Sukses

5 Larangan Penggunaan Plastik di Dunia, dari Popok hingga Korek Kuping

Untuk mengurangi masalah polusi plastik, banyak negara di dunia mulai menerapkan larangan akan produk-produk tertentu.

Jakarta - Sampah plastik ditemukan dalam perut belasan rusa yang mati di Nara, Jepang. Di Indonesia, sejumlah sampah plastik berupa pembungkus permen hingga sendok plastik juga ditemukan dari dalam perut seekor ikan yang dibeli warga dari nelayan di pasar.

Untuk mengurangi masalah polusi plastik, banyak negara di dunia mulai menerapkan larangan akan produk-produk tertentu. Larangan tersebut tidak hanya dapat membantu mencegah masuknya plastik ke ekosistem laut, namun juga menjadi jawaban atas mitos bahwa manusi bisa lari dari masalah tersebut.

Dari 8,3 miliar ton plastik yang di produksi antara tahun 1950 dan 2015, hanya sembilan persen dari jumlah tersebut yang berhasil didaur ulang. Kebanyakan produk plastik yang diproduksi sebenarnya tidak bisa didaur ulang. 

Dikutip dari DW, Senin (15/7/2019), berikut ini sejumlah larangan penggunaan plastik terbaik di dunia untuk menanggulangi masalah limbah plastik:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Vanatu Larang Plastik hingga Popok

Vanuatu, sebuah negara pulau Pasifik sudah mulai merasakan dampak dari krisis iklim yang disebabkan naiknya air laut. Selain itu, mereka juga merasa terbebani dengan masalah limbah plastik.

Pada Juli 2018 Vanuatu telah menerapkan larangan keras terhadap kantong plastik, sedotan, dan kemasan polyestrene. Tahun ini mereka memperluas cakupan larangan tersebut, yakni termasuk piring plastik, gelas, stirrer dan kemasan makanan.

Negara kepulauan ini juga sekarang menerapkan larangan atas popok, yang boleh jadi belum pernah diterapkan di mana-mana.

Popok sekali pakai terbuat dari kombinasi plastik dan bubur kayu yang kemudian dapat bertahan di tempat pembuangan akhir selama beberapa ratus tahun. "Vanuatu menjaga masa depannya. Cepat atau lambat plastik akan berujung di perairan dan berakhir juga di rantai makanan," ujar Mike Mauvakalo, anggota Departemen Luar Negeri setelah pengumuman mengenai larangan tersebut dikemukakan pada Juni lalu.

Mengingat bahwa lahan pembuangan sampah berkurang, orangtua dipaksa untuk menggunakan popok kain yang bisa dicuci kembali, seperti di masa lalu. 

3 dari 6 halaman

Bye Bye Plastic Bags di Bali

Bye Bye Plastic Bags adalah sebuah organisasi yang didirikan kakak-beradik remaja Melati dan Isabel Wijsen pada tahun 2013 yang membantu dalam melobi pihak berwenang di Bali untuk mengeluarkan larangan terhadap pemakaian plastik sekali pakai bulan ini. Peraturan baru tersebut disambut oleh para pemuda pendukung gerakan bebas plastik lokal yang menyaksikan bagaimana pantai mereka yang indah tercemar oleh sampah plastik.

Melati mendeskripsikan situasi tersebut sebagai "Surga yang hilang. Bali: Pulau yang dipenuhi sampah" dalam ceritanya pada acara acara TED Talk.

"Pasar swalayan dan rumah makan di Bali sudah mulai berubah dengan penggunaan kemasan tradisional," ungkap Bye Bye Plastic Bags setelah larangan tersebut diimplementasikan. "Apakah kalian sudah melihat bungkus daun pisang yang sekarang digunakan?" 

Peraturan tersebut akan diimplementasikan melalui pedesaan lokal dan hukum adat, serta membentuk Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk menanggulangi limbah plastik maritim agar mengurangi plastik di lautan sampai 70% di tahun 2025. 

4 dari 6 halaman

Tanzania Denda Pengguna Plastik

Tanzania menjadi negara berikutnya di antara negara-negara Afrika setelah Kenya, Rwanda, Uganda, Sudan Selatan dan Tunisia, yang mengimplementasikan larangan penggunaan plastik sekali pakai dan menghukum pencemar individual. Larangan baru tersebut tergolong keras, seperti milik negara-negara tetangga lainnya, di mana para penjual dan produsen plastik bisa menghadapi hukuman sampai dua tahun penjara atau denda sebesar 357.000 euro.

Sedangkan orang-orang yang menggunakan plastik mendapatkan denda yang lebih ringan.

Upaya pengurangan penggunaan plastik yang tidak bisa diurai tidak hanya berlaku dalam tahap produksi, impor, perdagangan dan penggunaan segala bentuk plastik sekali pakai. Wisatawan juga diminta untuk menyerahkan kantong plastik serupa sebelum mereka memasuki negara yang terkenal dengan obyek wisatanya, gunung Kilimanjaro.

"Kami senang," tutur direktur WWF Tanzania setelah larangan tersebut diterapkan. "Butuh waktu lebih dari 100 tahun agar sebuah plastik bisa terurai."

 

5 dari 6 halaman

Larangan Plastik Sekali Pakai di Uni Eropa

Merujuk kepada hasil suara di parlemen Eropa pada Maret lalu, peralatan makan, gelas, piring plastik dan korek kuping masuk ke dalam kategori produk-produk plastik sekali pakai yang dilarang. Larangan tersebut dilandasi peraturan Uni Eropa mengenai plastik sekali pakai dan memiliki tujuan untuk mengatasi masalah limbah laut yang disebabkan 10 produk plastik yang sering ditemukan di pantai-pantai Eropa.

Implementasi larangan ini dimulai pada 2021. 

Berdasarkan data World Wide Fund for Nature (WWF) ada 570,000 ton sampah plastik yang mendarat di Laut Tengah setiap tahun. Hal tersebut juga setara dengan membuang 33.800 botol plastik ke dalam laut setiap menitnya.

Meski larangan tersebut tidak mencakup kantong dan botol plastik, Uni Eropa mengatakan, mereka akan mengatasi isu seputar botol plastik secara terpisah dan bemaksud untuk mengumpulkan dan mendaur ulang 90% botol plastik selama 10 tahun ke depan.

 

6 dari 6 halaman

Kanada Larang Botol dan Kantong Plastik

Perdana menteri Kanada, Justin Trudeau mengatakan, keputusannya atas larangan penggunaan plastik sekali pakai mulai Juli ini terinspirasi langsung oleh parlemen Uni Eropa. Larangan tersebut akan berlaku mulai tahun 2021 dan memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan larangan Uni Eropa, yaitu termasuk larangan atas kantong belanja dan botol air.

Kanada menaksir konsumsi kantong plastik mereka mencapai 15 miliar per tahun dan 57 juta sedotan plastik setiap harinya, namun kurang dari sepuluh persen konsumsi plastik tersebut telah didaur ulang. 

Trudeau menaruh fokus kepada limbah plastik yang terdapat di garis kepantaian Kanada, yang membentang sekitar 202.000 kilometer dan terpanjang di dunia. "Tidak mudah untuk menjelaskan hal ini kepada anak-anak saya. Bagaimana saya bisa menjelaskan tentang ikan paus di berbagai pantai di dunia yang mati karena perutnya dipenuhi oleh kantong plastik?" tutur Trudeau.

Ia menambahkan, plastik dapat ditemukan di titik terdalam Samudera Pasifik. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.