Sukses

Mengenal Hakeem Oluseyi, Eks Pengajar Astronaut NASA yang Pernah Jadi OB

Hakeem Oluseyi adalah mantan Pimpinan Pendidikan Sains Angkasa Luar di markas NASA, seperti apa kiprahnya di dunia antariksa?

Liputan6.com, Jakarta - Sore itu, Selasa, 1 Oktober 2019, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta menggelar sebuah acara bertajuk " Exploring the Universe with Education" di @america, Pasific Place, Jakarta Selatan.

Sekitar pukul 15.00 WIB, ruangan di pusat kebudayaan Amerika itu sudah dipenuhi oleh sebagian besar anak kecil dan guru-guru SD dari berbagai wilayah di Jakarta.

Acara tersebut rupanya memantik rasa penasaran para murid dari bermacam-macam sekolah, usia mereka pun tergolong masih sangat muda, antara 6 hingga 10 tahun. Kebanyakan siswa dan siswi ingin tahu soal alam semesta dari pembicara yang dihadirkan oleh pihak Kedutaan AS.

Tak tanggung-tanggung, panitia acara mengundang langsung seorang ilmuwan profesional dari Negeri Paman Sam. Kabarnya, ia adalah orang yang pernah bekerja di markas besar NASA di Washington.

Namanya pun sudah cukup terkenal, berkat penampilannya di sejumlah televisi lokal di AS dan saluran YouTube. Pengikutnya di media sosial lumayan banyak, tak terkecuali penelitian-penelitian yang dijalankannya.

Ialah Hakeem Oluseyi, pria kelahiran New Orelans, Louisiana, yang berprofesi sebagai astrofisikawan, pengajar, penemu, wirausahawan, pengisi suara dan komunikator sains.

Postur tubuhnya masih tegap, suaranya tegas menjelaskan kepada hadirin mengenai Tata Surya, galaksi, lubang hitam supermasif dan sebagainya, meski dia sudah berumur lebih dari setengah abad.

Selama acara dengan didampingi oleh Firly Savitri dari Ilmuwan Muda Indonesia, Hakeem (begitu sapaan akrabnya) mencoba untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan fisika, ilmu pengetahuan antariksa, manusia yang bisa memancarkan energi, hingga motivasi dalam hidup.

Di panggung @america, Hakeem menyalurkan ilmu yang ia miliki dengan cara yang menyenangkan, yang bisa diterima oleh para penonton yang kebanyakan masih bawah umur dan awam soal angkasa luar. Ia luwes, tidak berbelit dan tidak bikin pusing.

Selain itu, lelaki bernama lengkap Hakeem Muata Oluseyi ini juga tak segan untuk menjawab setiap pertanyaan polos yang diajukan oleh anak-anak yang penasaran dengan dunia antariksa, seperti keberadaan alien di Area 51, kunjungan ke Neptunus, kemungkinan astronaut ke matahari, dan lain-lain.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Bekerja di NASA

Seperti embel-embel yang diberikan di deskripsi poster acara, Hakeem memang pernah bekerja di NASA sebagai Astrophysicist and Space Science Education Lead di bagian National Aeronautics and Space Administration. Ketika dijumpai usai acara, ia dengan terbuka menceritakan kisah hidupnya kepada wartawan.

"Pada 2016, saya mulai mengantor di kantor pusat NASA, tetapi saya keluar pada Juli 2019. Saya bekerja di sana, total, selama 32 bulan. Saya mengemban tugas sebagai pengajar ilmu pengetahuan antariksa," jelasnya, Selasa 1 Oktober 2019. 

"Pekerjaan saya melibatkan aspek pendidikan dan penasihat sains untuk komunikasi ilmu pengetahuan dan edukasi. Saya memberikan pelajaran tentang kepemimpinan dan manajemen strategis untuk investasi Science Mission Directorate," lanjutnya.

Sementara itu, pada 1993, Hakeem tercatat sebagai peraih beasiswa (fellowship) NASA, karena waktu itu, ia dan badan antariksa AS tersebut sedang melakukan riset tentang antariksa ketika menempuh kuliah untuk gelar Ph.D. di Standford University.

Penghargaan yang ia dapatkan dari NASA yaitu "NASA Earth-Sun Science New Investigator Fellow, 2006 (National Technical Association Technical Achiever of the Year in Physics, 2006)" dan "NASA GSRP Fellow at Stanford University, 1994 – 1999".

Selain itu, dalam sebuah video yang ditunjukannya selama presentasi di @america, Hakeem terlihat akrab berinteraksi dengan para astronaut NASA ketika dirinya mengajar di sana.

Ia menjadi tokoh penting bagi para antariksawan dalam lembaga tersebut dengan memberikan pelajaran mengenai ruang angkasa dan pengetahuan lain tentang ilmu fisika.

3 dari 6 halaman

Kehidupan Masa Kanak-Kanak dan SMA

Sebelum menjadi sukses dan punya banyak penelitian seperti sekarang ini, Hakeem mengaku pernah menjalani masa-masa sulit dan suram. Terutama ketika ia masih bocah.

Setelah orangtuanya bercerai ketika dia berusia empat tahun, sang ibu membawanya pindah ke negara bagian yang berbeda di sepanjang perbatasan selatan AS setiap tahun --dari New Orleans.

Dia pernah mencicipi hidup di beberapa lingkungan terberat negara itu, termasuk 9th Ward of New Orleans; Watts, Los Angeles, California; Inglewood, California; South Park, Houston, Texas; dan Third Ward, Houston, Texas sebelum menetap di pedesaan Mississippi saat dia berumur 11 tahun.

"Sebagai anak yang masih tumbuh dan berkembang, aku selalu merasa tertantang ketika berada di lingkungan baru. Namun, aku tidak melakukannya. Aku menghabiskan banyak waktu di dalam rumah untuk membaca dan menonton tayangan televisi tentang alam," kenangnya.

Semasa kecilnya, Hakeem mengaku selalu tertarik pada alam dan hal-hal aneh yang menarik baginya, seperti Monster Loch Ness, hantu, dan bermain api.

Ketika berusia 11 tahun, ia menemukan buku bacaan teori relativitas Albert Einstein dan ia langsung jatuh cinta pada ilmuwan ini. Ketika dia mulai memikirkan tentang alam semesta, dari situlah dia mulai memutuskan untuk mempelajari matematika dan fisika.

"Aku membayangkan apa yang terjadi dengan proses kehidupan yang cepat, tak hanya tentang perubahan waktu, tapi juga tentang perubahan dari apa yang kita lihat, pengalaman kita berubah berdasarkan situasi," terang pria keturunan Nigeria ini.

Minat Hakeem dalam fisika berlanjut ke sekolah menengah, di mana ia menciptakan program komputer yang melakukan perhitungan relativitas. Ketika programnya memenangkan hadiah utama dalam fisika di pameran sains, Hakeem mengatakan kepada dirinya sendiri untuk menjadi ahli fisika.

"Ketika aku SMA, ada seorang profesor yang datang padaku dan mengatakan bahwa ada pameran sains, memintaku untuk berpartisipasi. Lalu aku memikirkan proyek yang harus dilakukan. Aku memilih untuk memprogram relativitas."

"Mungkin terdengar sulit, tapi aku berhasil melakukannya. Aku pun berfikir bahwa aku harus kuliah dan menjadi fisikawan, tapi masalahnya adalah aku tak tahu apa itu fisika. Tak ada seorang pun di keluargaku yang tahu, sebab mereka tidak ada yang kuliah."

4 dari 6 halaman

Bekerja di Angkatan Laut AS dan Menjadi OB Hotel

Karena merasa tak punya biaya untuk kuliah, Hakeem akhirnya memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu untuk mengumpulkan uang. Ajaibnya, ia diterima sebagai seaman (kelasi) di Angkatan Laut AS, San Diego, California. Kala itu, umurnya masih 19 tahun. 

Para staf di U.S. Navy tahu bahwa dia punya bakat akademik. Mereka pun tak lagi menempatkannya sebagai pelaut level terendah, tetapi menjadi officer (pegawai).

"Pada tahun pertama, yang mereka lakukan adalah memberi aku waktu satu tahun sebagai peserta pelatihan akademik. Di sanalah aku pertama kali belajar aljabar. Aku bekerja selama dua tahun satu bulan, dari  Mei 1984 sampai Mei 1986," jelas Hakeem yang bergelar Ph.D. ini.

Setelah itu, dia mendaftar masuk kuliah di Tougaloo College untuk mendapatkan gelar Bachelor of Science dalam fisika dan matematika pada 1986. Akan tetapi, ia nyaris drop out pada tahun kedua.

"Nilai tertinggi yang aku dapatkan waktu pertama masuk kuliah adalah C, terendah adalah E. Aku sempat depresi. Untuk itu, aku melarikan diri sejenak dengan bekerja di sebuah hotel pada tahun 1988, menjadi tukang bersih-bersih dan office boy, umurku 21 tahun," kata Hakeem. 

Hakeem melakukan penelitian perdananya pada program musim panas di University of Georgia --masih menjadi bagian dari Tougaloo College.

Dia terkejut dengan kebebasan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan menemukan adanya kecocokan dengan komunitas studi ini, meskipun dia adalah salah satu dari sedikit orang Afrika-Amerika.

"Penelitian pertamaku adalah beberapa proyek di University of Georgia. Aku tak punya tempat tinggal sampai musim panas kedua masa kuliah. Aku kemudian dimasukkan ke asrama, aku pun bekerja untuk asrama. Karena waktu itu cuaca sangat panas, AC asrama beberapa penghuni ada yang mati. Aku membantu memperbaikinya." 

5 dari 6 halaman

Menjadi Bagian dari Silicon Valley

Hakeem melanjutkan pendidikannya untuk mendapatkan gelar Master of Science dan Ph.D. dalam fisika di Standford University di bawah bimbingan Profesor Arthur BC Walker Jr.

Hakeem membantu mentornya untuk merancang, membangun, mengkalibrasi, dan meluncurkan Multi-Spectral Solar Telescope Array yang memelopori insiden normal ultraviolet ekstrem dan pencitraan lembut sinar-x dari daerah transisi dan korona matahari.

Kontribusi ilmiahnya yang paling terkenal adalah penelitian tentang transfer massa dan energi melalui atmosfer matahari, pengembangan observatorium ruang angkasa untuk mempelajari plasma astrofisika dan energi gelap, dan pengembangan teknologi transformatif dalam optik ultraviolet, detektor, chip komputer, serta propulsi ion.

Setelah menyelesaikan gelar Ph.D., Hakeem bekerja di salah satu perusahaan paling sukses di Silicon Valley dan melakukan penelitian tentang pembuatan chip komputer.

Karya ini membuatnya mendapatkan delapan hak paten Amerika Serikat dan empat hak paten Uni Eropa. Penemuan Hakeem dapat ditemukan dalam chip komputer yang kita gunakan setiap hari.

"Usai Ph.D., aku langsung kerja di Silicon Valley. Namun ini belum cukup bagiku, aku ingin mengetahui lebih banyak tentang alam semesta," pungkasnya.

6 dari 6 halaman

Kembali ke Fisika dan Kontribusi pada Dunia

Bagaimanapun, Hakeem merindukan ide-ide besar astronomi dan astrofisika, dan memutuskan untuk kembali ke penelitian astrofisika.

Dia bekerja bersama Supernova Cosmology Project pemenang Hadiah Nobel 2011, mengembangkan detektor untuk teleskop berbasis ruang angkasa yang akan menyelidiki sifat energi gelap yang mempercepat ekspansi alam semesta.

Ia juga menjadi bagian dari tim pengembang Large Synoptic Survey Telescope (LSST), observatorium prioritas utama Amerika. 

Selain astrofisika, Hakeem memiliki hasrat untuk mengkomunikasikan sains kepada publik. Dia adalah seorang profesor di Institut Teknologi Florida dan sering menjadi kontributor untuk Discovery Channel dan National Geographic.

Pada tahun 2012, melalui sebuah organisasi bernama Cosmos Education, Hakeem pernah mengunjungi sekolah-sekolah Afrika sub-Sahara untuk menginspirasi siswa muda dengan demonstrasi sains.

Upaya Hakeem tersebut pun membawanya untuk membantu membentuk African Astronomical Society dan One Telescope Project, sebuah inisiatif untuk memasok setiap negara di dunia dengan setidaknya satu teleskop tingkat penelitian. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.