Sukses

Tuding AS Halangi Operasional Huawei, China Ancam Akan Balas Dendam

China mengancam akan balas dendam ke AS karena menudingnya telah mengancam operasioal Huawei di tingkat global.

Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China telah mengancam akan membalas sanksi Amerika Serikat, karena menganggapnya sebagai upaya untuk membatasi perdagangan internasional oleh raksasa teknologi Huawei.

Juru bicara kementerian luar negeri China, Lu Kang, mengatakan Beijing menentang negara-negara yang menjatuhkan sanksi sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok, dan mengancam akan mengambil tindakan.

Dikutip dari BBC pada Senin (20/5/2019), Donald Trump mengatakan pada Rabu 15 Mei, bahwa pihaknya telah secara efektif memblokir produk Huawei agar tidak digunakan di jaringan komunikasi AS.

Meski sanksi tersebut tidak menyebutkan nama perusahaan mana pun, tetapi banyak pihak meyakini itu ditargetkan pada Huawei.

Di lain pihak, Huawei menyangkal produknya menimbulkan ancaman keamanan dan mengatakan siap untuk terlibat pembicaraan dengan AS.

Sebelumnya, China menuduh Trump terlibat dalam sabotase industri telekomunikasi, dengan menggunakan isu keamanan negara sebagai "sebagai alasan untuk menekan bisnis asing".

"Kami mendesak AS untuk menghentikan praktik ini, dan sebagai gantinya menciptakan kondisi yang lebih baik untuk kerja sama bisnis," kata Lu.

Meski begitu, Lu tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang bagaimana China berencana membalas.

Konfrontasi atas Huawei terjadi di tengah perang dagang yang lebih luas antara AS dan China, dengan kedua belah pihak memberlakukan tarif agresif pada sektor impor.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pembatasan AS pada Penggunaan Produk Huawei

Menurut pernyataan Gedung Putih, perintah Trump atas sanksi perang dagang, bertujuan untuk "melindungi AS dari musuh asing yang aktif menciptakan kerentanan dalam infrastruktur serta layanan teknologi informasi dan komunikasi".

Hal itu memberi wewenang bagi menteri perdagangan AS untuk "melarang transaksi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional", tambah pernyataan tersebut.

Langkah itu langsung disambut oleh Ketua Komisi Komunikasi Federal AS Ajit Pai, yang menyebutnya "cara signifikan untuk mengamankan jaringan telekomunikasi Amerika".

AS telah membatasi agen-agen federal untuk menggunakan produk-produk Huawei dan telah mendorong sekutu untuk menghindarinya, sementara Australia dan Selandia Baru sama-sama memblokir penggunaan peralatan Huawei di jaringan 5G.

Pada April 2018 perusahaan teknologi China lainnya, ZTE, dilarang membeli suku cadang AS setelah ditempatkan pada "daftar entitas" yang sama.

Namun, ZTE berhasil melanjutkan bisnis setelah mencapai kesepakatan dengan AS pada Juli tahun lalu.

3 dari 3 halaman

Tangapan Huawei

Sementara itu, Huawei mengatakan bahwa operasionalnya tidak menimbulkan ancaman, dan mengklaim berjalan secara independen, tanpa kendali pemerintah China.

"Membatasi Huawei untuk melakukan bisnis di AS, tidak akan membuat AS lebih aman atau lebih kuat," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.

"Sebaliknya, ini hanya akan membatasi AS ke alternatif yang lebih murah pada jaringan terkini, meninggalkan AS dalam persebaran teknologi 5G, dan akhirnya merugikan kepentingan perusahaan dan konsumen AS," lanjut pernyataan terkait.

Huawei juga mengatakan "pembatasan tidak masuk akal" pada operasionalnya, akan memicu masalah hukum lebih serius di kemudian hari.

Selama pertemuan di London pada Selasa pekan lalu, Huawei mengatakan pihaknya "bersedia untuk menandatangani perjanjian tanpa mata-mata dengan pemerintah", karena kekhawatiran atas keamanan produk-produknya yang digunakan dalam jaringan seluler terus tumbuh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.