Sukses

Seratusan Anak di India Tewas Akibat Serangan Virus Otak

Sebanyak seratusan anak di India dilaporkan tewas akibat serangan virus otak yang meluas sejak beberapa bulan terakhir.

Liputan6.com, New Delhi - Otoritas kesehatan India melaporkan pada awal pekan ini, bahwa lebih dari 100 anak-anak di negara bagian Bihar telah dibunuh oleh virus otak yang berpotensi terkait dengan konsumsi leci setempat.

Negara bagian di wilayah utara itu merupakan salah satu yang termiskin di India, dan dihuni oleh hampir 100 juta orang, di mana juga tengah dihantam gelombang panas terpanjang kedua dalam sejarah setempat, yang telah menewaskan 76 orang.

Adapun serangan virus otak, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Rabu (19/6/2019), telah meluas di negara bagian Bihar sejak awal Juni.

Sejauh ini, virus dengan nama ilmiah Acute Encephalitis Syndrome (AES) telah menyebabkan 86 anak meninggak di rumah sakit yang dikelola pemerintah terbesar setempat, Sekolah Tinggi dan Rumah Sakit Medis Sri Krishna (SKMCH), di Kota Muzaffarpur.

Sementara 18 korban lainnya dilaporkan tewas di fasilitas pribadi, lapor pejabat kota kepada sindikasi berita Press Trust dari India.

"Sebagian besar korban tiba-tiba menderita kehilangan glukosa dalam darah mereka," kata pejabat kesehatan Ashok Kumar Singh kepada kantor berita AFP.

Serangan virus seperti itu telah terjadi setiap tahun selama bulan-bulan musim panas di distrik yang sama sejak 1995, yang biasanya bertepatan dengan musim leci berbuah.

Beberapa tahun lalu, para peneliti dari Amerika Serikat (AS) mengatakan virus otak dapat dikaitkan dengan zat beracun yang ditemukan dalam buah leci.

Dikenal secara lokal sebagai Chamki Bukhar, penyakit ini merenggut 150 nyawa di India pada tahun 2014. Serangan penyakit neurologis juga telah diamati di beberapa daerah di Bangladesh dan Vietnam, yang memiliki pertanian leci di dalamnya.

Meski begitu, mereka mengatakan perlu lebih banyak penelitian untuk mengungkap penyebab penyakit terkait, yang berakibat kejang, mengubah kondisi mental, dan juga kematian di lebih dari sepertiga kasus.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kondisi Memburuk pada Anak-Anak

Saluran televisi nasional India menunjukkan orangtua yang putus asa duduk di sebelah anak-anak mereka, beberapa di antaranya berjejalan di satu tempat tidur.

Seorang dokter mengatakan bahwa SKMCH tidak diperlengkapi untuk menangani serbuan pasien, yang sebagian besar berada dalam kondisi setengah sadar.

Di saat bersamaan, negara bagian Binar telah mengalami suhu tinggi sekitar 45 derajat Celsius selama beberapa hari. Gelombang panas tersebut menyebabkan 78 orang tewas, yang kebanyakan dari mereka berusia manula.

Lebih dari 130 korban lainnya menjalani perawatan darurat di berbagai rumah sakit lokal atas serangan hawa panas.

Pihak berwenang di distrik Gaya --yang menanggung beban terbesar dari gelombang panas--meminta pemerintah India memberlakukan aturan untuk melarang penduduk pergi keluar rumah jika tidak penting.

Hakim distrik terkait juga melarang pekerjaan konstruksi dan aktivitas luar ruang antara antara pukul 11.00 siang hingga 16.00 sore waktu setempat.

3 dari 3 halaman

Ikut Dipengaruhi Gelombang Panas

Gangguan kesehatan akibat gelombang panas biasanya disebabkan oleh paparan sinar Matahari dalam jangka waktu lama ketika beraktivitas di luar ruang.

Tidak hanya di negara bagian Biran, suhu tinggi saat siang hari juga dilaporkan terjadi pada sebagian besar India, di mana rata-rata suhunya berada di atas 40 derajat Celsius selama 32 hari terakhir.

Catatan tersebut sedikit dibawah capaian rekor serupa pada 1988 silam, di mana gelombang panas menghantam selama 33 hari penuh.

Adapun suhu tertinggi tercatat di kota Churu, negara bagian Rajasthan, yang menyentuh 50.3 derajat Celsius baru-baru ini.

Sejauh ini, gangguan kesehatan akibat gelombang panas telah menewaskan lebih dari 36 orang di India selatan dalam beberapa pekan terakhir.

Sebagian besar wilayah India juga dilaporkan mengalami kekeringan, yang salah satunya diakibatkan oleh terlambatnya hujan muson.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.