Sukses

7-5-1934: Mutiara 'Pearl of Allah' Ditemukan di Palawan Filipina

Sebongkah mutiara seberat 6,38 kilogram ditemukan di Filipina. Kisah penemuannya bercampur dengan kebohongan.

Liputan6.com, Manila - Mutiara raksasa itu ditemukan pada 7 Mei 1934, dengan perantaraan maut. Kala itu, Etem, seorang penyelam, tewas di dasar laut. Tangannya terperangkap cangkang kerang raksasa dari genus Tridacna yang terkatup rapat. Pemuda tersebut tak kuasa melepaskan diri.

Para penyelam lain awalnya menduga, Etem dibelenggu gurita raksasa. Itu mengapa ia tak muncul ke permukaan. Dengan pisau terhunus, mereka menyelam ke dalam air untuk mencari korban yang ternyata tak lagi bernyawa.

Dengan bantuan tali tambang, para pria tersebut mengangkat jasad Etem, juga kerang pembunuhnya, dan menempatkannya dalam sampan. Lalu, mereka menemui Panglima Pisi, pemimpin beragama Islam di Pulau Palawan, Filipina.

Jenazah korban dimakamkan di bawah naungan pohon kelapa, dikelilingi pagar bambu kuat yang tak bisa ditembus hewan liar.

Dan, ketika kerang raksasa itu dibuka, isinya sungguh luar biasa: sebongkah mutiara besar, dengan permukaan halus seperti satin. Beratnya mencapai 6,38 kilogram. Itu adalah mutiara terbesar yang pernah ditemukan pada masanya.

"Saat memeriksa permukaannya, (Panglima) melihat gambaran wajah sesosok pria mengenakan turban. Sang Panglima terkejut, ia merasa menemukan kemiripan dengan Nabi Muhammad," demikian tulis Wilburn Dowell Cobb, seperti dikutip dari situs Natural History.

Itu mengapa, mutiara tersebut dijuluki 'Pearl of Allah'.

Wilburn Dowell Cobb, yang berdarah campuran Amerika Serikat dan Filipina, mengaku ada di lokasi kejadian.

Cobb berniat membeli mutiara itu. Namun, sang panglima menepisnya. "Mutiara yang bergambar Muhammad, Rasulullah, didapatkan dengan ketaatan, dengan pengorbanan, tidak bisa dibeli dengan uang," kata dia, seperti dikutip dari South China Morning Post.

Tak lama kemudian, putra Panglima Pisi jatuh sakit akibat malaria. Cobb menggunakan Atabrine, obat yang modern saat itu, untuk menyembuhkannya. Upaya itu berhasil, sang panglima pun berubah pikiran.

"Anda layak diberi penghargaan," kata panglima itu. "Kemari temanku, ambil lah ini, mutiaramu."

Belakangan terkuak kisah itu bohong belaka...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jimat Lao Tzu

Pada tahun 1939, Cobb membawa mutiara ke New York, memamerkannya di Ripley's Believe It or Not di Broadway.

Suatu ketika, seorang pria paro baya asal China mendadak histeris dan menangis. Tuan Lee, kata Cobb, bersikukuh mutiara itu adalah mutiara milik Lao Tzu yang telah lama hilang.

Sejak itu, mutiara yang ditemukan di Palawan dikenal dengan julukan kedua: Pearl of Lao Tzu.

Lee konon mengatakan pada Cobb bahwa pada tahun 600 Sebelum Masehi, Lao Tzu, pendiri Taoisme, mengukir jimat yang menggambarkan "tiga sahabat" -- Buddha, Konfusius dan dirinya sendiri, lalu memasukkannya ke dalam kerang sehingga mutiara bisa tumbuh di sekitarnya.

Seiring perkembangannya, mutiara dipindahkan ke cangkang yang lebih besar, hingga akhirnya hanya Tridacna raksasa yang bisa menaunginya. Lee mengklaim, tak hanya ada satu wajah di permukaan mutiara itu, tetapi tiga.

Lee kemudian berniat membeli mutiara itu senilai US$ 500 ribu, dengan menyebut bahwa mutiara itu sebenarnya bernilai US$ 3,5 juta.

Cobb menolak untuk menjualnya dan Lee yang misterius kembali ke Cina. Kabarnya tidak pernah terdengar lagi.

Namun, pemilaian spontannya, US$ 3,5 juta dijadikan patokan harga mutiara dari Palawan itu. Tak lama kemudian harganya makin menanjak, dari US$ 40 juta, US$ 60 juta, hingga US$ 75 juta, dan seterusnya.

3 dari 3 halaman

Kebohongan yang Terkuak

Belakangan diketahui pengakuan pria paro baya bernama Lee, yang menyebut mutiara asal Palawan itu sebagai peninggalan Lao Tzu ternyata bohong besar.

Hanya sedikit bagian dari legenda itu yang nyata: bahwa mutiara itu ditemukan saat seorang penyelam tenggelam, dan Cobb mendapatkannya dari tetua lokal. Selebihnya adalah fantasi belaka yang diciptakan Cobb.

Penulis bernama Michael LaPointe menceritakan, ia menemui putri kandung Cobb, Ruth Cobb Hill di area San Francisco Bay, California.

Menurut Ruth, ayahnya adalah seorang insinyur pertambangan dengan latar belakang berkecukupan.

Saat bepergian dari satu pulau ke pulau lainnya, ia kerap menuliskan kisah-kisah orang yang ia temui. "Ia ingin menjadi penulis," kata Ruth pada Michael LaPointe, seperti dikutip dari South China Morning Post.

Saat mengamati mutiara raksasa, dari segala sudut, ia menemukan penampakan sesosok wajah pria yang mengenakan turban.

Ia menyebutnya sebagai 'Pearl of Allah' sebagai penghormatan pada pemimpin lokal yang beragama Islam. Namun, dalam artikelnya yang dimuat di Natural History, Cobb mengaku julukan itu berasal dari Panglima Pisi.

Pada 1939, dengan bermodalkan mutiara itu, ia berpetualang ke AS untuk memamerkannya dan menjalin kontrak dengan Ripley's Believe It or Not.

Cobb meninggalkan keluarganya, istri dan delapan anak-anaknya di Filipina, di masa penjajahan Jepang yang sadis. Pasca-perang, ia menetap di San Francisco.

Pada 1967 ia mengatakan kepada surat kabar San Francisco Chronicle, "Orang terkaya di dunia tidak memiliki apa yang saya miliki."

Ketika Cobb meninggal, pada tahun 1979, putrinya, Ruth, menjual mutiara itu seharga US$ 200 ribu, setelah berkonsultasi dengan pakar perhiasan di US Inland Revenue Service.

Mutiara itu dibeli oleh Victor Barbish, seorang pengusaha yang kemudian mendirikan World’s Largest Pearl Co Inc. 

Barbish mengaku, pada Dinasti Sui di Tiongkok (581-618 M), pemilik mutiara itu terbangun dan menemukan seorang pemuda lapar dan membawanya masuk. 

Konon, pria itu bermimpi bahwa mutiara itu berbicara kepadanya, dan menubuatkan bahwa anak itu akan memulai dinasti baru -- sebuah pemerintahan yang lebih manusiawi dari saat itu. 

Bocah itu kelak tumbuh menjadi Li Shimin, pendiri dan kaisar kedua Dinasti Tang.

Barbish juga menceritakan tentang bagaimana mutiara itu berakhir di Filipina, sekitar 2.800 km jauhnya dari kekaisaran China di Changan (sekarang Xian). Kata dia, mutiara yang masih ada di cangkangnya, dibawa kapal dagang selama Dinasti Ming (1368-1644 M) dan tersapu ke laut di tengah topan.

Dia mengaku telah mempelajari fakta-fakta tersebut dari keluarga Lee di Pasadena pada tahun 1983.

Dengan bantuan mantan agen CIA bernama Lewis Maxwell, kata Barbish, dia berencana untuk menjual mutiara kepada keluarga Lee. Namun, sesuatu sepertinya selalu menggagalkan penjualan mutiara.

Seperti Cobb, tampaknya Barbish merasakan cerita tentang mutiara bisa lebih berharga daripada objek itu sendiri. Meskipun tak semua nyata adanya. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini