Sukses

Tak Bisa Atasi Sendiri Soal Kawin Pesanan China dengan Korban WNI, Ini Kiat Kemlu

Menanggapi kasus kawin pesanan ke China, Kementerian Luar Negeri RI mengatakan pihaknya tidak bisa bekerja sendiri. Ini penjelasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini kasus kawin pesanan China dengan korban WNI mengemuka. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) pada pertengahan Juli berhasil memulangkan dua terduga korban perdagangan manusia bermodus perjodohan.

Mereka menikahi pria Tiongkok dengan iming-iming sejumlah uang dan kebohongan bahwa sang suami merupakan orang kaya. Namun pada faktanya, para wanita itu justru mengalami penyiksaan dan kerja paksa tanpa diberikan upah.

Hingga bulan ini, menurut SBMI terdapat 26 kasus kawin pesanan tersebut. Sebanyak 14 orang berasal dari Kalimantan Barat, tujuh orang dari Jawa Barat, dua dari Tangerang, satu dari Jawa Timur, satu dari Jawa Tengah, dan satu lagi dari DKI Jakarta.

Sebanyak tujuh orang di antaranya telah berhasil dipulangkan oleh SBMI, selebihnya masih berada dalam proses penanganan.

Menanggapi kasus kawin pesanan ke China, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan tidak bisa bekerja sendiri.

"Kasus ini harus diselesaikan secara kolektif yang tidak hanya bertumpu dengan Kementerian Luar Negeri," kata Jubir Teuku Faizasyah dalam jumpa pers di Jakarta pada Jumat (26/7/2019).

"Sama dengan apa yang telah dilakukan Ibu Menlu dengan berangkat ke Pontianak memberikan pemahaman kepada semua pemangku kepentingan apakah itu pemerintah daerah, kepolisian, dinas-dinas yang ada di sana sehingga mereka bisa bersama-sama mengatasi hal ini," lanjut Faizasyah.

Menurutnya, kunjungan Menlu Retno Marsudi pada Kamis, 25 Juli 2019 ke Pontianak adalah upaya untuk membangun kesadaran terkait tindak perdagangan orang bermodus kawin pesanan.

"Karena kita di Kementerian luar negeri tidak bisa menyelesaikan masalah di luar tanpa kita menangani permasalahannya di hulu," papar sang Jubir.

Ia melanjutkan, dengan berkunjung ke Kalimantan Barat dan bertemu dengan semua pemangku kepentingan Ibu Menlu telah mendapat masukan dan menyampaikan pandangan pemerintah pusat atas hal-hal yang perlu dilakukan secara bersama-sama. Mengingat, diperlukan adanya penegakan hukum di tempat kejadian perkara yakni di Pontianak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tindak Lanjut Kunjungan Menlu Retno

Saat ditanya tindak lanjut dari kunjungan Menlu Retno ke Pontianak, Jubir Kemlu mengatakan selanjutnya akan berfokus dengan perwakilan RI di Beijing.

"Bagaimana kita bisa memfasilitasi mereka yang masih saat ini meminta bantuan kekonsuleran di Beijing. Nah itu yang sedang menjadi hal yang ditangani oleh perwakilan kita di Beijing saat ini," papar Faizasyah.

"Namun sekali lagi yang perlu ditekankan oleh Bu Menlu adalah ini sebuah isu yang bersifat komprehensif yang tidak bisa diselesaikan hanya di pangkal akhir permasalahan tapi juga harus dari awal. Dan mudah-mudahan dengan bertemunya ibu menlu dengan berbagai pemangku kepentingan di daerah, maka ada aksi bersama untuk menghindari apa yang disebut dengan kawin kontrak," tandasnya.

Adapun dalam konteks pemulangan para korban kawin pesanan dari China, menurut Faizasyah terdapat anggaran dana-dana sosial yang ada di masing-masing provinsi.

"Itu bisa dimanfaatkan untuk pemulangan mereka," kata sang jubir.

3 dari 3 halaman

Menlu Akan Putus Mata Rantai Kawin Pesanan

Untuk diketahui, Menlu Retno Marsudi telah melakukan kunjungan ke Pontianak pada Kamis, 25 Juli 2019. Menlu mengadakan rapat koordinasi dengan Gubernur dan Kapolda Kalimantan Barat, Wali Kota Singkawang, serta Bupati Sambas beserta jajarannya. Menlu secara khusus membahas upaya pencegahan kasus kawin pesanan, seperti keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri RI.

Kasus kawin pesanan kerap terjadi antara perempuan Indonesia yang menikah dengan pria, yang dalam kasus ini berasal dari Tiongkok. Hal itu dilakukan melalui peran agen perjodohan. Hal ini bukan merupakan permasalahan rumah tangga biasa, namun terindikasi sebagai tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007.

Pemerintah Indonesia, termasuk melalui Kementerian Luar Negeri dan perwakilannya di Tiongkok, terus berupaya untuk memulangkan para WNI korban perdagangan orang tersebut. Dalam periode Januari hingga Juli 2019, terdapat 32 kasus pengantin pesanan yang ditangani menurut sumber Kementerian Luar Negeri.

"Kompleksitas kasus pengantin pesanan memerlukan penanganan yang komprehensif, sangat penting memutus mata rantai kasus pengantin pesanan melalui koordinasi pusat dan daerah—hulu dan hilir," Menlu Retno menekankan dalam pertemuanyan dengan jajaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini