada akhir tahun depan jika kemitraan keamanan dan perjanjian baru tidak disepakati pada waktunya," terangnya. 

Para pejabat Europol menanggapi, jika tidak ada kesepakatan Brexit, petugas kepolisian Inggris akan dipindahkan dari markas Europol di Den Haag.

"Prospeknya sangat suram," kata seorang sumber, dengan menambahkan, "Tetap tidak jelas apa hubungan masa depan organisasi itu dengan polisi di Inggris."

Tokoh-tokoh senior di PBB juga mengatakan, Brexit berisiko merusak kemampuan Inggris untuk menangani penyelundup manusia dan sindikat perdagangan manusia.

Utusan PBB untuk urusan perdagangan manusia, Maria Grazia Giammarinaro, menjelaskan bahwa menarik diri dari Europol dan Eurojust, yang memfasilitasi kerja sama peradilan di antara negara-negara Uni Eropa untuk mengatasi kejahatan terorganisir, dapat membatasi kemampuan Inggris untuk melakukan penyelidikan transnasional guna membongkar jaringan penyelundupan.

"Berbagi informasi sangat penting. Perdagangan manusia merupakan kejahatan lintas negara, sehingga pertukaran informasi investigasi sangat membantu. Selain itu, Uni Eropa memiliki alat yang sangat efektif seperti tim investigasi bersama, yang terbukti sangat efektif dalam sistem penyelidikan canggih," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Janji Kementerian Dalam Negeri

Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri mengatakan pihaknya sedang melakukan pekerjaan intensif untuk memastikan Inggris akan terus terlibat dalam Europol dan agen-agennya setelah berakhirnya periode transisi pada tahun 2020.

"Keselamatan dan keamanan yang berkelanjutan di Inggris tetap menjadi prioritas utama kami. Kesepakatan yang dijamin oleh perdana menteri --termasuk kemitraan keamanan yang erat dan ambisius-- adalah cara terbaik untuk melindungi kerja sama operasional kami dengan mitra Eropa," jelasnya.

"Kami secara aktif melibatkan negara-negara anggota Uni Eropa --bersama dengan mitra operasional-- untuk mempersiapkan semua skenario, termasuk memastikan bahwa dalam kesepakatan apa pun, kami siap untuk melakukan transisi kerja sama penegakan hukum antara Inggris dan negara-negara anggota Uni Eropa dan alternatif non-Uni Eropa."

Sementara itu, hingga kini polisi masih menginterogasi tiga tersangka lainnya yang dibekuk pada Sabtu kemarin, dengan dugaan konspirasi untuk mengangkut orang dan melakukan pembunuhan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini