Sukses

Debat Kandidat Capres Partai Demokrat, Joe Biden 'Diserang' Pesaingnya

Mantan Wakil Presiden Joe Biden bersitegang dengan para pesaingnya dalam debat kandidat presiden dari Partai Demokrat pada Rabu 31 Juli 2019 malam.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Presiden Joe Biden bersitegang dengan pesaingnya dalam debat kandidat presiden dari Partai Demokrat pada Rabu 31 Juli 2019 malam. Dalam debat yang membahas tentang perawatan kesehatan, imigrasi, kejahatan, dan ras, Biden mendapat sejumlah 'serangan' dari para pesaingnya.

Ketegangan terjadi ketika para penantangnya berusaha menjatuhkan Biden sebagai calon terkuat dari Partai Demokrat untuk jadi penantang Donald Trump dalam pemilu 2020.

"Saya mencalonkan diri sebagai presiden untuk memulihkan jiwa negara," ujar Biden dalam pembukaan debat kandidat Partai Demokrat malam kedua di panggung teater di pusat industri Midwest, Detroit, Michigan, seperti dilansir VOA, Kamis (1/8/2019).

Dalam debat, Joe Biden menilai rencana perawatan kesehatan yang ditawarkan Senator California, Kamala Harris 'membingungkan'. Harris yang berdiri di samping Biden langsung membalas, "Dia mungkin bingung karena dia belum membacanya."

Biden keberatan dengan variasi dari sistem perawatan kesehatan yang dikelola pemerintah yang disukai Harris dan beberapa pesaing Demokrat lainnya, alih-alih mendukung perbaikan dalam Undang-Undang Perawatan Terjangkau atau Obamacare, sistem perawatan kesehatan negara yang disetujui pada 2010 ketika ia menjabat sebagai wakil presiden dalam kepemimpinan Barack Obama.

Biden berpendapat rencana Harris akan menelan biaya $ 3 triliun. "Anda akan kehilangan asuransi berbasis perusahaan Anda, sistem yang sekarang mencakup 150 juta orang Amerika di tempat kerja mereka. Anda tidak dapat mengalahkan Presiden Trump dengan dua kali pembicaraan tentang rencana ini," kata Biden.

Harris berpendapat bahwa klaim Joe Biden pada proposal itu tidak akurat. Ia menambahkan, biaya untuk tidak melakukan apa-apa saat ini terlalu mahal. "Kita harus bertindak," tegas Harris.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Serangan Kedua

Berdiri di sisi yang berlawanan dari Biden, Senator Cory Booker, seorang mantan wali kota Afrika-Amerika di Newark, New Jersey, menyerang dukungan Biden pada 1994 untuk membuat undang-undang tentang kejahatan yang keras dan mengarah pada pemenjaraan terdakwa berkulit hitam yang tidak proporsional.

Biden baru-baru ini menawarkan rencana peradilan pidana baru, membalikkan ketentuan utama hukum, seperti mengakhiri hukuman yang lebih keras untuk kokain versus kokain bubuk. Tetapi Booker menyerangnya karena efek hukum yang tersisa, dengan berpendapat, "Rumah itu terbakar karena rencana Anda."

Biden merespons dengan menyerang kinerja Booker sebagai pemimpin Newark dalam menangani kejahatan yang merajalela dan departemen kepolisian yang bermasalah.

"Tidak ada yang dilakukannya selama delapan tahun saat menjadi wali kota untuk berurusan dengan kepolisian," bentak Biden.

Booker menjawab bahwa Biden berada di tanah yang goyah mengkritik kinerja masa lalu dari para saingannya karena kelemahan dalam catatannya sendiri sebagai senator dan wakil presiden.

"Bapak Wakil Presiden, Anda masuk ke dalam Kool-Aid dan Anda bahkan tidak tahu rasanya," ujar Booker.

 

3 dari 3 halaman

Serangan Ketiga

Wali Kota New York, Bill de Blasio, menyerang Biden berulang kali karena menolak mengatakan apakah ia telah berusaha untuk menasihati Obama untuk mengakhiri deportasi 3 juta migran tidak berdokumen, kebanyakan dari Amerika Tengah, yang telah melintasi perbatasan AS-Meksiko ketika Obama dan Biden berkuasa dari 2009 hingga 2017.

Biden menangkis serangan De Blasio, dengan mengatakan, "Saya merahasiakan rekomendasi saya."

Beberapa calon dari Partai Demokrat, termasuk mantan kepala perumahan AS Julian Castro, menyerukan diakhirinya tuntutan kriminal terhadap pelintas perbatasan migran, alih-alih menjadikannya hukuman sipil. Tetapi Biden menolak gagasan itu, dengan menyatakan, "Jika Anda mengatakan Anda bisa saja menyeberangi perbatasan, Anda harus dapat dikirim kembali ke negara asal para migran."

Dengan statusnya sebagai calon terdepan dalam jajak pendapat nasional, masih ada yang meragukan Biden terkait usianya yang sudah 76 apakah tidak terlalu tua untuk memimpin negara, meskipun Trump berusia 73 tahun. Dan apakah pemilih Demokrat menginginkan seorang kandidat dengan pandangan yang lebih progresif daripada yang moderat, serta sejumlah masalah Biden lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.