Sukses

Perang Turki - Kurdi, Milisi Pro-Ankara Menyerbu Kota Manbij di Suriah

Milisi pemberontak Suriah pro-Turki, awal pekan ini, melancarkan operasi untuk merebut kota strategis Manbij dari pasukan Kurdi Suriah.

Liputan6.com, Manbij - Milisi pemberontak Suriah pro-Turki, awal pekan ini, melancarkan operasi untuk merebut kota strategis Manbij dari pasukan Kurdi Suriah. Ini merupakan perkembangan terakhir dari operasi ofensif Turki yang hendak mengusir kelompok Kurdi dari wilayah Suriah bagian utara dan timur laut sejak 9 Oktober 2019.

Operasi milisi itu datang ketika pasukan pemerintah Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad bekingan Rusia mulai bergerak menuju front perang di utara, setelah Damaskus membuat kesepakatan dengan Pasukan Demokrat Suriah (SDF) yang dipelopori Kurdi untuk menangkis dorongan militer Ankara.

"Pertempuran Manbij telah dimulai," Mustafa Seijari, seorang pejabat sayap politik dari milisi pemberontak Suriah yang didukung Turki mengatakan di Twitter pada Senin 14 Oktober, seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (15/10/2019).

Manbij sering bertukar tangan selama konflik. Kota itu ditangkap oleh pemberontak Suriah anti-Assad pada 2012, sebelum ditangkap oleh ISIS dua tahun kemudian, untuk kemudian direbut oleh milisi SDF pada 2016 --yang menandai kekalahan teritorial ISIS di Manbij.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecilkan nuansa ofensif proksi militernya ke Manbij, menjelaskan bahwa mereka datang ke sana bukan untuk berperang dengan tentara Suriah pimpinan Presiden Assad yang dibeking Rusia.

"Ketika Manbij dievakuasi, kami tidak akan masuk ke sana sebagai Turki. Saudara-saudara Arab kami, yang adalah pemilik sebenarnya, suku-suku ... akan kembali ke sana. Pendekatan kami adalah untuk memastikan kembalinya dan keamanan mereka di sana," kata Erdogan.

Turki mengatakan, operasinya ditujukan untuk membersihkan area Suriah utara dan timur laut dari unsur-unsur "teroris" dan menciptakan apa yang disebut "zona aman" di mana beberapa dari 3,6 juta pengungsi Suriah di Turki dapat dimukimkan kembali di sana.

Ankara menganggap Kelompok Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), yang membentuk tulang punggung SDF, kelompok "teroris" yang terkait dengan separatis Kurdi di Turki.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kondisi Kemanusiaan Memprihatinkan

Sementara semua itu berlangsung, sekitar 160.000 orang telah terlantar akibat pertempuran yang dilancarkan oleh serangan Turki sejauh ini, PBB mengatakan pada Senin 13 Oktober, sementara puluhan warga sipil dan pejuang tewas.

Menambah keprihatinan internasional yang meningkat atas krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung, badan bantuan internasional Mercy Corps mengatakan pada hari Senin bahwa mereka menangguhkan operasi dan mengevakuasi staf asing dari timur laut Suriah, menggambarkan situasi di sana sebagai "skenario mimpi buruk".

"Situasi kemanusiaan di Suriah timur laut akan memburuk secara dramatis, dan setelah hampir satu dekade konflik, jutaan warga sipil tak berdosa terus terperangkap dalam kekerasan mematikan," Michael Bowers, direktur Mercy Corps untuk Timur Tengah mengatakan dalam sebuah pernyataan.

3 dari 3 halaman

Sekilas Perang Turki - Kurdi

Turki melancarkan serangan lintas-perbatasan terhadap Kurdi Suriah pada Rabu 9 Oktober 2019, menyusul langkah AS yang menarik pasukannya dari wilayah itu.

Pasukan AS telah bersekutu dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah milisi pimpinan mayoritas kelompok Kurdi; dan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG); dalam upaya bersama untuk menumpas ISIS dari wilayah itu, sejak kelompok teroris tersebut merajalela pada 2013 silam hingga kekalahan teritorial mereka tahun ini.

Pada periode tersebut, SDF telah memperluas kontrolnya di Suriah utara dan timur laut, memicu semakin terbelahnya negara beribukota Damaskus akibat perang saudara yang turut melibatkan Tentara Nasional Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad yang didukung Rusia dan Iran.

Keputusan Trump segera menuai kritik domestik dan internasional, menyebut langkah itu membahayakan stabilitas regional; meninggalkan sekutu AS, SDF, di tengah konflik terbuka dengan Turki (yang juga merupakan sekutu AS di NATO); dan mempertaruhkan kebangkitan ISIS.

Turki dan kelompok Kurdi telah lama berkonflik sejak 1978, dan mencapai episodik tensi terbaru pada 2015, yang dipicu oleh Perang Saudara Suriah; situasi konflik yang multidimensional (kehadiran ISIS, proksi, identitas, dll); hingga ekses dari kegagalan negosiasi damai antara kedua belah pihak sejak pada 2012.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.