Sukses

Pendemo Hong Kong Bersatu, Gelar Aksi Solidaritas untuk Catalonia

Demosntran Hong Kong menggelar unjuk rasa untuk solidaritas di Catalonia dan menuntut hak kewarganegaraan ke Inggris.

Liputan6.com, Hong Kong - Demonstran Hong Kong berencana melakukan unjuk rasa pada Kamis malam (24/10/2019) waktu setempat. 

Mereka melakukannya untuk menunjukan rasa solidaritas pada orang-orang yang melakukan demonstrasi di bagian paling kaya dari Spanyol, Catalonia. Aksi tersebut juga sekaligus menuntut sanksi hukuman penjara yang dijatuhkan kepada sembilan pemimpin separatis Catalonia. 

Demo di Catalonia memiliki sejumlah persamaan dengan aksi di Hong Kong.

Salah satunya di antaranya adalah jutaan orang turun ke jalan selama bebeapa bulan. Dalam lima bulan demo di Hong Kong, para demonstran melampiaskan kemarahan atas apa yang mereka lihat sebagai cengkraman dan pengetatan China atas wilayah Hong Kong, seperti dilansir financialpost.com.  

Kemerdekaan/berdaulat juga merupakan masalah yang memecah-belah di Catalonia.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kesamaan Taktik Unjuk Rasa

Dalam aksi solidaritas sebelumnya pada Minggu 20 Oktober 2019, beberapa pendemo di Hong Kong telah mulai mengibarkan bendera Catalonia.

Sementara itu, para aktivis di wilayah timur laut Spanyol/Catalonia mengadopsi beberapa taktik yang digunakan orang-orang yang berdemo di negeri yang dijuluki Manhattan dari Timur tersebut.

Lebih daripada itu, para siswa di Catalonia memboikot kelas-kelas. Sedangkan para pengunjuk rasa dan aktivis berfokus pada sasaran-sasaran strategis untuk menyebabkan gangguan penuh atas Spanyol.

Demonstran juga memboikot bandara internasional, mirip dengan strategi yang digunakan para aktivis Hong Kong.

Dikutip dari financialpost.com, pendemo Catalonia marah pada apa yang mereka lihat sebagai upaya untuk menggagalkan keinginan mereka atas otonomi yang lebih besar dari seluruh Spanyol.

Terlepas dari itu, otoritas Hong Kong secara resmi melarang kelompok yang mempromosikan kemerdekaan dari China sejak September tahun lalu. Terutama pelarangan pada organisasi politik sejak penyerahan otonomi Hong Kong ke China.

3 dari 4 halaman

Tuntut Hak Kewarganegaraan ke Inggris

Sementara itu, hal menarik juga terjadi pada Rabu 23 Oktober 2019. Ratusan pengunjuk rasa pro-demokrasi membentuk rantai manusia di Konsulat Inggris di Hong Kong. 

Mereka berupaya menggalang dukungan untuk perjuangan mereka dari mantan penguasa kolonial wilayah tersebut, seperti dilansir apnews.com

Kerumunan tersebut menyanyikan lagu nasional Inggris "God Save the Queen.” Mereka juga membentuk barisan di depan konsulat dan sepanjang jalan sembari mengibarkan bendera Inggris, Union Jack. 

Serta, mereka juga meneriakkan "Berjuang untuk kebebasan, selamatkan Hong Kong" dan "Kami orang Inggris." 

Acara tersebut diselenggarakan untuk mendukung debat pada Kamis 24 Oktober 2019 di Parlemen Inggris. Dilaporkan, pada debat itu akan membahas mengenai penawaran kewarganegaraan Inggris pada orang-orang Hong Kong, sehubungan dengan kerusuhan yang terjadi hingga saat ini.

Sebelum China mengambil kembali kendali atas wilayah Hong Kong, Orang-orang yang lahir di Hong Kong sebelum Juli 1997, memenuhi syarat untuk paspor Nasional Britania Raya. Namun, sepertinya Inggris enggan memberikan kewarganegaraan pada orang-orang di bekas wilayah koloninya tersebut.

Sementara itu, para pengunjuk rasa di acara itu mengatakan mereka bukan separatis atau ingin meninggalkan Hong Kong. Namun, mereka mengatakan bahwa mereka tidak senang dengan perubahan kota sejak Inggris menyerahkan kekuasaan ke Negeri Tirai Bambu.

4 dari 4 halaman

Cabut RUU Ekstradisi

Sementara itu, legislatif Hong Kong, pada 23 Oktober 2019, secara resmi mencabut RUU ekstradisi kontroversial yang telah memicu berbulan-bulan kerusuhan. RUU itu, yang akan memungkinkan tersangka kriminal diekstradisi ke daratan China, memicu kemarahan ketika diperkenalkan pada April 2019.

Ratusan ribu orang turun ke jalan sejak itu, dan RUU akhirnya dicabut total, demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu 23 Oktober 2019.

Namun para pengunjuk rasa terus melakukan demonstrasi secara teratur, yang mendorong gerakan pro-demokrasi secara lebih luas.

Ini adalah krisis terburuk bagi Hong Kong sejak bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke China pada 1997.

Ini juga menghadirkan tantangan serius bagi para pemimpin China di Beijing, yang menggambarkan para demonstran sebagai separatis berbahaya dan menuduh kekuatan asing mendukung mereka 

RUU yang diusulkan akan memungkinkan Hong Kong mengekstradisi tersangka kriminal ke tempat-tempat yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengannya, termasuk China daratan, Taiwan dan Makau.

Kritikus menilai, ekstradisi ke China bisa membuat orang ditahan secara sewenang-wenang dan diadili secara tidak adil.

Penarikan resmi RUU itu hanya memenuhi satu dari lima tuntutan utama yang ditekankan oleh beberapa pengunjuk rasa, yang sering meneriakkan "lima tuntutan, tidak satu pun kurang" di jalan-jalan Hong Kong, antara lain: menolak pelabelan demonstrasi sebagai kerusuhan; amnesti bagi demonstran yang ditangkap; penyelidikan independen atas dugaan brutalitas polisi; dan implementasi hak pilih universal. 

Carrie Lam, pemimpin Hong Kong yang diperangi, bersikeras bahwa tuntutan lain oleh pemrotes berada di luar kendalinya.

 

Reporter: Hugo Dimas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini