Sukses

Monyet Pemakan Tikus Ternyata Meningkatkan Minyak Kelapa Sawit di Malaysia

Monyet-monyet ekor babi di Malaysia memakan tikus dan bisa mengusir hama yang menjadi masalah di perkebunan kelapa sawit.

Liputan6.com, Malaysia - Ternyata monyet-monyet yang ada di Malaysia memakan tikus dalam jumlah yang besar, dan dari situ mereka bisa mengendalikan populasi tikus yang menjadi hama di perkebunan kelapa sawit.

Monyet dengan jenis ekor babi atau monyet simakobu ini dulu dianggap juga sebagai hama, karena mereka diketahui memakan buah, burung kecil atau kadal. Hal ini ditulis di laporan yang diterbitkan oleh Current Biology pada Senin, 21 Oktober 2019 lalu.

Salah satu penulis laporan tersebut, Nadine Rupert dari Universitas Sains Malaysia mengatakan, ia terkejut saat tahu bahwa monyet-monyet itu juga memakan tikus di perkebunan.

"Aku tidak menyangka mereka juga memburu tikus yang cukup besar," ujarnya.

Dengan para monyet yang memakan tikus hama pohon kelapa sawit ini, dipercaya bisa meningkatkan keberlanjutan minyak kelapa sawit.

Malaysia sendiri memproduksi 30 persen dari pasokan global minyak kelapa sawit, minyak nabati serbaguna dan murah yang digunakan di bahan makanan atau produk seperti shampo.

Berdasarkan laporan tersebut, tikus-tikus yang biasa menjadi hama itu bisa menyebabkan kerugian hingga 10 persen dari hasil atau setara sekitar 13 triliun rupiah pertahunnya. Serta untuk mencegahnya, menggunakan pengusir hama kimia sangat tidak efisien dan mahal.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Para Monyet Kurangi Persentase Kerugian

Sebenarnya, beberapa monyet juga ada yang memakan buah kelapa sawit, tapi mereka lebih jauh menguntungkan karena bisa memusnahkan setengah populasi hama yang menimbulkan kerugian lebih besar.

Penulis utama, Anna Holzner dari Universitas Leipzig dan Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi di Leipzig menyebutkan bahwa para monyet menangkap atau mematikan lebih dari 3.000 tikus pertahunnya. Dari kerugian yang awalnya 10 persen, karena kehadiran para monyet berkurang menjadi di bahwa tiga persen.

Para peneliti percaya bahwa petani dan perusahaan kelapa sawit harus melindungi monyet, yang terdaftar rentan oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam, dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kelestarian lingkungan perkebunan.

"Kami berharap hasil penelitian kami akan mendorong pemilik perkebunan swasta dan publik untuk mempertimbangkan perlindungan primata dan habitat hutan alam mereka di dalam dan di sekitar perkebunan kelapa sawit yang ada dan yang baru didirikan," kata Anja Widdig, penulis senior yang berafiliasi dengan Universitas Leipzig, Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi dan Pusat Jerman untuk Penelitian Keanekaragaman Hayati Integratif (iDiv) di Leipzig.

Anja juga menambahkan, ia dan para peneliti akan bekerja sama dengan perusahaan minyak kelapa sawit dan LSM untuk desain perkebunan yang lebih awet dan bisa memasuki koridor satwa liar.

"Ini pada akhirnya dapat mengarah pada situasi win-win untuk keanekaragaman hayati dan industri kelapa sawit," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Kontroversi Minyak Kelapa Sawit

Di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia yang dipenuhi dengan hutan tropis, sebagiannya telah dihabiskan untuk membuat sebuah perkebunan.

Populasi satwa liar - terutama orangutan - telah menderita sebagai akibatnya, menurut World Wildlife Fund.Kekhawatiran atas dampak minyak kelapa sawit membuat jaringan supermarket besar Inggris, Islandia mengumumkan bahwa mereka akan berhenti menggunakan bahan tersebut dalam produk mereknya sendiri pada tahun 2018.

Pada Mei 2016 lalu, Otoritas Keamanan Pangan Eropa juga menyimpulkan bahwa minyak sawit adalah "masalah kesehatan potensial" ketika diproses secara tidak tepat, karena kontaminan yang bersifat karsinogenik dan genotoksik ketika dipanaskan pada suhu tinggi dan disuling.

 

Reporter: Windy febriana

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.