Sukses

Mengungkap Warna Pertama yang Muncul di Alam Semesta

Apa warna pertama yang muncul di alam semesta?

Liputan6.com, California - Alam semesta bermandikan cahaya lautan, dari kelap-kelip biru bintang-bintang muda hingga cahaya merah tua awan hidrogen.

Di luar warna yang terlihat oleh mata manusia, ada kilatan sinar-x dan sinar gamma, semburan radio yang kuat, dan sinar samar-samar dari latar belakang gelombang mikro kosmik.

Kosmos dipenuhi dengan warna yang terlihat dan tidak tampak, purba dan baru. Namun dari semua ini, ada satu warna yang muncul sebelum semua warna yang lain, warna pertama alam semesta.

Jagat raya dimulai 13,8 miliar tahun silam melalui Big Bang. Pada saat-saat paling awal, kosmos bersifat lebih padat dan panas daripada sebelumnya.

Dentuman Besar sering divisualisasikan sebagai kilatan cahaya cemerlang yang muncul dari 'lautan' kegelapan di alam semesta, tetapi itu bukan gambaran yang akurat.

Big Bang tidak meledak ke ruang kosong. Big Bang adalah ruang yang luas yang dipenuhi dengan energi.

Pada mulanya, suhu di jagat raya sangat tinggi sehingga cahaya tidak ada. Kosmos harus mendingin selama sepersekian detik sebelum foton dapat muncul. Setelah sekitar 10 detik, alam semesta memasuki zaman foton.

Sementara itu, proton dan neutron telah mendingin ke dalam inti hidrogen dan helium, dan ruang angkasa mulai diisi dengan plasma inti, elektron, dan foton. Pada saat itu suhu alam semesta berkisar satu miliar derajat Kelvin.

Namun, meskipun ada sinar cerah, belum ada warna sama sekali. Warna adalah sesuatu yang bisa kita lihat atau setidaknya bisa dibedakan oleh mata kita.

Selama zaman foton, suhu di kosmos amat tinggi, sehingga cahaya tidak bisa menembus plasma padat.

Warna tidak akan muncul sampai nuklei dan elektron mendingin untuk berikatan dengan atom. Butuh 380.000 tahun bagi alam semesta untuk mendinginkan jumlah sebanyak itu.

Pada saat itu, alam semesta yang dapat diamati adalah awan kosmik transparan hidrogen dan helium sepanjang 84 juta tahun cahaya. Semua foton yang terbentuk dalam Big Bang akhirnya bebas mengalir melalui ruang dan waktu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bintang Pertama dan Cahaya Baru

Melalui semua proses di atas, kita sekarang bisa melihat alam semesta sebagai latar belakang gelombang mikro kosmik, kilau cahaya dari masa ketika kosmos akhirnya bisa tampak --lebih dari miliaran tahun cahaya telah mendingin ke titik di mana kini suhunya kurang dari 3 derajat di atas nol mutlak.

Ketika pertama kali muncul, alam semesta jauh lebih hangat, sekitar 3.000 Kelvin. Alam semesta awal (bayi) dipenuhi dengan cahaya hangat nan cerah. Dari sinilah, warna pertama terbentuk.

Bayi kosmos bersuhu hampir merata dan cahayanya memiliki distribusi panjang gelombang yang dikenal sebagai black body. Banyak objek mendapatkan warnanya dari jenis bahan yang mereka produksi, tetapi black body hanya bergantung pada suhunya sendiri.

Sebuah black body yang tinggal di sekitar 3.000 Kelvin akan memiliki cahaya oranye-putih terang, mirip dengan sinar hangat dari bola lampu 60 watt.

Manusia tidak melihat warna dengan sangat akurat. Warna yang kita rasakan tidak hanya bergantung pada warna cahaya yang asli, tetapi juga kecerahannya dan kesiapan mata kita beradaptasi dalam gelap.

Jika kita bisa kembali ke periode cahaya pertama itu, kita mungkin akan melihat cahaya oranye yang mirip dengan api.

Selama beberapa ratus juta tahun berikutnya, cahaya oranye itu akan memudar dan memerah, saat alam semesta terus mengembang dan mendingin. Akhirnya, kosmos berubah menjadi hitam dan gelap.

Setelah sekitar 400 juta tahun, bintang-bintang pertama mulai muncul, dan cahaya baru muncul -- bintang biru-putih yang cemerlang. Ketika bintang dan galaksi muncul dan berevolusi, kosmos mulai mengambil warna baru.

 

3 dari 3 halaman

Terkuak Warna Pertama Alam Semesta

Pada 2002, Karl Glazebrook dan Ivan Baldry menghitung warna rata-rata dari semua cahaya yang mereka lihat dari bintang dan galaksi, demi menentukan warna alam semesta saat ini.

Ternyata, itu adalah cokelat pucat, mirip dengan warna kopi yang dicampur krim. Kedua astronom itu kemudian menamakannya warna cosmic latte.

Bahkan warna ini hanya akan bertahan untuk sementara waktu. Saat bintang-bintang biru besar menua dan mati, hanya cahaya merah tua dari bintang katai yang bakal tetap eksis.

Akhirnya, setelah triliunan tahun, cahayanya akan memudar dan alam semesta kembali menjadi 'lautan' hitam. Semua warna menggelap dalam waktu dan membawa kita ke dalam kegelapan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.