Sukses

Gagal Bentuk Pemerintahan, Israel Akan Gelar Pemilu Ulang September 2019

Benjamin Netanyahu gagal membangun pemerintahan lantaran terjadi perselisihan antara partainya dengan mitra koalisi lain di Israel.

Liputan6.com, Tel Aviv - Legislator di Israel memutuskan telah menolak hasil pemilihan umum dan akan menjalankan pemilu ulang pada September tahun ini.

Dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (30/5/2019) keputusan pemilu ulang tersebut dipengaruhi oleh kegagalan Benjamin Netanyahu membentuk pemerintah koalisi yang kuat sebelum tenggat waktu tengah malam tadi.

Padahal, ia sendiri telah terpilih kembali sebagai perdana menteri Israel lewat pemilu yang digelar 9 April lalu.

Dari hasil rapat, ada 75 anggota yang memilih agar parlemen dibubarkan. Perolehan suara ini dinyatakan sah setelah kubu berlawanan hanya memperoleh suara sebanyak 45.

Setelah dinyatakan menang dalam pemilu dan kembali terpilih sebagai perdana menteri, ia dikabarkan telah merayakan "malam kemenangan pemilu yang luar biasa," dan menyebut dirinya tak terkalahkan.

Namun, dari tenggat waktu yang diberikan, ia gagal untuk membentuk pemerintahan baru, yang mengancam masa depannya sebagai perdana menteri.

Tak hanya dirinya yang menang, namun partainya juga mendapat peroleh kursi paling banyak di parlemen.

Tetapi, Benjamin Netanyahu gagal mencapai kesepakatan koalisi.

Hambatan utama bagi Benjamin Netanyahu gagal membangun pemerintahan lantaran terjadi perselisihan antara partainya dengan mitra koalisi lain.

Banyak mitra koalisi yang menyatakan bahwa rancangan undang-undang wajib militer Israel yang dibuat Benjamin Netanyahu jadi penyebabnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Detik-Detik Tenggat Waktu Bentuk Pemerintahan Baru

Kegagalan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam membentuk pemerintahan baru telah dirasa pada Rabu, 29 Mei 2019 malam. Setelah ia tidak dapat membentuk pemerintahan baru sebelum tenggat waktu tengah malam.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, tidak ada tanda-tanda terobosan dalam pembicaraan pemimpin Israel dengan mantan menteri pertahanan Avigdor Lieberman, yang hanya punya lima kursi dari 120 anggota Knesset.

Sangat penting bagi upaya Netanyahu memperoleh mayoritas yang berkuasa di parlemen.

Tetapi Netanyahu menolak untuk memenuhi permintaan Lieberman bahwa orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks menjadi sasaran wajib militer dalam militer Israel seperti halnya orang-orang Yahudi Israel lainnya, daripada dikecualikan seperti sebelumnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini