Sukses

7 Orang Tewas dalam Protes Menuntut Militer Turun dari Pemerintahan Sudan

Setidaknya tujuh demonstran di Sudan tewas dan 180 lainnya terluka pada Minggu, 30 Juni 2019.

Liputan6.com, Khartoum - Setidaknya tujuh demonstran di Sudan tewas dan 180 lainnya terluka pada Minggu, 30 Juni 2019 ketika puluhan ribu orang berunjuk rasa di jalanan seluruh negeri. Massa aksi menunut para jenderal yang berkuasa untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil, serta meminta keadilan bagi korban penumpasan militer sejak konflik berkecamuk.

Unjuk rasa itu adalah pertama kalinya sejak insiden 3 Juni, di mana 100 orang tewas setelah pasukan keamanan membubarkan demonstran di luar markas militer.

"Mereka mengatakan ingin tuntutan mereka didengar," kata Hiba Morgan dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Juba, dikutip pada Senin (1/7/2019).

"Orang-orang juga mengatakan bahwa militer dan polisi anti huru hara menggunakan gas air mata, amunisi hidup, dan granat kejut untuk mencoba membubarkan kerumunan," lanjutnya.

Komite Sentral Dokter Sudan, yang terkait dengan gerakan protes, sebelumnya mengatakan setidaknya lima warga sipil, termasuk empat di kota kembar Khartoum, Omdurman, telah tewas. Kantor berita pemerintah SUNA melaporkan pada Minggu malam bahwa korban tewas telah bertambah menjadi tujuh. 

"Ada beberapa yang terluka serius oleh peluru-peluru milisi dewan militer di rumah sakit ibukota dan provinsi," kata komite kepada Al Jazeera.

Simak pula video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Seorang Demonstran Ditembak Mati

Sebelumnya pada hari yang sama, terdapat laporan bahwa seorang demonstran telah ditembak mati di Atbara, Sudan.

Gambar yang diposting di media sosial tampaknya menunjukkan peningkatan keamanan di sekitar ibu kota. Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang ditakuti, kelompok yang disalahkan oleh para pemrotes atas pembunuhan 3 Juni, dikerahkan dalam truk pick-up.

Di Distrik Bahari serta di al-Mamoura dan Arkaweet, di timur ibu kota, polisi menembakkan gas air mata ketika ribuan demonstran meneriakkan "Pemerintahan Sipil! Pemerintahan Sipil!", Kata saksi mata. Pasukan keamanan juga dilaporkan menembakkan gas air mata ke arah massa aksi di kota timur al-Qadarif.

"Hari ini telah menjadi hari yang mulia di Sudan, tidak hanya karena banyaknya orang yang berpartisipasi dalam protes, tetapi karena komitmen mereka yang tak pernah gagal terhadap perlawanan tanpa kekerasan," kata Asosiasi Profesional Sudan, organisasi protes terkemuka.

"Damai selalu menjadi kata pertama gerakan kita dan itu akan menjadi yang terakhir," tandas organisasi itu.

3 dari 3 halaman

Protes Terjadi di Tengah Mediasi

Pawai itu terjadi ketika Uni Afrika (AU) dan tetangganya, Ethiopia meningkatkan upaya untuk menengahi krisis yang sedang berlangsung antara penyelenggara protes dan TMC, pihak militer yang merebut kekuasaan pada bulan April setelah Omar al-Bashir digulingkan.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuntut TMC untuk menjamin keselamatan para demonstran. Namun para jenderal mengatakan pada Sabtu malam, bahwa mereka akan meminta gerakan protes untuk bertanggung jawab atas kematian dan kerusakan.

Ketua Umum RSF Mohamed Hamdan Dagalo pada Sabtu memperingatkan, ia tak akan mentoleransi "vandalisme" dalam protes.

"Ada pengacau, ada orang yang memiliki agenda, agenda tersembunyi, kami tidak menginginkan masalah," kata Dagalo, yang dikenal luas sebagai Hemeti dan juga wakil kepala TMC.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.