Sukses

Iran: Tak Ada Negosiasi yang Lebih Baik dari Kesepakatan Nuklir 2015

Iran memperingatkan kepada negara-negara dunia bahwa mereka tidak bisa menegosiasikan perjanjian yang lebih baik dari kesepakatan tahun 2015.

Liputan6.com, Teheran - Krisis nuklir Iran menemui puncaknya pada Senin 8 Juli 2019, saat Teheran mengultimatum akan memperkaya uranium melampaui batas pakta internasional: di atas 4,5 persen. Hal itu menuai kecaman keras dari sejumlah negara Eropa, tak lain adalah para pihak yang masih berada di bawah kesepakatan.

Mereka yang meradang adalah Inggris, Prancis, dan Jerman; mendorong Teheran segera menghentikan langkahnya.

Menanggapi kecaman itu, Iran memperingatkan kepada negara-negara dunia bahwa mereka tidak bisa menegosiasikan perjanjian yang lebih baik dari kesepakatan tahun 2015, yang dikenal sebagai JCPOA.

Kesepakatan nuklir yang dimaksud memberikan pengurangan sanksi ekonomi bagi Iran, dengan syarat Teheran harus mengurangi pengayaan uranium. Perjanjian itu telah ditandatangani oleh enam negara besar dunia: China, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman, dan AS; dengan Washington memutuskan hengkang pada tahun lalu.

Sementara dari pihak AS, perjanjian nuklir 2015 hanya menunda Iran untuk memperoleh senjata nuklir sekitar "satu dekade" lagi, dan memberikan miliaran bantuan ekonomi. Padahal bantuan itu, menurut Wakil Presiden Mike Pence, bisa digunakan Iran untuk melancarkan serangan "teroris" lapor Al Jazeera dikutip Selasa (8/7/2019).

AS "tidak akan pernah mengizinkan Iran memperoleh senjata nuklir", Pence mengatakan kepada organisasi Kristen pro-Israel di negaranya pada hari Senin.

Teheran mengancam pada hari Senin untuk memulai kembali sentrifugal yang dinonaktifkan dan meningkatkan pengayaan uranium menjadi 20 persen kemurnian.

Mike Pence: Iran Harus Memilih

Wakil Presiden AS Mike Pence menambahkan, Iran harus memilih antara memenuhi kebutuhan rakyatnya atau "terus mendanai proksi yang menyebar kekerasan dan terorisme ke seluruh wilayah, serta menghembuskan kebencian terhadap Israel."

Dalam kesempatan yang sama Pence juga menuduh, Teheran telah meningkatkan aktivitas "memfitnah dan kekerasan" di Timur Tengah, selama beberapa bulan terakhir.

Ketegangan di kawasan itu meningkat dalam beberapa pekan terakhir setelah tanker minyak diserang di dekat Selat Hormuz dan Iran menjatuhkan pesawat pengintai militer AS tanpa awak.

Saat ini, AS telah mengirim ribuan tentara, kapal induk, alat pengebom B-52 berkemampuan nuklir, dan jet tempur canggih ke Timur Tengah.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

China: Semua Salah Amerika

China tidak tinggal diam soal pengayaan nuklir Iran yang melampaui batas pakta internasional. Alih-alih mengecam Teheran, Tiongkok justru menyalahkan Amerika Serikat.

Senin 8 Juli 2019, Negeri Tirai Bambu mengatakan "intimidasi" yang dilakukan AS adalah penyebab di balik meningkatnya krisis nuklir Iran.

"Fakta menunjukkan bahwa intimidasi sepihak telah menjadi tumor yang semakin memburuk," kata juru bicara kementerian luar negeri China, Geng Shuang pada konferensi pers di Beijing, lapor AFP dikutip dari Channel News Asia.

"Tekanan maksimum yang diberikan AS kepada Iran adalah akar penyebab krisis" lanjutnya.

Meski menyalahkan AS, Geng mengatakan China juga menyatakan "penyesalan" atas keputusan Teheran.

Sebagaimana diketahui, Iran dan enam negara besar dunia pernah mencapai kesepakatan. Teheran setuju mengurangi program nuklir dengan imbalan pengurangan sanksi ekonomi. Keenam negara tersebut adalah Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia, dan AS.

Sayang, AS pada tahun lalu memutuskan hengkang dari kesepakatan. Washington kembali menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran pada Agustus 2018, termasuk menargetkan sektor minyak dan sistem perbankan.

Iran konstan memberikan ancaman. Puncaknya pada Minggu 7 Juli 2019, Teherean mengatakan akan meninggalkan lebih banyak komitmen perjanjian nuklir 2015, hingga ada solusi yang ditemukan denganpihak-pihak yang tersisa dalam kesepakatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.