Sukses

China: Demonstrasi di Hong Kong Pelanggaran Hukum Serius

Pemerintah China daratan mengutuk keras protes yang terjadi di Hong Kong.

Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China daratan mengutuk keras protes yang terjadi di Hong Kong, menyebutnya sebagai pelanggaran hukum yang serius. Kecaman ini datang setelah penduduk Hong Kong melancarkan aksi keras di parlemen sebagai upaya penolakan RUU esktradisi.

"Tindakan itu menginjak-injak aturan hukum di Hong Kong, merusak tatanan sosial dan kepentingan mendasar Hong Kong, dan merupakan tantangan yang tak terselubung bagi 'satu negara, dua sistem'," yang ditulis oleh kantor berita Xinhua dikutip dari The Star pada Rabu (3/7/2019). Adapun juru bicara kantor urusan Hong Kong, menambahkan: "Kami sangat mengutuk tindakan ini."

Para demonstran memasuki gedung legislatif kota pada Senin malam, menggambar grafiti di tembok parlemen dan mengibarkan bendera kolonial. Hal itu disusul dengan ditembakkannya gas air mata oleh pihak kepolisian untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa yang menyerbu tempat itu.

Kantor Perwakilan China untuk urusan Hong Kong mengatakan, Beijing mendukung pertanggungjawaban para "penjahat" kata media pemerintah.

Hong Kong yang merupakan bekas koloni Inggris, kembali ke China daratan pada tahun 1997 silam di bawah prinsip "satu negara, dua sistem". Hal itu memungkinkan kebebasan yang tidak bisa dinikmati di daratan Tiongkok. Termasuk hak untuk menyatakan pendapat dan proses peradilan yang independen.

Penyerbuan gedung parlemen terjadi tepat pada peringatan 22 tahun serah terima Hong Kong dari Inggris ke pemerintah China. 

Payung, topi keras dan botol air, adalah di antara beberapa tanda yang tersisa dari kekacauan di kantor legislatif.

Polisi telah membersihkan jalan di dekat jantung pusat keuangan, membuka jalan bagi bisnis untuk kembali normal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kecaman Carrie Lam

Sementara itu, pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengutuk demonstran yang menyerbu dan mengobrak-abrik parlemen kota. Dalam sebuah konferensi pers, Lam menyebut protes tersebut "memilukan dan mengejutkan" sambil berharap masyarakat akan "kembali normal secepat mungkin."

Pemimpin eksekutif Carrie Lam juga telah menampik anggapan bahwa pemerintah belum menanggapi permintaan para demonstran.

"Kami belum menanggapi setiap permintaan yang diajukan karena alasan yan baik," katanya.

Ia menegaskan, RUU ekstradisi telah ditangguhkan tanpa batas waktu.

"RUU itu akan kedaluwarsa atau akan mati pada Juli 2020. Itu adalah respons yang sangat positif terhadap tuntutan," tandas sang pemimpin Hong Kong.

Sementara itu, Lam tampaknya menolak untuk memberikan amnesti kepada semua yang terlibat dalam protes RUU ekstradisi. Ia mengatan hal itu "tidak akan sesuai dengan aturan hukum."

3 dari 3 halaman

Tanggapan Negara Lain

Protes Hong Kong telah menarik perhatian dari sejumlah pemimpin negara lain.                  

Presiden AS Donald Trump mengatakan para demonstran itu tengah "mencari demokrasi". Ia menambahkan bahwa "sayangnya, beberapa pemerintah tidak menginginkan demokrasi".

Seorang juru bicara dari Kementerian Luar Negeri AS sebelumnya mendesak "semua pihak untuk menahan diri dari kekerasan".

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan dukungan negaranya untuk Hong Kong dan "kebebasannya tidak tergoyahkan" dan mendesak pengekangan dari pengunjuk rasa dalam komentar yang digemakan oleh Uni Eropa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini