Sukses

AS Belum Kabulkan Visa Presiden Iran Jelang Majelis Umum PBB di New York

Presiden Iran dan delegasinya akan terpaksa melewatkan Majelis Umum PBB di New York pekan depan, setelah AS dilaporkan belum mengeluarkan visa untuk mereka.

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Iran Hassan Rouhani dan delegasinya kemungkinan akan terpaksa melewatkan Majelis Umum PBB di New York pekan depan, setelah Amerika Serikat dilaporkan belum mengeluarkan visa untuk mereka --media semi-pemerintah Iran melaporkan.

Seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (19/9/2019), hal itu mungkin menjadi sinyal dari Washington untuk meningkatkan permusuhan diplomatik dengan Teheran --yang selama ini terus memanas oleh pakta nuklir JCPOA 2015 hingga serangan terhadap kilang Aramco Arab Saudi terbaru.

Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Rabu bahwa "jika keputusan" ada di tangganya, maka ia akan mengizinkan Rouhani dan menteri luar negerinya, Mohammad Javad Zarif, untuk datang.

"Jika itu terserah aku, aku akan membiarkan mereka datang," kata Presiden Trump.

"Yang pasti, saya tidak ingin membuat orang keluar jika mereka ingin datang," ujarnya.

Tetapi, muncul laporan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyarankan kepada Trump pada hari sebelumnya agar delegasi Iran harus ditolak visanya.

Pompeo sendiri, ketika dikonfirmasi, menolak berkomentar secara khusus tentang kasus itu, dengan mengatakan, "Kami tidak berbicara tentang pemberian atau tidak adanya pemberian visa."

"Jika Anda terhubung dengan organisasi teroris asing, saya tidak tahu," tambahnya.

"Menurut saya itu akan menjadi alasan untuk berpikir apakah mereka harus diizinkan untuk menghadiri pertemuan yang membahas perdamaian."

Rouhani dan delegasinya telah dijadwalkan untuk melakukan perjalanan ke New York untuk pertemuan tahunan PBB pada Senin 23 September 2019, tetapi, itu sekarang tampak tidak mungkin karena visa yang tak terbit, kata kantor berita IRNA.

(bangunan berwarna putih memanjang) Markas PBB di New York (Wikimedia Commons)

"Jika visa tidak dikeluarkan dalam beberapa jam, perjalanan ini mungkin akan dibatalkan," lapor IRNA.

Delegasi tersebut termasuk Menlu Iran Mohammad Javad Zarif, yang menjadi subjek sanksi AS pada 31 Juli 2019.

Ia dijadwalkan akan melakukan perjalanan ke New York pada Jumat pagi 20 September 2019, menurut IRNA.

Selama kunjungan terakhirnya ke New York pada pertengahan Juli 2019, Zarif hanya diizinkan melakukan perjalanan ke PBB, misi PBB Iran, kediaman duta besar Iran untuk PBB dan bandara John F Kennedy di New York.

"Tidak hadirnya Iran akan menunjukkan bahwa berbeda dengan komitmennya untuk PBB dan organisasi internasional dalam kerangka perjanjian, diplomasi tidak memiliki nilai bagi Amerika Serikat," kata IRNA.

"Meskipun Republik Islam Iran belum meninggalkan tempat dan terus melanjutkan diplomasi aktifnya, pemerintah AS harus menjawab perilakunya," tambahnya.

Sidang Majelis Umum PBB akan dimulai pada hari Selasa 24 September 2019.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kewajiban Diplomatik AS

AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik formal saat ini. Keduanya pernah memiliki hubungan ketika Iran masih dipimpin oleh rezim Shah Reza Pahlevi.

Namun, pasca-insiden pendudukan Kedubes AS di Teheran 1979-1981 oleh gerakan Revolusi Islam Iran --yang juga bagian dari rangkaian Revolusi Iran 1979-- hubungan diplomatik itu terputus.

Akan tetapi, sebagai rumah bagi salah satu markas besar PBB, AS umumnya wajib mengeluarkan visa kepada diplomat yang bertugas di kantor organisasi multilateral dunia tersebut.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyatakan harapan bahwa delegasi akan mendapatkan visa mereka setelah intervensi dari badan dunia.

"Kami telah melakukan kontak dengan negara tuan rumah untuk menyelesaikan semua masalah visa yang luar biasa sehubungan dengan delegasi dan saya berharap ini akan memungkinkan untuk menyelesaikan masalah," katanya.

PBB telah diajukan sebagai tempat yang memungkinkan untuk pertemuan antara Trump dan Rouhani, tetapi para pejabat AS dan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan pembicaraan langsung tidak direncanakan.

Iran dan AS telah berselisih sejak Mei tahun lalu ketika Trump membatalkan perjanjian nuklir 2015 dan mulai menerapkan kembali sanksi dalam kampanye "tekanan maksimum".

Negeri Persia menanggapi dengan mengurangi komitmennya di bawah perjanjian, dan mengumumkan akan melakukan pengayaan uranium (bahan baku nuklir) secara bertahap.

Sementara itu, AS telah menyalahkan Iran atas serangan akhir pekan terhadap dua instalasi minyak Saudi serta serangkaian serangan terhadap pengiriman di perairan Teluk yang sensitif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.