Sukses

Bawaslu: Tak Gelar Pencoblosan Lanjutan di Sydney, Ada Ancaman Pidana bagi KPU

Bawaslu mengingatkan KPU dan PPLN Sydney, Australia mengenai konsekuensi hukum jika tidak menjalankan rekomendasi pemungutan suara lanjutan.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney, Australia mengenai konsekuensi hukum jika tidak menjalankan rekomendasi pemungutan suara lanjutan.

Bawaslu menegaskan KPU dan PPLN Sydney, Australia harus melaksanakan pemungutan suara lanjutan (PSL) sebagaimana telah direkomendasikan Bawaslu. Karena meski berbentuk rekomendasi namun secara hukum hal itu wajib dilakukan.

"Rekomendasi kami itu pemungutan suara lanjutan (PSL) itu artinya ada tahapan pemilu yang terhenti. Ada warga yang sudah terdaftar tapi tidak bisa memilih dan mereka sudah mengantri. Bahasanya memang rekomendasi tapi itu artinya wajib dilakukan. PPLN Sydney harus melaksanakan rekomendasi Bawaslu," ujar anggota Bawaslu Rahmat Bagja ketika dihubungi ABC Australia di Jakarta, seperti dilansir ABC Indonesia, Kamis (25/4/2019).

Rahmat Bagja mengatakan, memang Komisi Pemilihan Umum dan PPLN memiliki kewenangan sepenuhnya untuk memutuskan akan menjalankan rekomendasi Bawaslu. Namun Bawaslu mengingatkan ada ancaman pidana jika rekomendasi lembaganya tidak dilaksanakan.

"Memang terserah KPU mau atau tidak melaksanakannya, tapi kalau kami memasukan ini sebagai unsur pidana gak apa-apa juga kan. Karena ada konsekuensi hukum untuk tindak pelanggaran pemilu jika tidak dilaksanakan." sambung Rahmat Bagja.

Pernyataan ini disampaikan Bawaslu menanggapi keputusan KPU, PPLN Sydney dan Panwaslu LN yang telah sepakat untuk tidak melaksanakan Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) yang direkomendasikan Bawaslu.

"Kalau di Sydney, informasi yang kita terima ada kesepakatan antara PPLN dan Panwas di Sydney untuk tidak perlu melakukan pemungutan suara berikutnya. Itu sudah ada kesepakatan," ujar komisioner KPU Wahyu Setiawan kepada wartawan di gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin 22 April 2019.

KPU mengatakan keputusan itu didasarkan pada kajian bersama antara ketiga lembaga yakni setelah mereka mendalami informasi mengenai orang-orang yang berada di antrian atau kerumunan TPS saat hari pemungutan suara di Sydney digelar, Sabtu (13/4/2019).

"Jadi kalau kerumunan, kerumunan itu apakah pemilih atau warga yang berkerumun kan perlu kita dalami juga. Supaya apa? Supaya hak pilih itu betul-betul digunakan oleh orang yang memang berhak," ujar Wahyu Setiawan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kata PPLN Sydney

Sementara itu dihubungi Rabu (24/4/2019) pagi, Ketua PPLN Sydney Heranudin mengatakan keputusan melaksanakan atau tidak rekomendasi dari Bawaslu sepenuhnya menjadi kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat. Dan sampai saat ini pihaknya belum menerima surat keputusan resmi dari KPU terkait sikap KPU tersebut.

"Yang memutuskan tidak atau lanjutnya pemilu lanjutan adalah KPU pusat. PPLN Sydney hanya memberikan fakta dan data di lapangan tetapi keputusan ada di KPU," kata Heranudin melalui percakapan Whatsapp.

Ia menambahkan, sejak Bawaslu menerbitkan rekomendasi pemungutan suara ulang pihaknya langsung melakukan rekap Formulir C-7, yaitu daftar hadir mereka yang sudah memberikan suara untuk memastikan tidak ada pencoblosan ganda.

Herudin mengatakan penelusuran mereka mengungkapkan seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan pemilih tambahan yang terdafar (DPTb) telah dilayani di TPS Sydney.

"Kerumunan orang yang datang sebagian besar adalah Pemilih khusus yang tidak terdata dan terdaftar di C-7 (daftar hadir). Yang mana Pemilih khusus baru bisa mencoblos pada satu jam terakhir." katanya

"Untuk DPT (Pemilih Tetap) dan DPTb (Pemilih Tambahan yang terdaftar) sudah terlayani sejak pagi mulai jam 8.00 karena mereka tidak perlu menunggu satu jam terakhir utk mencoblos." tambah Heranudin.

3 dari 3 halaman

Kisruh Pencoblosan di Sydney

Kisruh pencoblosan di Sydney bermula ketika pada hari pemungutan suara di luar negeri yang diselenggarakan lebih awal yakni pada Sabtu (13/4/2019) di Sydney, Australia ratusan WNI marah dan kecewa karena mereka tidak dapat menggunakan hak pilihnya padahal sudah mengantri selama berjam-jam di luar Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang digelar di gedung Sydney Town Hall.

Dengan alasan waktu pemungutan suara sudah habis dan melampaui sewa gedung, PPLN Sydney menutup TPS tepat pukul 18.00 waktu setempat.

Hasil investigasi Bawaslu menyimpulkan keputusan PPLN Sydney menutup TPS tersebut menyalahi aturan dan membuat warga tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Bawaslu kemudian merekomendasikan agar PPLN Sydney menggelar pemungutan suara lanjutan (PSL) bagi warga yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) namun belum menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara di Sydney pada Sabtu 13 April 2019.

Sekitar 65.000 warga Indonesia di Australia terdaftar sebagai pemilih tetap untuk Pemilu 2019 dengan jumlah pemilih terbanyak, yakni lebih dari 25.000 berada di daerah pemilihan New South Wales, Queensland, dan Australia Selatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini