Sukses

Lebih dari 70.000 Orang Tewas Akibat Berlanjutnya Perang Saudara di Yaman

Akibat perang saudara yang tidak juga usai di Yaman, sebanyak lebih dari 70.000 orang setempat tewas.

Liputan6.com, Sana'a - Menurut hasil statistik terbaru yang dirilis oleh oleh Proyek Data Peristiwa Konflik Bersenjata dan Lokasi (ACLED) pada hari Kamis, sebanyak lebih dari 70.000 orang tewas dalam perang saudara yang terus berkecamuk di Yaman.

Laporan tersebut termasuk mencakup sekitar 10.000 orang yang tewas dalam lima bulan terakhir, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Sabtu (20/4/2019).

"Pertempuran mematikan berlanjut di seluruh Yaman, dan telah meningkat di beberapa provinsi utama seperti Taiz dan Hajjah," kata ACLED dalam sebuah pernyataan.

Tetapi keseluruhan korban jiwa cenderung turun tahun ini karena proses perdamaian di Yaman yang didukung PBB, tambahnya.

Penurunan jumlah kematian "paling signifikan" terjadi di Hodeidah, tempat di mana pemerintah Yaman --yang diakui secara internasional-- dan pemberontak Houthi menyatakan gencatan senjata, menyusul perundingan di ibukota Swedia, Stockholm, Desember lalu.

Pihak-pihak yang bertikai juga sepakat untuk menarik pasukan dari kota pelabuhan tersebut, yang merupakan titik masuk utama bagi 70 persen impor dan bantuan kemanusiaan ke Yaman.

Namun, Dewan Keamanan PBB dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu, menyatakan "keprihatinan besar" bahwa perjanjian tersebut belum dilaksanakan.

Penarikan pasukan dari kedua belah pihak dijadwalkan telah selesai pada 7 Januari, tetapi terhenti karena perbedaan pendapat tentang siapa yang akan mengendalikan Hodeidah.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harapan pada Hasil Kesepakatan Stockholm

Menurut ACLED, kesepakatan Stockholm adalah langkah membangun kepercayaan untuk mencegah serangan skala penuh terhadap Hodeidah oleh koalisi yang dipimpin Arab Saudi, yang berusaha memulihkan pemerintah Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional.

Selain itu, masih menurut ACLED, kesepakatan tersebut juga membuka jalan bagi pembicaraan politik untuk membentuk sebuah pemerintahan transisi.

Di lain pihak, Dewan Keamanan PBB menyerukan implementasi "tanpa penundaan" dari perjanjian tersebut, sementara juga menyatakan keprihatinan atas meningkatnya pertempuran di provinsi Taiz dan Hajjah.

Perang di Yaman telah mengalami kebuntuan selama bertahun-tahun, dengan koalisi yang dipimpin Saudi dan pasukan Yaman tidak mampu mengusir pemberontak Houthi --yang didukung Iran-- dari ibukota, Sanaa, dan pusat-pusat kota lainnya.

ACLED mengatakan telah mencatat 3.155 serangan langsung terhadap warga sipil, yang mengakibatkan lebih dari 7.000 kematian.

3 dari 3 halaman

Krisis Kemanusiaan yang Paling Mendesak

Koalisi yang dipimpin Arab Saudi bertanggung jawab atas jumlah tertinggi kematian warga sipil, yakni lebih dari 4.800 jiwa sejak 2016, lapor ACLED.

Houthi, sementara itu, telah menewaskan 1.300 warga sipil dalam serangan langsung, tambahnya.

Pertempuran dan keruntuhan ekonomi yang terjadi juga mendorong krisis kemanusiaan yang paling mendesak di dunia, dengan 14 juta dari 29 juta penduduk negara miskin itu berada di ambang kelaparan.

PBB mengatakan pada Maret lalu, bahwa 100 warga sipil tewas atau terluka setiap pekan di Yaman pada 2018, dengan anak-anak terhitung seperlima dari semua korban.

Menurut angka yang dikeluarkan oleh badan pengungsi PBB, lebih dari 4.800 kematian dan luka-luka warga sipil dilaporkan selama tahun 2018.

Angka-angka PBB juga menunjukkan bahwa 30 persen warga sipil yang mengejutkan tewas dan terluka di dalam rumah mereka, dengan non-kombatan juga menjadi sasaran saat bepergian di jalan, bekerja di pertanian dan di situs sipil lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.