Sukses

Kamboja Tuduh Singapura Dukung Genosida Khmer Merah

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menuduh pemerintah Singapura mendukung sejarah kelam genosida di negaranya.

Liputan6.com, Phnom Penh - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menuduh timpalannya dari Singapura, Lee Hsien Loong, mendukung sejarah genosida di negaranya.

Tuduhan itu merujuk pada komentar PM Lee tentang invasi Vietnam ke Kamboja pada 1978 silam, yang mengakhiri "rezim genosida" oleh Jenderal Khmer Merah, Pol Pot.

Dikutip dari South China Morning Post pada Sabtu (8/6/2019), kritik Hun Sen menandai peningkatan tensi antara negara-negara ASEAN, dan memicu perdebatan baru tentang warisan perang di wilayah tersebut, khususnya tentang penggulingan rezim Khmer Merah.

Adapun komentar PM Lee, yang dianggap menyinggung itu, disampaikan di tengah pidato penghormatan terhadap mendiang pemimpin Thailand, Jenderal Prem Tinsulanonda, yang meninggal bulan lalu.

Prem memimpin Thailand ketika Singapura dan negara-negara ASEAN lainnya menentang invasi dan pendudukan Vietnam atas Kamboja, kata Lee.

"Jenderal Prem tegas dalam menolak fetakompli (fait accompli) --kendali pihak lain-- dan memilih bekerjasama dengan mitra ASEAN untuk menentang pendudukan Vietnam di forum internasional," kata Lee dalam komentar yang diposting di halaman Facebook-nya.

"Tindakan ini mencegah invasi militer (oleh Vietnam) dan perubahan rezim agar tidak disahkan. Ini juga melindungi keamanan negara-negara Asia Tenggara lainnya, dan dengan tegas membentuk arah wilayah tersebut," lanujutnya.

Di lain pihak, dalam unggahan Facebook dengan kata-kata yang keras pada Kamis malam, Hun Sen menyayangkan pernyataan PM Lee, dan menuduhnya mendukung genosida Khmer Merah.

"Pernyataannya mencerminkan posisi Singapura kala itu, yang mendukung rezim genosida dan menginginkannya kembali ke Kamboja," kata Hun Sen.

"Singapura memang berkontribusi terhadap pembantaian rakyat Kamboja", lanjutnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Asia Tenggara Sempat Terberai

Invasi dan pendudukan 10 tahun oleh Vietnam di Kamboja mengakhiri rezim Pol Pot yang dimusuhi Barat.

Rezim tersebut disebut telah menghancurkan Kamboja selama lebih dari tiga tahun, dari 1975 hingga awal 1979, dan menyebabkan kematian hampir seperempat populasi setempat.

Kala itu, Asia Tenggara terbagi menjadi dua kubu selama era Perang Dingin. Singapura dan Thailand adalah bagian dari ASEAN yang beranggotakan enam negara, di mana sebagian besar pro-Barat.

Sedangkan sisanya, negara-negara yang berada di kawasan Indochina, cenderung berhaluan kiri.

Di saat bersamaan, rezim Khmer Merah yang menguasai Kamboja, mendapat dukungan dari China. Sementara Vietnam didukung oleh Uni Soviet, yang merupakan musuh komunis Tiongkok.

Hun Sen adalah anggota junior Khmer Merah, tetapi melarikan diri ke Vietnam ketika kelompok itu berpisah.

Dia kembali dengan tentara Vietnam pada akhir 1978 untuk menggulingkan Pol Pot dan naik ke tampuk pemerintahan yang dibentuk oleh Hanoi.

3 dari 3 halaman

Tanggapan Singapura

Komentar yang mengusik Hun Sen kembali disinggung oleh PM Lee dalam sebuah forum keamanan di Singapura, akhir pekan lalu.

Dia mencatat bagaimana invasi Vietnam ke Kamboja telah menjadi ancaman serius bagi negara-negara non-komunis di wilayah Asia Tenggara.

Pada Selasa 4 Juni, kementerian luar negeri Vietnam mengatakan tengah meninjau masalah atas komentar Lee dengan Singapura.

"Vietnam merasa disesalkan bahwa unsur-unsur tertentu dari pidato (PM Lee_ tidak melihat sejarah di bawah lensa objektif, menyebabkan dampak negatif pada opini publik," kata juru bicara Le Thi Thu Hang, dalam sebuah pernyataan.

Menanggapi tuduhan Hu Sen, Kementerian Luar Negeri Singapura mengatakan pemerintahnya tidak memiliki simpati terhadap Khmer Merah, dan bahwa referensi PM Lee dalam pidato terkait, mencerminkan sudut pandangnya yang sudah lama ada.

Singapura mengatakan sangat menghargai hubungannya dengan Kamboja dan Vietnam.

"PM Lee telah merujuk pada sejarah ini untuk menjelaskan bagaimana kenegarawanan, dan pandangan jauh ke depan, membantu mengakhiri perang tragis yang menyebabkan penderitaan besar bagi rakyat Indochina, serta untuk membawa perdamaian dan kerja sama yang dinikmati hari ini," katanya juru bicara Kemlu Singapura.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.