Sukses

Taipan Pedalaman hingga Weling, Kenali 6 Ular Paling Mematikan di Dunia

Berikut 6 ular berbisa paling mematikan di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Ular mungkin menjadi salah satu hewan yang paling ditakuti oleh manusia dan predator di kalangannya. Umumnya, kehadiran binatang melata ini di lingkungan kita akan membawa kehebohan.

Di Indonesia, sebagai negara beriklim tropis, terdapat beragam spesies ular berbisa maupun tak berbisa, namun tetap mematikan. Begitu pula di negara-negara lain di dunia, keberadaan satwa ini identik dengan racun yang berbahaya.

Dalam artikel ini, Liputan6.com akan membahas mengenai 6 ular yang bisanya paling mematikan di Bumi, mengutip situs List Verse, Kamis (12/9/2019).

Ular-ular tersebut keberadaannya jarang sekali dikenal atau diketahui publik, beberapa ada yang merupakan endemik Indonesia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Ular Laut Belcher

Menduduki urutan teratas dan pertama dalam "Daftar Ular Berbisa Paling Mematikan di Dunia" versi List Verse adalah ular laut Belcher (Hydrophis belcheri).

Ular ini umumnya punya panjang antara 0,5 sampai 1 meter. Badannya berwarna belang-belang cokelat pasir dan cokelat pucat. Kepalanya pendek dan berwarna cokelat gelap. Ekor berbentuk pipih, sebagaimana umumnya ular laut.

Belcher termasuk golongan ular berbisa keras. Dosis racunnya mencapai 0,24 mg/kg, cukup kuat untuk membunuh 1.000 orang dalam waktu 20 menit, meski reptil air dan darat ini tergolong jinak.

Biasanya, mereka yang menjadi korban gigitan ular laut Belcher adalah nelayan. Sementara itu, ular ini ditemukan di seluruh perairan di Asia Tenggara (lautan kepulauan Filipina bagian tenggara) dan Australia Utara, juga tersebar di perairan Indonesia timur (Maluku utara dan selatan) hingga Oseania.

Ular laut Hydrophis belcheri. Ekor yang pipih digunakan sebagai adaptasi untuk berenang di laut terbuka. (Creative Commons)

3 dari 7 halaman

2. Taipan Pedalaman

Taipan pedalaman (Oxyuranus microlepidotus) memiliki racun paling mematikan dari semua ular darat di dunia. Hasil maksimum yang tercatat untuk satu gigitan adalah 110 mg, cukup untuk membunuh sekitar 100 manusia atau 250.000 tikus.

Untungnya, ular ini tidak terlalu agresif dan jarang ditemui oleh manusia di alam liar. Tidak ada korban jiwa yang pernah dicatat, meskipun berpotensi membunuh manusia dewasa dalam waktu 45 menit.

Ular ini pertama kali ditemukan oleh Frederick McCoy pada 1879. Lalu dideskripsikan oleh William John Macleay pada tahun 1882. 

Namun, sembilan puluh tahun setelahnya, komunitas ilmiah tidak lagi menemukan spesimen ular tersebut dan tidak ada lagi tambahan pengetahuan mengenai hewan ini selama kurun waktu itu. Sampai akhirnya, taipan pedalaman ditemukan kembali pada 1972.

Panjang seekor taipan pedalaman dapat mencapai 2,5 meter. Namun, yang sering ditemui umumnya adalah 1,8 meter. Warna tubuh biasanya cokelat tua atau oranye gelap, tergantung pada musim.

Warna cokelat gelap dengan kepala dan leher berwarna hitam pada musim dingin. (Creative Commons)

Pada musim dingin, warna tubuhnya cenderung cokelat gelap dengan kepala dan tengkuk (leher belakang) berwarna hitam mengkilap. Sedangkan pada musim panas, ia menjadi oranye-kuning cerah atau kuning pucat, dengan kepala dan tengkuk berwarna sama dengan badannya.

Warna kuning terang, termasuk kepala dan leher; pada musim panas. (Creative Commons)

Menurut data Queensland Museum, taipan pedalaman tersebar di antara Boulia dan Hamilton (Queensland barat), Goyder's Lagoon (Australia Selatan), Bourke (New South Wales) dan persimpangan Sungai Murray dan Darling. Populasi yang terisolasi ada di dekat Coober Pedy (Australia Selatan).

4 dari 7 halaman

3. Ular Cokelat Timur

Ular cokelat timur (Pseudonaja textilis) adalah jenis ular cokelat endemik yang tersebar luas di Australia bagian timur (Adelaide, Melbourne, Canberra, Sydney, Brisbane) dan Papua bagian selatan. Tubuh ular ini sangat mirip dengan ular sendok Jawa, dari bentuk kepala, mata, dan penampang badannya.

Yang berbeda adalah susunan sisiknya yang lebih mirip taipan. Warna tubuhnya bervariasi, mulai dari cokelat cerah, cokelat muda (cokelat tanah), terkadang cokelat kekuningan atau keabu-abuan. Warna perut sama dengan warna punggung hingga ekor.

Untuk spesimen dari Papua, warnanya lebih gelap, biasanya cokelat tua dengan bagian perut berwarna lebih muda. Bentuk kepala mirip seperti ular kobra, dengan mata berwarna hitam pekat. Panjang cokelat timur dewasa rata-rata 1,4 meter sampai 2 meter, namun pernah ditemukan yang panjangnya mencapai 2,4 meter.

Secara klinis menurut WHO, racun ular coklat timur menyebabkan masalah sistemik yang serius, termasuk hipotensi dan kolaps, perdarahan hebat, dan henti jantung. Gejala sistemik umum lainnya termasuk mual dan muntah, diaforesis (berkeringat deras), dan sakit perut. Cedera ginjal akut dan kejang juga dapat terjadi.

Timbulnya gejala bisa sangat cepat. Sakit kepala dapat berkembang dalam 15 menit dan pembekuan darah dalam 30 menit. Kolaps terjadi hanya dua menit setelah digigit. Bahkan, 1 per 14.000 ons racunnya sudah cukup untuk membunuh satu manusia dewasa.

Ular cokelat timur bergerak cepat, bisa agresif dalam keadaan tertentu. Ia akan mengejar predator yang mengganggunya dan berulang kali menyerang mereka. 

5 dari 7 halaman

4. Weling

Weling (Bungarus candidus) adalah sejenis ular berbisa yang tersebar di Asia Tenggara hingga ke Jawa, Bali dan Sulawesi. Dalam bahasa Inggris, umumnya dikenal sebagai blue krait atau Malayan krait.

Ular ini punya tubuh ramping. Ukuran panjang biasanya hanya sampai sekitar 100 cm, dengan panjang maksimal berkisar 155 cm. Sisi dorsal (punggung) berbelang hitam dan putih, terdapat sekitar 30-an belang hitam dari kepala hingga ke ekor.

Biasanya terdapat titik-titik kehitaman atau kecokelatan pada bagian putihnya. Warna hitamnya terkadang agak kecokelatan atau kebiruan, dan putihnya terkadang agak kekuningan. Sisi ventral (perut) berwarna putih keseluruhan atau sedikit kekuningan. 

Pada siang hari, ular weling cenderung bergerak lamban dan penakut, karena ia adalah makhluk nokturnal. Bila diganggu, ia acap berupaya menyembunyikan kepalanya di bawah gulungan badannya.

Weling berburu dan membunuh ular lain, bahkan mengkanibal weling lainnya. Racunnya cenderung menyerang sistem saraf mangsa atau korban, 16 kali lebih kuat daripada bisa kobra.

Bisa ular weling dengan cepat menginduksi kelumpuhan otot dengan mencegah kemampuan ujung saraf untuk melepaskan bahan kimia yang mengirim pesan ke saraf berikutnya dengan benar.

Kemudian diikuti dengan munculnya gejala seperti kram, tremor, sesak nafas hebat, yang akhirnya berujung pada kelumpuhan atau gagal jantung. Kematian akibat gigitan ular weling bisa terjadi setelah 6-12 kemudian.

6 dari 7 halaman

5. Mamba Hitam

Mamba hitam (Dendroaspis polylepis) banyak ditemukan di Afrika bagian tengah, timur dan selatan. Mamba hitam dikenal sangat agresif dan gemar menyerang dengan presisi yang mematikan ketika merasa terancam --bisa sampai 12 kali berturut-turut.

Mereka juga menjadi ular darat tercepat di dunia, yang mampu melaju hingga 20 km/jam. Mamba hitam aktif pada siang hari. Panjang tubuhnya antara 1,5 sampai 4 meter.

Ular ini berkerabat dekat dengan ular sendok, namun ular ini hanya bisa memipihkan lehernya dan tidak bisa mengembangkannya. 

Jika ancaman datang, ular ini hanya memberi peringatan dengan mengangkat kepala, menggepengkan leher, dan membuka mulutnya lebar-lebar sehingga terlihat jelas bagian dalam rongga mulut yang berwarna hitam pekat.

Semua jenis mamba berbisa keras. Satu gigitan saja mampu membunuh 10-25 orang dewasa. Racunnya bersifat melumpuhkan saraf (neurotoxin). Patukannya menghasilkan rata-rata 100-120 mg bisa. Namun, dapat juga 400 mg.

Jika racun mencapai vena manusia, 0,25 mg/kg-nya saja sudah cukup untuk membunuh korban. Gejala awal adalah nyeri hebat di daerah gigitan.

Korban kemudian mengalami sensasi kesemutan atau mati rasa di mulut dan ekstremitas (anggota badan, seperti lengan dan tungkai), penglihatan kabur dan gelap, linglung, demam, air liur menetes deras (bisa juga mulut dan hidung berbusa) dan kurangnya kontrol otot.

Jika korban tidak mendapatkan pertolongan medis segera, gejala tersebut dengan cepat berkembang menjadi sakit perut yang parah, mual dan muntah, pucat, syok, nefrotoksisitas (disfungsi ginjal), dan kelumpuhan. Akhirnya, korban mengalami kejang-kejang, sesak nafas, koma dan kemudian kematian dalam kurun 15 sampai 3 jam setelah gigitan.

7 dari 7 halaman

6. Death Adder

Death adder (Acanthophis antarticus) atau beludak Australia umum ditemukan di seluruh Negeri Kanguru (kecuali tenggara) dan Papua bagian selatan. Ular berbisa ini sebenarnya berburu dan membunuh ular lain, termasuk yang tercantum dalam artikel ini.

Death adder terlihat sangat mirip dengan ular beludak, karena mereka memiliki kepala berbentuk segitiga dan tubuh pendek dan gemuk, kepala berbentuk kapak, sisik-sisik di atas kepala berukuran kecil, pupil mata vertikal, taring agak panjang dan agar besar.

Ular ini memiliki ekor berbentuk seperti cacing. Fungsinya untuk memancing mangsa agar tidak takut mendekat. Tubuhnya berwarna dasar cokelat kelabu dengan belang-belang berwarna pucat, terkadang cokelat kemerahan atau abu-abu dengan belang-belang berwarna oranye pucat dan putih.

Mereka biasanya menyuntikkan sekitar 40-100 mg racun. Bisanya menyerang saraf, menyebabkan kelumpuhan dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu 6 jam, karena gagal napas. Gejala umumnya memuncak dalam 24 sampai 48 jam.

Antivenom sangat berhasil dalam mengobati racun death adder, karena perkembangan gejalanya relatif lambat. Namun, sebelum menjalar ke seluruh tubuh korban atau mangsanya, bisa death adder memiliki tingkat kematian 50%. Seekor death adder dewasa dapat menyerang dalam 0,13 detik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini