Sukses

Rayakan Idul Adha Hari Ini, Kashmir yang Bergolak Masih Diblokade India

Warga muslim di Kashmir yang dikelola India merayakan Idul Adha pada hari ini, Senin 12 Agustus 2019. Namun, perayaan diselenggarakan dengan segala keterbatasan.

Liputan6.com, Kashmir - Warga muslim di Kashmir yang dikelola India merayakan Idul Adha pada hari ini, Senin (12/8/2019). Namun, perayaan diselenggarakan dengan segala keterbatasan.

Aparat dan militer utusan pemerintah pusat dilaporkan masih memberlakukan pembatasan ruang gerak, akses, dan saluran komunikasi, menyusul potensi pergolakan massa setelah New Delhi mencabut status otonomi khusus wilayah itu pada Senin 5 Agustus 2019.

Kendati demikian, kepolisian lokal mengatakan bahwa "perayaan dan salat Idul Adha diselenggarakan dengan damai, diikuti oleh ribuan orang tanpa adanya protes dan kisruh," demikian seperti dikutip dari India Today.

Kata Orang Tua kepada Anaknya: Jangan Datang ke Kashmir

Di halaman kantor komisioner distrik di Srinagar, kota utama Kashmir yang dikelola India, penduduk mengitari sebuah meja dengan telepon di atasnya, berharap giliran mereka segera tiba.

Dengan terputusnya penggunaan komunikasi dan internet selama seminggu yang dikunci oleh pemerintah India, pihak berwenang mengizinkan penduduk setempat untuk menggunakan telepon umum yang disediakan untuk berbicara singkat dengan orang yang mereka cintai di luar negara bagian yang mayoritas Muslim.

Setelah beberapa kali mencoba, dialog akhirnya berhasil dilakukan oleh dua orang tua yang mencoba menghubungi putra mereka di Nepal --pada awalnya, ada teriakan, diikuti oleh tawa sebelum percakapan dimulai.

"Kami baik-baik saja. Ayahmu ada bersamaku. Jangan datang ke Kashmir," adalah beberapa kata pertama yang diucapkan oleh sang ibu, seperti dikutip dari Al Jazeera

Suaminya hampir secara langsung menyambar ponsel: "Jangan datang ke Kashmir, kami akan pergi ke Nepal untuk menemui Anda setelah Idul Adha."

Di tengah air mata, percakapan antara ibu dan putranya berlangsung sekitar satu menit, sebelum telepon diambil kembali oleh aparat agar bisa digunakan oleh orang tua yang menunggu lainnya.

"Saya baru berbicara dengannya setelah lima hari terputus kontak," kata sang ibu yang bekerja sebagai penjual selendang yang sering bepergian bolak-balik dari Nepal. "Kami semua khawatir akan keselamatannya," katanya kepada Al Jazeera, Jumat lalu.

Ketika ditanya mengapa mereka terus mengulangi agar putra mereka tidak melakukan perjalanan ke Kashmir, jawabannya sederhana: "Kami tidak ingin putra kami terbunuh."

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sekilas Pergolakan di Kashmir

Ketegangan pekan ini dipicu langkah New Delhi pada Senin 5 Agustus untuk mencabut Pasal 370 --hukum yang mengatur status otonomi khusus negara bagian Jammu & Kashmir.

Pencabutan diikuti dengan pembicaraan di parlemen untuk menurunkan status wilayah itu menjadi union territories di bawah administrasi pemerintah pusat --dengan level otonomi yang lebih rendah dari negara bagian.

Pasal itu memungkinkan Kashmir India, bernama resmi negara bagian Jammu dan Kashmir, memiliki konstitusinya sendiri, bendera yang terpisah dan kebebasan untuk membuat undang-undang. Sementara urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi tetap menjadi milik pemerintah pusat.

Itu juga memungkinkan Jammu & Kashmir membuat aturan sendiri terkait dengan tempat tinggal permanen, kepemilikan properti dan hak-hak dasar. Pasal itu juga bisa menjadi justifikasi untuk melarang orang India dari luar negara bagian membeli properti atau menetap di sana.

Banyak warga Kashmir percaya bahwa pencabutan regulasi akan mengubah karakter demografis wilayah mayoritas Muslim itu demi membuka pintu bagi warga mayoritas Hindu.

Setelah pencabutan Pasal 370, New Delhi dilaporkan menerapkan pembatasan akses komunikasi, ruang gerak, dan memberlakukan jam malam bagi masyarakat di sana. Ratusan politikus lokal juga diringkus oleh aparat India, mengindikasikan upaya untuk meredam pergolakan massa.

Ketegangan masih dilaporkan hingga pekan ini.

3 dari 3 halaman

Kata PM India: Ini Demi Kebaikan Bersama

Berpidato nasional di tengah eskalasi tensi, PM India Narendra Modi membela tindakan pemerintah, beralasan bahwa kebijakan teranyar akan "membawa era baru" bagi Jammu & Kashmir, demikian seperti dikutip dari the New York Times, Jumat (9/8/2019).

Modi juga mengisyaratkan, pemerintahannya akan menyiapkan paket kebijakan baru bagi Kashmir yang ditujukan demi "kebaikan bersama," demikian seperti dikutip dari India Today.

Sang perdana menteri menambahkan, mencabut status otonomi khusus Jammu & Kashmir, satu-satunya negara bagian mayoritas Muslim di India, dan mengubahnya menjadi wilayah yang dikendalikan secara federal akan membawa pemerintahan daerah yang lebih bersih, tidak korup, lebih aman, dan ekonomi lokal yang lebih kuat.

Dalam pidatonya di televisi, PM Modi menjanjikan perkembangan pesat dalam penciptaan lapangan kerja.

"Tak lama lagi, perekrutan akan segera dimulai untuk mengisi lowongan pekerjaan pemerintah yang akan menyediakan pekerjaan bagi kaum muda. Perusahaan sektor swasta dan publik akan didorong dan beasiswa akan diperluas untuk mendapatkan jumlah siswa maksimal," kata kepala pemerintahan India itu.

"Dalam beberapa bulan, efek tata kelola dan pembangunan yang baik mulai terlihat di lapangan; proyek irigasi dan listrik, konektivitas jalan dan kereta api, modernisasi bandara berkembang dengan cepat," klaim perdana menteri.

Ia juga menyatakan bahwa pencabutan Pasal 370 juga bisa meminimalisir "gerakan separatisme dan terorisme" di wilayah yang turut diperebutkan dengan negara tetangga, Pakistan.

"Saya memiliki keyakinan penuh; di bawah sistem baru ini kita semua akan dapat membebaskan Jammu & Kashmir dari terorisme dan separatisme," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.