Sukses

HEADLINE: Gempa Kembar California, Pertanda Datangnya Malapetaka 'The Big One'?

The Big One adalah sebuah prediksi 'melegenda' sejak ratusan tahun tentang gempa dahsyat di sesar San Andreas, California. Akankah terjadi dalam waktu dekat?

Liputan6.com, Jakarta - Tepat setelah gempa dengan magnitudo 6,4 mengguncang California Selatan pada 4 Juli 2019 waktu setempat, pembuat film bernama Ava DuVernay, mengunggah postingan di Twitter. Seumur hidup tinggal di Los Angeles, menurutnya, itu adalah lindu terpanjang yang pernah ia rasakan.

"Sangat lama," tulis DuVernay. "Awalnya saya berpikir, 'Apakah ini The Big One'?"

The Big One merujuk pada gempa besar yang diprediksi bisa terjadi di sesar San Andreas. 

Sesar San Andreas adalah patahan geser yang memiliki panjang 1.300 km. Patahan ini membentuk batas tektonik antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara. Sudah lama, sejak ratusan lalu, sesar itu menjadi momok bagi warga California.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa patahan ini sanggup melepas energi guncangan gempa dengan kekuatan lebih dari magnitudo 8. Namun, kapan itu terjadi, tak ada yang tahu. 

Selisih sehari, gempa lebih besar terjadi. Kekuatannya mencapai magnitudo 7,1. Episentrum atau pusat gempa berada sekitar 100 km dari kota berjuluk 'the City of Angels'.

Lindu yang mengguncang bikin panik warga California. Gempa merusak sejumlah bangunan, memicu kebakaran, membelah jalanan aspal, menghentikan pertandingan NBA, dan bikin presenter berita panik bukan kepalang di tengah siaran langsung. 

Peristiwa kali itu sungguh tak biasa. Seperti yang ditunjukkan jaringan ratusan seismometer USArray, yang didanai National Science Foundation, data gelombang seismik gempa di California terlihat luar biasa. 

"Rekaman ini memberikan demonstrasi visual dari getaran-getaran yang seringkali tidak terdeteksi," ujar IRIS, sebuah kelompok penelitian yang mempelajari peristiwa seismologis dan mencatat data USArray, mengatakan di laman resminya. "Visualisasi menggambarkan bagaimana gelombang seismik merambat."

Di bawah ini merupakan ilustrasi gempa magnitudo 6,4 pada 4 Juli 2019.

Sementara, di bawah ini merupakan ilustrasi gempa magnitudo 7,1 pada 5 Juli 2019.

"Animasi ini, yang disebut Ground Motion Visualization (GMV), menunjukkan gerakan tanah seperti yang terdeteksi pada seismometer USArray," kata IRIS. "Setiap titik adalah stasiun seismik. Ketika tanah bergerak naik, warnanya berubah merah dan ketika bergerak turun, warnanya berubah biru."

Setelah gelombang gempa cukup jauh dari lokasi di mana gempa terjadi, mereka tidak lagi dapat dirasakan oleh orang-orang, tetapi mereka masih dapat dideteksi oleh instrumen seismik yang sensitif. 

"Itulah yang ditunjukkan oleh animasi ini, gelombang-gelombang dari gempa bumi California yang merambat di dalam dan sepanjang permukaan Bumi."

Infografis Gempa California, Amerika Serikat (Liputan6.com/Triyasnni)

'Namun, kedua 'gempa kembar' yang mengguncang California bukanlah 'the Big One'.  Tak ada kaitannya dengan prediksi yang melegenda sejak ratusan tahun tentang lindu dahsyat yang bisa terjadi di sesar San Andreas.

Beruntung, lindu pekan lalu tak menyebabkan korban jiwa, bahkan korban luka serius, demikian menurut otoritas lokal, seperti dilansir surat kabar The Los Angeles Times.

"Atas karunia Tuhan, tidak ada korban jiwa, hanya luka ringan," kata Jed McLaughlin, kepala polisi Ridgecrest. Hal itu, menurut dia, luar biasa. "Mengingat dua gempa besar yang kami alami."

Namun, gempa memicu beberapa kebocoran gas dan empat kebakaran, terutama di Ridgecrest yang dekat dengan episentrum lindu. Guncangan menghancurkan beberapa rumah dan mobil, serta menyebabkan cedera ringan pada sejumlah orang.

"Kami sangat beruntung. Sebab, hal lebih buruk bisa saja terjadi," kata Mark Ghilarducci, direktur Kantor Layanan Darurat Gubernur California.

Meski demikian, bayang-bayang gempa katastropik di sesar San Andreas, yang tak jauh dari sumber 'lindu kembar' masih ada. 

Sejumlah ilmuwan Amerika Serikat memperingatkan, dua gempa besar yang terjadi tidak kemudian memperlambat atau mengurangi potensi hadirnya the Big One, demikian seperti dilansir CNN, Senin (8/7/2019).

Rachel Higgins, seorang mahasiswa pascasarjana di Diamond Bar, California, mengatakan, semua orang di The Golden State (julukan California) pernah mendengar soal 'the Big One'.

"Ini bagian dari legenda California," kata dia. Namun, Higgins mengaku belum siap menghadapi gempa dahsyat yang diprediksi bisa memicu malapetaka bagi wilayah itu. 

Memang, prediksi para ilmuwan soal sesar San Andreas mungkin baru terwujud dalam waktu lama. "Namun, dalam pikiranku, seakan-akan lebih mendesak."

Gempa kembar beberapa hari lalu jadi semacam peringatan soal kekuatan merusak yang tersembunyi di bawah California. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Peringatan Datangnya Malapetaka?

Jason Corona mengelola sebuah restoran di Ridgecrest, California, sebuah kota Gurun Mojave sekitar 125 mil timur laut Los Angeles.

Ia tahu, gempa adalah lumrah di lokasi tempat tinggalnya. Sudah biasa. 

Tetapi Corona tak mengira, pekan lalu, dua lindu mengguncang dengan kencang. Dalam kekuatan yang pernah ia bayangkan.

Tak pula disangka, episentrum lindu bermagnitudo 6,4, pada 4 Juli dan 7,1 pada 5 Juli 2019 hanya berjarak belasan kilometer dari kotanya. 

"Adrenalinku terpacu terus-menerus," kata Corona kepada CNN, menjelaskan apa yang ia rasakan saat gempa pekan lalu.

Sejumlah aftershock (gempa bermagnitudo lebih kecil yang menyusul usai lindu utama) setelahnya membuat Corona khawatir bukan main. Ia tak bisa tidur, membayangkan 'the Big One' mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat.

"Kami tidak pernah tahu apakah (gempa) besar ini akan diikuti (gempa) yang lebih dahsyat berikutnya."

Saat fajar menyingsing, Corona dan warga Ridgecrest menyadari  bahwa kota kecil mereka yang berada di kawasan Pegunungan Sierra Nevada sudah jadi sorotan media lokal dan internasional.

"Gempa pada 4 Juli tidak akan menunda datangnya the Big One," the New York Times menulis dalam artikelnya, mengingatkan bahwa lindu di sesar San Andreas bisa saja terjadi kapan saja, di kisaran waktu sesuai prediksi. 

Sementara media ternama, Los Angeles Times dalam berita utamanya menyebut,  "(gempa pekan lalu) merupakan sebuah pengingat bahwa the Big One mengintai," surat kabar itu menulis.

Jauh sebelum gempa kembar terjadi pekan lalu, sejumlah pihak rajin mengingatkan nahwa gempa dahsyat bisa mengancam California dalam waktu relatif dekat. 

Awal tahun ini, KPCC, sebuah stasiun radio publik di California selatan, merilis podcast berjudul "The Big One: Your Survival Guide," yang bertujuan melatih warga California untuk bersiap menghadapi gempa yang berpotensi menghancurkan.

Namun, tak ada yang peduli. Ancaman itu dianggap masih jauh. "Hingga akhirnya gempa besar terjadi dan mendadak semua peringatan itu kembali terngiang," Albert Adi, seorang pemilik usaha kecil yang tinggal di California Selatan sejak 1980.

Ia pun mengaku melakukan persiapan. "Semua orang bertanya-tanya, 'Apakah (gempa akhir pekan lalu) adalah sinyal datangnya 'the Big One', " dia menambahkan. Namun. "hanya Tuhan yang tahu."

3 dari 5 halaman

Riwayat Gempa di Patahan San Andreas

Patahan atau sesar San Andreas memiliki panjang 1.300 km, membentuk batas tektonik antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara. Ia membentang bak bekas luka hingga ke California Selatan.

Zona sesar bukan satu garis tunggal, tetapi sistem yang menggaris di seluruh California, termasuk daerah padat penduduk seperti Los Angeles dan San Bernardino County.

Garis-garis sesar terjadi ketika batu-batu di dua sisi mendorong atau meluncur melewati satu sama lain, menggeser kerak bumi.

Meskipun gerakan ini biasanya tidak terlihat dengan mata telanjang, batu terus mendorong tetapi terjebak di tepi satu sama lain. Tekanan menumpuk hingga menimbulkan friksi, menciptakan pelepasan energi yang tiba-tiba yang mengirimkan gelombang seismik melalui tanah, yang disebut gempa.

Sesar tersebut dianggap sebagai salah satu patahan paling berbahaya, dan bertanggung jawab atas sejumlah lindu besar dalam sejarah. Termasuk, gempa bermagnitudo 7,8 dengan episentrum di San Fransisco pada 18 April 1906 yang menewaskan 3.000 orang dan memicu kebakaran hebat.

Juga lindu bermagnitudo 7,2 yang berepisentrum di Baja, California pada Minggu 4 April 2010. Setidaknya dua orang tewas dan 100 orang terluka dalam musibah itu.

Kedua bencana itu menjadi inspirasi dalam film Hollywood berjudul 'San Andreas' yang rilis pada 2015. Dikisahkan, aktivitas seismik memicu California Selatan diguncang gempa dengan magnitudo 9,1 dan disusul dengan lindu yang lebih besar dengan magnitudo 9,6 yang menguncang California Utara.

Ahli gempa Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Susan Hough mengatakan, meski plot dalam film tersebut tak masuk akal dan cenderung fiktif, namun, kata dia, penyebabnya didasari pada fakta, ujarnya dalam sebuah artikel CBS News pada 2015 lalu.

"San Andreas pasti akan kembali bangun. Tanpa peringatan," jelas Hough.

"Dalam beberapa hal, kita memang menghadapi potensi gempa besar," kata dia.

Pada 2008, USGS memimpin tim yang terdiri dari 300 ilmuwan untuk merinci apa yang terjadi jika gempa bermagnitudo 7,8 terjadi di selatan San Andreas. Sebagai salah satu langkah antisipasi.

Dari penelitian tersebut diketahui, tak butuh gempa bermagnitudo 9 untuk memicu malapetaka. Para peneliti mengkalkulasi lindu bermagnitudo 7,8 bisa menyebabkan 1.800 orang tewas dan melukai 50 ribu lainnya. Ratusan bangunan tua diperkirakan rubuh, pun dengan bangunan pencakar langit.

Model komputer menunjukkan, San Andreas bisa memicu gempa hingga bermagnitudo 8,3. Namun, tak lebih dari itu. Dan, itu hanya sebatas model.

Meski riset berkenaan gempa telah dilakukan secara berabad-abad, bagaimana memprediksi lindu masih belum dipahami. Gempa masih dan tetap menjadi bencana alam yang sulit untuk diramalkan.

Tetapi seusai lebih dari 100 tahun tanpa aktivitas seismik besar di sepanjang Sesar San Bernardino adalah sebuah anomali, kata para ahli geologi, dan bisa menandakan gempa besar di sepanjang patahan yang terkenal itu.

Kini, sejak gempa pekan lalu, masihkah the Big One dianggap momok? Dan, akankah lindu dahsyat mengguncang dalam waktu dekat?

4 dari 5 halaman

Ancaman yang Nyata, tapi...

Banyak penduduk, seperti Steve Rios dari Riverside, California, sudah familiar soal kabar ancaman the Big One. 

"Karena Sesar San Andreas ada di sini," katanya, seperti dikutip dari CNN.

"Kami berdiri di dua (sisi) garis patahan yang berbeda," katanya. "Rasanya agak menakutkan."

Tapi, gempa pekan lalu tak ada kaitannya San Andreas. Sebab, episentrumnya berada di utaranya, di sesar Owens Vallet dekat Kota Ridgecrest, demikian menurut Dr Lucy Jones, seismolog dari California Institute of Technology (Caltech), mengatakan kepada wartawan Kamis 4 Juli lalu.

Para ilmuwan memprediksi, gempa susulan masih mungkin mengguncang California Selatan. dengan kekuatan lebih kecil. Peluang terjadinya lindu dengan magnitudo 7 atau lebih pekan ini adalah 11 persen.

Sementara, kemungkinan terjadinya lindu yang melampaui magnitudo 7,1 sekitar 8-9 persen. 

"Ada peluang 1 di banding 10 persen kita bisa mengalami gempa magnitudo 7 dalam rangkaian lindu ini," kata dia. 

Kemungkinan guncangan bermagnitudo 6 atau lebih besar di Owens Valley. Peluangnya 50:50. 

Sementara, gempa dengan magnitudo 5 atau lebih dipastikan akan terjadi. 

Terkait prediksi bencana katastropik yang dipicu aktivitas sesar San Andreas, Dr Lucy Jones mengatakan, hal itu bukan tak mungkin terjadi. 

Dia mengatakan, peluang terjadinya Big One tiap tahunnya adalah 2 persen atau 1:20.000 setiap hari. Bisa dibilang, kemungkinanya kecil.

Namun, dia mengingatkan, warga harus tetap waspada menghadapi kemungkinan gempa besar yang dipicu aktivitas sesar San Andreas.

Menurut USGS, momentum 'the Big One' kemungkinan akan didahului oleh periode peningkatan aktivitas seismik selama beberapa tahun.

Sementara, menurut Jones, selama dua dekade terakhir California Selatan telah mengalami "periode yang sangat tenang" soal aktivitas seismik.

Namun, ke depan, kemungkinan itu harus dipikirkan secara lebih serius. Soal mitigasi bencana. 

Seismolog USGS lainnya, Susan Hough mengatakan kepada afiliasi CNN, KTLA bahwa gempa bumi pekan lalu tidak akan memicu 'the Big One' dalam waktu dekat. 

Meskipun sulit untuk memprediksi kapan tepatnya gempa akan terjadi atau berapa besar kekuatannya, para peneliti mendorong warga dan pejabat setempat untuk bersiap sedari dini.

Salah satunya adalah dengan memperkuat struktur bangunan atau fasilitas umum, agar lebih tahan gempa sebelum the Big One akhirnya terjadi. 

Kata Ilmuwan LIPI

California adalah daerah yang padat sesar, setidaknya ada 3 sesar besar. Jadi, wajar saja di sana banyak sekali gempa.

"Hanya yang dikhawatirkan sebenarnya kan kemunculan The Big One. Tapi yang terjadi kemarin, 6,4 dan 7,1, bukan The Big One, sebab "yang ditunggu" ini adalah gempa yang dipicu oleh sesar San Andreas. Jadi itu adalah gempa dari sistem sesar yang berbeda, posisinya ada di utara, di Ridgecrest," kata Eko Yulianto, Kapuslit Geoteknologi LIPI kepada Liputan6.com melalui telepon, Senin (8/7/2019).

"Apa yang dikhawatirkan oleh para ahli dan banyak orang adalah gempa yang diam begitu lama, terutama yang di sisi selatan, karena kalau yang di utara (meskipun sudah lama, pernah terjadi pada tahun 1906, dengan magnitudo 7,9) tapi sebenarnya dua sistem ini berbeda. "Yang ditunggu-tunggu" adalah yang di sebelah selatan dari sistem sesar San Andreas. Ini yang disebut The Big One."

"Sehingga oleh beberapa ahli yang meneliti sesar itu di sana, dikatakan kejadian pada tanggal 4 dan 5 Juli tidak memperbesar peluang terjadinya The Big One, tapi juga tidak memperkecil pula. Peluang munculnya gempa besar tetap akan ada, yang mereka hitung peluangnya setiap tahun sekitar 2 persen."

"Selain itu, para ahli pun mengkhawatirkan... Karena yang erjadi pada 1918, gempanya ngumpul. Jadi yang dikhawatirkan bukan periode gempa yang sifatnya tunggal, satu gempa terjadi pada satu waktu dan terulang lagi, tapi satu periode gempa yang terjadi dengan skala yang relatif besar, bergantian, kemudian berhenti."

"Kemudian para ahli menduga bahwa kalau modelnya bukan gempa tunggal, maka boleh jadi itu menyebabkan masa yang seperti sekarang, diam sangat lama. Yang dikhawatirkan juga bahwa cluster ini terulang, maka kalau terjadi sebuah gempa besar, dia akan diikuti oleh sebuah gempa besar yang lain pada waktu yang relatif berdekatan."

"Gempa besar memang dipastikan akan terjadi lagi, cuma kan selama ini, ya itu tadi, kita tidak tahu tepatnya. Karena riset yang dilakukan memodelkan akibat perulangan gempa yang bukan gempa tunggal, tapi satu kelompok gempa."

"Karena peluang untuk terjadi dalam 30 tahun ke depan itu besar sekali, gempa besar tadi. Secara umum, perulangan gempa semakin besar magnitudnya, semakin lama perulangannya. Tapi untuk kasus The Big One, para ahli memperkirakan akan bisa terjadi dalam kurun 30 tahun ke depan," tutup Eko.

5 dari 5 halaman

Upaya Menangkal Malapetaka

California menghabiskan lebih dari US$ 16 juta untuk memasang ribuan sensor pendeteksi gempa di seluruh negara bagian. Sensor itu memiliki fungsi pendeteksi dini, menurut para pejabat. Termasuk memberikan detik-detik berharga kepada publik untuk menyelamatkan diri sebelum lindu dimulai, Associated Press melaporkan.

Pada Oktober 2015 Los Angeles mengeluarkan regulasi seismik yang mengharuskan ribuan bangunan disiapkan untuk menahan guncangan hebat. San Francisco memberlakukan hukum serupa pada 2013.

Sementara itu, California sedang mengerjakan sistem peringatan dini di seluruh negara bagian, yang disebut California Seismic Network.

Sistem tidak hanya akan memperingatkan publik, tetapi juga akan berinteraksi dengan infrastruktur penting untuk secara otomatis mematikan beberapa bagian infrastruktur negara, seperti sistem kereta.

Gubernur California, Gavin Newsom mengatakan pada Sabtu 6 Juli 2019 bahwa sistemnya sudah sekitar 70 persen selesai, tetapi masih membutuhkan beberapa ekspansi lebih lanjut.

Namun gubernur juga menekankan tanggung jawab masing-masing individu untuk waspada serta bersiap atas segala kemungkinan bencana.

Inisiatif ditunjukkan Albert Adi, seorang pemilik usaha kecil yang tinggal di California Selatan sejak 1980. 

Adi memperingatkan empat anaknya tentang bahaya gempa dan mengajarkan bagaimana cara menyelamatkan diri. 

"Mereka dididik untuk tidak panik, bersikap awas," kata dia. 

Adi juga menyimpan pasokan air botolan dan makanan kering di garasi, siap menghadapi kondisi darurat. 

Sejumlah warga California juga melakukan hal yang sama. Mereka menganggap serius ancaman the Big One, namun tak sudi hidup dalam kondisi ketakutan abadi.

"Kami tahu betapa berbahayanya gempa itu ... tapi kami harus tetap hidup."

Menurut Adi, ancaman gempa di wilayahnya adalah konsekuensi dari kenikmatan yang dirasakan warga: cuaca yang indah dan peluang kerja yang melimpah. 

"Itu risiko yang harus diterima saat tinggal di California Selatan," kata dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.