Sukses

Ilmuwan Kembangkan Otak Mini di Laboratorium, Seperti Milik Bayi Prematur

Sejumlah ilmuwan telah menciptakan otak mini di laboratorium. Mereka membentuk jaringan rumit yang bisa menghasilkan gelombang otak.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah ilmuwan menciptakan otak mini di laboratorium. Mereka membentuk jaringan rumit yang bisa menghasilkan gelombang otak. Jika dilihat, karya mereka mirip dengan otak yang berkembang dari bayi manusia prematur. 

Temuan ini sangat berbeda dari yang pernah ada sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya otak yang dibuat di laboratorium dapat tumbuh membentuk jaringan neuron yang rumit dan menghasilkan gelombang otak yang kuat, seperti dilansir dari Live Science, Jumat (30/8/2019). 

Ilmuwan hebat di balik otak buatan laboratorium ini adalah Alysson Muotri, seorang profesor di Departemen Kedokteran Seluler dan Molekuler, Universitas California, San Diego AS.

Dalam menciptakan otak di laboratorium itu, Muotri dan timnya mengambil sel batang manusia - yang dapat berubah menjadi tipe sel apa pun dengan instruksi yang tepat. Sel itu berasal dari kulit dan darah manusia. Para peneliti lalu memberikan instruksi kimia khusus yang mengubah sel itu menjadi sel otak.

Sel-sel itu lalu membentuk saraf khusus yang dapat berkembang biak dan memunculkan banyak jenis sel-sel otak.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Apa Bedanya dengan Otak Manusia?

Otak mini ini sedikit berbeda dengan otak manusia. Organ yang diciptakan di laboratorium itu berwarna putih, seperti gumpalan bola.

Organ itu tumbuh dengan diameter hanya 0,2 inci (0,5 cm). Meski demikian, jaringan saraf otak itu dapat berkembang selama sembilan hingga 10 bulan.

Sepanjang pertumbuhan otak mini itu, tim menggunakan satu set elektroda kecil yang terhubung ke neuron untuk mengukur aktivitas otak. Para peneliti menemukan pada sekitar dua bulan, neuron-neuron dalam otak mini itu mulai menembakkan sinyal secara sporadis, semuanya pada frekuensi yang sama. Setelah beberapa bulan perkembangan, otak mengeluarkan sinyal pada frekuensi yang berbeda dan lebih teratur, menunjukkan aktivitas otak yang lebih kompleks, kata Muotri.

Tim kemudian menggunakan algoritma untuk membandingkan aktivitas otak mini ini dengan bayi manusia prematur. Para peneliti mempelajari gelombang otak yang direkam dari 39 bayi prematur berusia antara 6 dan 9 setengah bulan.

Studi ini menunjukkan "dengan sangat baik bahwa Anda dapat membuat sistem eksperimental yang dapat direproduksi... Anda dapat menangani proses yang sangat mendasar bagi perkembangan manusia", kata Dr. Thomas Hartung, Direktur Johns Hopkins Center for Alternatives for Animal Testing.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.