Sukses

Pakistan Minta Isu Konflik Kashmir Dibawa ke DK PBB, Ini Tanggapan RI

Menlu Pakistan mengajukan isu konflik Kashmir agar dibawa ke rapat DK PBB.

Liputan6.com, Jakarta - Menanggapi upaya Pakistan yang meminta agar isu Kashmir dibawa ke sidang Dewan Keamanan PBB, pihak Kementerian Luar Negeri RI menyebut bahwa langkah itu merupakan bentuk pendekatan masing-masing tiap negara di dunia.

"Sah-sah saja setiap negara punya pendekatan masing-masing dalam mencoba menyelesaikan tiap permasalahan," ujar PLT Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

"Hanya saja harus dilihat sejauh mana pendekatan yang mereka lakukan. Apakah bisa menjadi bagian dari solusi atas permasalahan yang ada. Dari sisi Indonesia, kita senantiasa berpandangan bahwa untuk masalah Kashmir akan lebih elok apabila Pakistan dan India membuka dialog," tambahnya.

Ia menambahkan; "Karena kebuntuan komunikasi itulah yang menyebabkan munculnya kelangkaan informasi yang dapat menimbulkan berbagai macam interpretasi dan meningkatkan eskalasi permasalahan."

Sementara itu, menurut Direktur Kerja Sama Multirateral Kementerian Luar Negeri RI Febrian Ruddyard menyampaikan bahwa diplomasi Indonesia terhadap perdamaian dunia akan selalu dilakukan.

"Diplomasi kita di Dewan Keamanan PBB pada dasarnya ada dua, yaitu perdamaian dan keamanan. Jadi, apapun itu yang kita lakukan bagaimana PBB bisa berkontribusi pada perdamaian dan justru menambah ekskalasi konflik," jelas Febrian.

"Sampai saat ini permintaan itu sudah disampaikan, tapi harus ada persetujuan dari negara-negara anggota lain untuk membahas isu ini," tambahnya.

Febrian juga menambahkan; "Nanti kita tunggu keputusan dari anggota DK PBB. Tapi kalaupun itu dibahas saya rasa nilai tambahnya harus ada. Dalam arti nilai tambah untuk tidak menambah eksakalasi dan dorongan kepada kedua negara untuk bisa melakukan pembahasan ini secara bilateral."

Bagi Kemlu, penyelesaian masalah secara bilateral menjadi kunci utama dari penyelesaian masalah Kashmir.

"Kalau di DK PBB, posisi Indonesia menekankan pentingnya kedua negara untuk saling menahan diri dan bisa menyelesaikan secara bilateral," kata Febrian.

Sebelumnya, Pemerintah Pakistan meminta Dewan Keamanan PBB untuk melakukan pertemuan yang membahas keputusan India dalam mencabut otonomi khusus Kashmir dan Jammu.

Permintaan itu disampaikan secara tertulis oleh Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi kepada DK.

"Pakistan tidak akan memprovokasi konflik. Tetapi India seharusnya tidak salah mengira diamnya kami sebagai kelemahan," kata Qureshi.

Dalam surat yang sama, Menlu Pakistan mengatakan akan memberikan tanggapan jika India menggunakan lagi kekuatannya. Hal itu ia sebut sebagai "pembelaan diri" yang akan mencurahkan "semua kemampuannya," lapor Al Jazeera.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Amnesty International Mengutuk Tindakan Keras India

Sementara itu, Amnesty International di India telah mengutuk keputusan Mahkamah Agung di New Delho yang mengizinkan negara itu melanjutkan tindakan keras keamanan dan pemadaman komunikasi di Kashmir.

Dalam siaran pers, organisasi HAM itu mengatakan penolakan pengadilan untuk mencabut pembatasan di Kashmir adalah "pukulan bagi rakyat Jammu dan Kashmir".

Amnesty juga menyatakan keprihatinan mendalam atas hak kebebasan bergerak dan berekspresi yang dimiliki oleh rakyat. Hal itu dibuktikan dengan adanya penahanan para pemimpin dan aktivis politik, serta "gangguan pers untuk secara bebas melaporkan perkembangan terkini dan bertindak sebagai jembatan untuk suara-suara dari daerah".

Amnesty memperingatkan bahwa "tindakan keras terhadap kebebasan sipil hanya akan meningkatkan ketegangan, mengasingkan rakyat dan meningkatkan risiko pelanggaran HAM lebih lanjut".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.