Sukses

Swedia Buka Kembali Kasus Julian Assange Terkait Kekerasan Seksual

Kejaksaan Swedia membuka kembali kasus kekerasan seksual dengan tertuduh pendiri WikiLeaks, Julian Assange.

Liputan6.com, Stockholm - Kejaksaan Swedia membuka kembali kasus pemerkosaan dengan tertuduh pendiri WikiLeaks, Julian Assange.

Berbicara kepada wartawan pada Senin 13 Mei 2019 di Stockholm, Eva-Marie Persson, wakil direktur jaksa umum mengatakan, "masih ada sebab-sebab yang memungkinkan Julian Assange diduga melakukan pemerkosaan'' dan menurut penilaiannya "diperlukan interogasi baru terhadap Assange," demikian seperti dilansir VOA Indonesia, Selasa (14/5/2019).

Persson mengatakan, kondisi kini memungkinkan untuk mengekstradisi Assange dari Inggris.

Namun menurut Persson, Inggris harus memutuskan apakah akan mengekstradisi Julian Assange ke Swedia atau ke Amerika Serikat di mana ia dicari karena diduga meretas komputer Kementerian Pertahanan AS.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tanggapan WikiLeaks

Menanggapi keputusan Swedia, pemimpin redaksi WikiLeaks Kristinn Hrafnsson dalam sebuah pernyataan mengatakan, "dibukanya kembali kasus ini akan memberi Assange kesempatan untuk membersihkan namanya."

"Sejak Julian Assange ditangkap pada 11 April 2019, ada tekanan politik yang besar terhadap Swedia untuk membuka kembali penyelidikan mereka, tetapi selalu ada tekanan politik di sekitar kasus ini," kata Hrafnsson.

Jaksa Swedia pertama kali mengajukan gugatan terhadap Assange pada tahun 2010.

Penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran seksual itu, tujuh tahun kemudian dibatalkan setelah Assange melarikan diri ke kedutaan Ekuador dan batas waktu gugatan hukumnya kemudian berakhir.

Batas untuk membuka kembali kasus perkosaan itu berakhir pada Agustus 2020, di mana penyelidikan akan dihentikan jika tidak mencapai kesimpulan.

3 dari 3 halaman

Pelanggaran Baru, Julian Assange Diberi Sanksi Penjara 50 Pekan

Sebelumnya, Julian Assange juga telah dijatuhi hukuman penjara selama 50 pekan oleh pengadilan Inggris pada Rabu, 2 Mei 2019.

Hukuman tersebut dijatuhkan kepada Assange setelah dinyatakan bersalah melanggar undang-undang yang disebut Bail Act, demikian dikutip dari laman BBC, Rabu pekan lalu, Ia dianggap melanggar kondisi jaminan ketika memasuki Kedutaan Besar Ekuador di Inggris untuk menghindari ekstradisi ke Swedia tahun 2012 lalu.

Pria berusia 47 tahun itu mencari suaka di Kedutaan Besar Ekuador di Inggris untuk menghindari ekstradisi ke Swedia atas tuduhan kekerasan seksual.

Dalam sebuah surat yang dibacakan di pengadilan, Assange mengatakan bahwa dirinya telah "berjuang dengan keadaan sulit".

"Saya melakukan apa yang saya pikir pada saat itu adalah yang terbaik dan mungkin satu-satunya cara yang bisa saya lakukan," ujar Julian Assange.

Pengacaranya, Mark Summers QC mengatakan kliennya "dicekam" oleh kekhawatiran rendisi ke AS selama bertahun-tahun karena pekerjaannya dengan situs WikiLeaks.

"Ketika ancaman dari Amerika menghujaninya, ia membayangi segala hal buruk,"ujar Summers.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris pernah meyakinkan Presiden Ekuador Lenin Moreno bahwa Julian Assange, tidak akan diekstradisi ke negara yang memberlakukan hukuman mati.

Dalam sebuah surat yang ditandatangani oleh Menlu Inggris Jeremy Hunt, dan pendahulunya Boris Johnson, masing-masing bertanggal 7 Maret 2018 dan 10 Agustus 2018, diketahui bahwa menurut undang-undang Inggris seseorang tidak dapat diekstradisi jika terancam hukuman mati, merujuk secara implisit kepada nasib bos WikiLeaks itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini