Sukses

PM Selandia Baru Kritik Kurang Tegasnya UU Senjata Api AS

Perdana menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengkritik keras AS karena tidak tegas dalam mengatur kepemilikan senjata api.

Liputan6.com, Paris - Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan dia tidak dapat memahami mengapa Amerika Serikat (AS) sulit melarang senjata otomatis dan semi-otomatis, meskipun telah terjadi banyak penembakan massal di sana.

Ardern mengatakan kepada presenter CNN, Christiane Amanpour, bahwa Australia dan Selandia Baru pernah mengalami tragedi penembakan massal, dan segera setelahnya, mengubah aturan hukum tentang kepemilikan senjata api.

"Jujur saja, saya tidak habis pikir mengapa Amerika Serikat tidak juga bertindak lebih jauh tentang UU senjata apinya," ujar Ardern, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Rabu (15/5/2019).

Saat ini, PM Ardern tengah berada di Paris untuk melobi negara-negara dan perusahaan teknologi global, agar berkenan menandatangani "Christchurch Call", sebuah janji sukarela yang bertujuan memberantas konten teroris dan kekerasan secara online.

Inisiatif tersebut didasarkan pada tragedi penembakan massal terburuk dalam sejarah modern Selandia Baru, 15 Maret lalu.

Untuk diketahui, AS tidak mengirim siapa pun ke pertemuan para menteri digital dari negara-negara G-7 untuk membahas rencana tersebut, dan juga tidak bermaksud menandatangani perjanjian yang dihasilkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Belum Cukup Kuat Meski Permisif

PM Ardern mengatakan bahwa sebelum penembakan terhadap dua masjid di Christchurch pada 15 Maret, di mana 51 orang meninggal, Selandia Baru memiliki "undang-undang senjata yang cukup permisif".

Tetapi meskipun Selandia Baru menjadi negara berburu dan memproduksi makanan, itu tidak cukup membenarkan untuk akses ke senapan gaya militer berkekuatan tinggi, kata Ardern.

Pemerintah koalisi Buruh meloloskan undang-undang yang melarang akses senjata api otomatis, beberapa pekan setelah pembantaian.

"Kami akan terus menjadi negara penghasil makanan yang berurusan dengan masalah kesejahteraan hewan dan sebagainya, dan memiliki tujuan praktis dalam penggunaan senjata. Tetapi, itu tidak berarti bahwa Anda memerlukan akses ke senjata semi-otomatis gaya militer dan senapan serbu. Dan orang Selandia Baru, pada umumnya, benar-benar setuju dengan kebijakan itu," kata Ardern.

3 dari 3 halaman

Selandia Baru Resmi Melarang Senjata Api Gaya Militer

Enam hari setelah serangan masjid Christchurch, pemerintah Selandia Baru mengumumkan akan melarang semua senjata semi-otomatis (MSSA) gaya militer dan senapan serbu di seluruh negeri.

Bagian terkait yang digunakan untuk mengubah senjata ini menjadi MSSA juga dilarang, bersama dengan semua majalah yang membahasnya.

Pada pekan-pekan setelah penembakan di Christchurch, ratusan warga Selandia Baru secara sukarela menyerahkan senjata mereka kepada polisi.

Hal iti dilakukan sebelum skema pembelian kembali oleh pemerintah diluncurkan, yang diperkirakan menelan biaya NZD 100-200 juta, atau setara Rp 948 miliar hingga Rp 1,8 triliun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.