Sukses

Eks Presiden Sudan Dituding Terima Suap Rp 356 Miliar dari Arab Saudi

Mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir dituduh menerima suap dari Arab Saudi senilai Rp 356 miliar.

Liputan6.com, Khartoum - Seorang detektif mengatakan kepada pengadilan di Sudan bahwa mantan Presiden Omar al-Bashir mengaku menerima jutaan dolar dari Arab Saudi.

Bashir (75) muncul di pengadilan pada hari Senin untuk menghadapi tuduhan korupsi, yang menurut pengacaranya, tidak berdasar.

Dia digulingkan April lalu setelah berbulan-bulan protes, mengakhiri kekuasaannya di Sudan selama hampir 30 tahun, demikian sebagaimana dikutip dari BBC pada Selasa (20/8/2019).

Detektif itu juga mengatakan mantan Bashir mendapat kiriman uang lain dari Arab Saudi.

Penyelidik polisi Ahmed Ali Mohamed mengatakan kepada pengadilan bahwa Bashir mengaku menerima US$ 25 juta (setara Rp 356 miliar) dari Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.

Atas kesaksian tersebut, Bashir pun menghadapi tuduhan terkait "memiliki mata uang asing, korupsi dan menerima hadiah secara ilegal".

Sebelumnya pada bulan April, penguasa militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan dana tunai senilai lebih dari US$ 113 juta (setara Rp 1,6 triliun), dalam bentuk mata uang pound Sudan dan beberapa valuta asing lain, telah disita dari rumah Bashir.

Namun, menurut pengacara Bashir, Ahmed Ibrahim, tidak ada informasi atau bukti jelas dari pemerintah Sudan yang menunjukkan kliennya meraup keuntungan ilegal.

"Mereka (militer Sudan) tidak menunjukkan bukti lengkap tentang tuduhan tersebut. Bagaimana mungkin itu bisa dipercaya begitu saja," kritik Ibrahim.

Namun pada bulan Juni, jaksa penuntut menguatkan tudingan Jenderal al-Burhan, yang mengatakan bahwa benar mata uang asing ditemukan di dalam karung gandum di kediaman Bashir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dikenai Beberapa Dakwaan Lain

Selain korupsi, pada Mei lalu, jaksa penuntut umum Sudan turut mendakwa Bashir atas hasutan dan keterlibatan dalam pembunuhan para pengunjuk rasa.

Tuduhan tersebut berasal dari penyelidikan atas kematian seorang dokter yang terbunuh dalam unjuk rasa, yang menyebabkan berakhirnya pemerintahan Bashir pada bulan April.

Dokter tersebut tengah merawat pengunjuk rasa yang terluka di rumahnya di ibu kota Khartoum, ketika polisi menembakkan gas air mata ke dalam gedung.

Seorang saksi mengatakan kepada BBC bahwa dokter itu telah berjalan dengan mengangkat tangan tanda menyerah, tapi polisi tidak peduli dan langsung menembaknya.

3 dari 3 halaman

DIlihat Sebagai Ujian Baru bagi Sudan

Menurut para pengamat, pengadilan Bashir akan dilihat sebagai ujian apakah otoritas baru mampu menangani dugaan kejahatan rezim sebelumnya.

Akhir pekan lalu, para aktivis pro-demokrasi dan pemimpin militer Sudan, yang telah menggulingkan Bashir, menandatangani kesepakatan untuk membuka jalan bagi pelaksanaan pemilihan umum.

Mohamed Hamdan "Hemeti" Dagolo, yang secara luas dianggap sebagai orang paling berkuasa di Sudan, telah berjanji untuk mematuhi ketentuan-ketentuannya.

Para anggota dewan berdaulat baru seharusnya disumpah pada hari Senin, tetapi upacara telah ditunda setelah permintaan dari aktivis pro-demokrasi, lapor kantor berita Reuters mengutip kata juru bicara militer.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.