Sukses

Sebar Video Penembakan di Masjid Selandia Baru, Pengusaha Ini Dibui 21 Bulan

Pria ini mengirim video penembakan di masjid Selandia Baru ke 30 orang dan meminta rekaman itu dimodifikasi.

Liputan6.com, Christchurch - Seorang pria Selandia Baru yang membagikan video streaming langsung penembakan di masjid Christchurch -- yang menewaskan 51 orang pada Jumat 15 Maret -- dipenjara selama 21 bulan. 

Philip Arps mengirim video ke 30 orang, sebelumnya ia meminta seorang teman memodifikasi video agar menyertakan "kill count".

Hakim Distrik Christchurch Stephen O'Driscoll mengatakan, Arps memiliki pandangan tak berbelas kasih terhadap komunitas Muslim.

Di Pengadilan Distrik Christchurch pada Selasa 18 Juni 2019, seperti dikutip dari BBC pada Selasa (18/6/2019), Arps mengaku bersalah atas dua tuduhan mendistribusikan materi yang tidak pantas karena berbagi rekaman yang disiarkan langsung ke media sosial selama serangan mematikan di masjid Selandia Baru itu.

"Pengadilan mendengar bahwa Arps juga berniat untuk membagikan video yang dimodifikasi - yang termasuk bidik silang dan jumlah korban pembunuhan. Dia menggambarkan rekaman yang dimodifikasi itu sebagai "luar biasa"," lapor New Zealand Herald.

Hakim O'Driscoll mengutuk tindakan Arps, menyebutnya "kejahatan rasial". Dia menambahkan bahwa "sangat kejam" Arps untuk berbagi video pada hari-hari setelah serangan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kasus Lain yang Menjerat

Hakim O'Driscoll menambahkan bahwa laporan pra-hukuman mengangkat masalah lain tentang Arps yang memprihatinkan, tetapi mengatakan dia tidak ingin menyebutkannya secara terbuka karena ini dapat dilihat oleh Arps sebagai "lencana kehormatan".

Pengusaha berusia 44 tahun itu mengaku bersalah pada bulan April.

Dia juga dihukum pada tahun 2016 atas perilaku ofensif karena meninggalkan kepala babi di Masjid Al Noor - salah satu dari mereka yang ditargetkan selama penembakan massal Christchurch.

Sementara itu, Brenton Tarrant, pria Australia yang jadi dalang penembakan di masjid Selandia Baru menghadapi 92 dakwaan sehubungan dengan penembakan di masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre di Christchurch. Awal pekan ini, dia mengaku tidak bersalah atas semua tuduhan dan diperkirakan akan menghadapi pengadilan tahun depan.

Serangan 15 Maret adalah penembakan massal paling mematikan di Selandia Baru di zaman modern.

3 dari 3 halaman

Klaim Tidak Bersalah atas 51 Tuduhan

Brenton Tarrant, seorang warga Australia, mengklaim tidak bersalah atas semua tuduhan terkait penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.

Tarrant (28) menghadapi 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu lainnya terlibat dalam aksi teroris, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Jumat 14 Juni 2019.

Sidang resmi, diperkirakan memakan waktu enam pekan, yang akan berlangsung mulai 4 Mei 2020 mendatang.

Mengenakan kaus abu-abu dan diapit oleh tiga petugas penjara, Tarrant muncul di layar lebar yang dipasang di pengadilan tinggi Christchurch pada Jumat pagi.

Ia menjalani sidang via komunikasi video dari sebuah penjara berpengamanan tingkat tinggi di Auckland, kota terbesar di Selandia Baru.

Pengacara Tarrant, Shane Tait, memasukkan permohonan atas nama kliennya ke majelis hakim.

Tarrant dilaporkan menyeringai ketika Tait memberi tahu pengadilan bahwa dia akan mengaku tidak bersalah atas semua dakwaan, tetapi sebaliknya menunjukkan sedikit emosi.

Tautan audionya telah dimatikan, dan dia tidak berusaha untuk berbicara.

Sekitar 140 anggota masyarakat menghadiri audiensi tersebut. Ada beberapa tampak terkejut ketika permohonan tidak bersalah dimasukkan oleh pengacara Tarrant.

Berbicara di luar pengadilan setelah persidangan, Yama Nabi --yang ayahnya tewas dalam penembakan terkait-- mengatakan prospek persidangan adalah "menyakitkan bagi keluarga korban".

Sidang tertutup itu baru diwartakan oleh berbagai outlet media Selandia Baru pada Jumat siang waktu setempat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini