Sukses

Protes Massa Terbesar di Puerto Rico Desak Gubernur Lengser

Puluhan ribu orang telah turun ke jalan-jalan di Puerto Rico untuk menuntut pengunduran diri Gubernur Ricardo Rossello.

Liputan6.com, San Juan - Puluhan ribu orang telah turun ke jalan-jalan di Puerto Rico untuk menuntut pengunduran diri Gubernur Ricardo Rossello yang tengah menjadi sasaran kritik publik.

Protes hari Senin 22 Juli 2019 waktu lokal disebut sebagai yang terbesar dalam sejarah teritori non-negara bagian Amerika Serikat itu.

Demo terjadi sehari setelah Rossello menolak untuk mundur usai terseret dalam pusaran skandal pesan teks daring tak senonoh dengan para stafnya.

Teks-teks termasuk penghinaan homofobia, seksis, serta penghinaan tentang korban Badai Maria Puerto Rico yang mematikan pada tahun 2017, demikian seperti dikutip dari BBC, Selasa (23/7/2019).

Sang gubernur Puerto Rico sejatinya akan otomatis mundur saat masa jabatannya habis tahun depan. Namun massa yang marah mendesaknya lengser segera.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Massa Memadati Jalan-Jalan Utama

Rekaman awal pada Senin pagi menunjukkan kereta yang penuh sesak menuju ke ibukota, dan barisan panjang pengunjuk rasa bersiap untuk berbaris di tengah panasnya cuaca Karibia.

Beberapa pengunjuk rasa terlihat menghalangi jalan raya sambil meneriakkan "Ricky mengundurkan diri". Tagar #RickyRenuncia ("Ricky mengundurkan diri") dan #ParoNacional (protes nasional) keduanya tren di Twitter.

Para ahli memperkirakan kuantitas kerumunan akan melampaui protes terbesar dalam sejarah pulau itu 15 tahun lalu, ketika Puerto Rico berhasil mengajukan petisi kepada militer AS untuk mengakhiri misi pelatihan di pulau Vieques.

3 dari 4 halaman

Pesan Teks yang Menjadi Pemantik

Obrolan, yang jika ditotal setebal 880 halaman, merupakan pertukaran antara sang gubernur dan 11 staf atau asisten yang semuanya laki-laki. Pesan itu bocor pada 13 Juli 2019 dan telah menyebabkan protes selama berhari-hari di luar rumah gubernur di San Juan.

Beberapa teks mengejek para korban Badai Maria, bencana yang menghancurkan pulau itu pada tahun 2017, dan telah menyebabkan lebih dari 4.000 kematian.

Dalam satu contoh, Rossello mengkritik mantan pembicara Dewan Kota New York, Melissa Mark-Viverito, mengatakan orang harus "memukuli pelacur itu".

Penyanyi Ricky Martin juga menjadi objek komentar homofobik dalam pesan-pesan itu.

4 dari 4 halaman

Bermanifestasi Sebagai Kritik Atas Pemerintah

Demo juga bermaifestasi menjadi bentuk kekecawaan publik atas kegagalan kepemimpinan Rossello. Mereka menuduh sang gubernur gagal membangun kembali wilayah itu, yang hancur akibat badai dua tahun lalu.

Ditanya tentang masalah ini, Presiden AS Donald Trump berpihak kepada publik. Ia mengatakan Rossello adalah "gubernur yang mengerikan".

"Ada kepemimpinan yang benar-benar tidak kompeten di puncak Puerto Rico," katanya kepada wartawan di Gedung Putih. "Kepemimpinannya korup dan tidak kompeten."

Krisis politik pulau itu juga telah menjadi berita utama di seluruh daratan AS.

Dewan editorial New York Times menulis bahwa "kebodohan dan sikap mementingkan diri sendiri" yang diekspos oleh pesan-pesan tersebut menjadi tekanan yang terlalu tinggi bagi pulau yang telah lama menderita, secara efektif "menabur garam ke dalam luka yang sudah lama bernanah".

"Orang-orang Puerto Rico tidak menggunakan pertikaian politik kecil," tulis New York Times. "Wilayah mereka sedang berjuang di bawah beban korupsi pemerintah, ketidakmampuan dan ketidakpedulian. Setelah gagal oleh para pemimpin mereka di setiap tingkatan, mereka tidak sabar. Mereka pantas mendapatkan yang lebih baik."

Demonstrasi Puerto Rico Juli 2019, disebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah teritori Amerika Serikat itu. Massa mendesak Gubernur Ricardo Rossello untuk mundur. (Carlos Giusti / AP PHOTO)

Demikian pula, dewan editorial untuk Washington Post, yang mengatakan bahwa sementara Puerto Rico mungkin menyadari bahwa daratan memperlakukan mereka "seperti warga kelas dua", pesan tersebut adalah bukti bahwa pemerintah daerah mereka juga menganggap mereka dengan jijik.

Dan masalah pulau berjalan jauh lebih dalam daripada skandal Rossello, tulis Post.

"Jelas bahwa masalah pulau itu tidak akan diselesaikan hanya dengan kepergiannya. Diperlukan reformasi yang serius dan sistematis."

Memang, beberapa outlet menggambarkan skandal itu sebagai konsekuensi dari kegagalan mendasar di antara kelas politik Puerto Rico.

"Anda mungkin berpikir protes yang meletus di Puerto Rico adalah tentang skandal SMS pemerintah," lapor CNN. "Tapi masalahnya berjalan lebih dalam."

Dua pekan terakhir "hanyalah puncak dari krisis politik terburuk dalam sejarah Puerto Rico modern", seorang jurnalis untuk NBC menulis .

"Semua disfungsi ini adalah produk dari kelas politik yang korup (kebanyakan berkulit putih) yang telah memerintah pulau itu selama beberapa dekade."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.