Sukses

Bentuk Rantai Manusia, Ratusan Siswa di Hong Kong Dukung Demonstran

Ratusan siswa sekolah menengah membentuk rantai manusia di distrik-distrik seluruh Hong Kong.

Liputan6.com, Hong Kong - Ratusan siswa sekolah menengah membentuk rantai manusia di distrik-distrik seluruh Hong Kong pada Senin (9/9/2019). Dengan mengenakan masker dan seragam sekolah, mereka memberi dukungan kepada para demonstran anti-pemerintah usai unjuk rasa kembali berujung bentrok dengan polisi pada akhir pekan kemarin.

Stasiun-stasiun metro yang sempat ditutup pada Minggu 8 September, telah dibuka kembali, meskipun suasana di pusat keuangan Asia itu tetap tegang.

Seperti dilansir Channel News Asia, Pemerintah Hong Kong memperingatkan anggota parlemen asing untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri bekas jajahan Inggris itu setelah ribuan demonstran meminta Presiden AS Donald Trump untuk "membebaskan" kota itu.

Media pemerintah China pada hari Senin mengatakan, Hong Kong adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Tiongkok dan segala bentuk pemisahan diri "akan dihancurkan".

Surat kabar China Daily menyebut, unjuk rasa pada Minggu kemarin adalah bukti pasukan asing berada di belakang aksi dan memperingatkan para demonstran "berhenti mencoba kesabaran pemerintah pusat".

Aksi yang berawal dari penolakan RUU Ekstradisi ini telah berevolusi menjadi reaksi yang lebih luas terhadap pemerintah. Banyak aktivis marah atas penolakan pemimpin Hong Kong Carrie Lam untuk memberikan penyelidikan independen terhadap tuduhan kebrutalan polisi selama demonstrasi.

Tuntutan lain dari para pemrotes termasuk pencabutan kata "kerusuhan" untuk menggambarkan demonstrasi, pembebasan semua yang ditangkap, dan memberikan hak bagi rakyat Hong Kong untuk memilih pemimpin mereka sendiri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

China Membantah

Joshua Wong, salah satu pemimpin gerakan "Payung" pro-demokrasi lima tahun lalu, dijadwalkan muncul di pengadilan pada Senin ini. Ia dituding melanggar syarat jaminan setelah penangkapannya pada Agustus ketika dituduh menghasut dan berpartisipasi dalam majelis yang tidak sah.

Hong Kong kembali ke China pada 1997 di bawah formula "satu negara, dua sistem" yang menjamin kebebasan yang tidak dinikmati di daratan. Banyak warga Hong Kong takut Beijing mengikis otonomi itu.

China membantah tuduhan mencampuri urusan dan mengatakan Hong Kong adalah urusan internal. Mereka mengecam protes itu, menuduh Amerika Serikat dan Inggris mengobarkan kerusuhan, dan memperingatkan kerusakan ekonomi.

"Amerika Serikat terus memantau peristiwa di Hong Kong," kata seorang pejabat senior AS, yang berbicara tanpa bersedia namanya disebutkan.

"Kebebasan berekspresi dan berkumpul adalah nilai-nilai inti yang kami bagi dengan rakyat Hong Kong, dan kebebasan itu harus dilindungi dengan penuh semangat. Seperti yang dikatakan Presiden: 'mereka mencari demokrasi dan saya pikir kebanyakan orang menginginkan demokrasi'."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.