Sukses

Inggris: Bos WikiLeaks Tak Akan Dihukum Mati

Menteri Luar Negeri Inggris memberikan surat resmi kepada Presiden Ekuador, menyatakan bahwa Julian Assange, pendiri WikiLeaks, tidak akan dihukum mati.

Liputan6.com, Quito - Menteri Luar Negeri Inggris meyakinkan Presiden Ekuador Lenin Moreno bahwa Julian Assange, pendiri WikiLeaks, tidak akan diekstradisi ke negara yang memberlakukan hukuman mati.

Dalam sebuah surat yang ditandatangani oleh Menlu Inggris Jeremy Hunt, dan pendahulunya Boris Johnson, masing-masing bertanggal 7 Maret 2018 dan 10 Agustus 2018, diketahui bahwa menurut undang-undang Inggris seseorang tidak dapat diekstradisi jika terancam hukuman mati, merujuk secara implisit kepada nasib bos WikiLeaks itu.

"Anda telah menyatakan keprihatinan bahwa, jika Julian Assange diekstradisi dari Inggris, akan ada risiko bahwa ia dapat dikenai hukuman mati. Saya dapat mengkonfirmasi bahwa berdasarkan hukum Inggris, ekstradisi seseorang tidak dapat dilakukan jika orang yang bersangkutan akan dikenakan hukuman mati," demikian bunyi kedua surat itu yang memang hampir identik satu sama lain, sebagaimana dilaporkan oleh The Guardian, dikutip pada Selasa (16/4/2019).

Di bagian akhir, surat itu menyatakan terdapat perlindungan hukum lebih lanjut dari Inggris, yakni memungkinkan adanya banding di pengadilan atau pemeriksaan jaminan jika hal yang bertentangan terjadi.

Surat itu seolah mengonfirmasi pernyataan Moreno beberapa waktu lalu bahwa hak dasar pendiri WikiLeaks akan tetap dihormati.

Saat ini, Assange diperkirakan akan diekstradisi ke AS atas tuduhan telah berkonspirasi dengan mantan analis intelijen militer Chelsea Manning untuk membobol komputer rahasia milik pemerintah.

Selain AS, Swedia juga diperkirakan akan memutuskan apakah akan membuka kembali penyelidikan kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadapnya.

Jika dihadapkan dengan dua permintaan ekstradisi dari negara berbeda, menteri dalam negeri Inggris akan memutuskan negara mana yang harus diprioritaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alasan Ekuador Cabut Suaka

Beberapa hari lalu, Presiden Ekuador Lenin Moreno membela keputusannya untuk membatalkan status suaka Julian Assange, warga negara Australia yang mendirikan WikiLeaks. Pada Minggu 14 April 2019, Moreno mengklaim bahwa Assange telah mencoba mendirikan pusat mata-mata di kedutaan besar Ekuador di London.

"Sangat disayangkan, bagian dari wilayah kami dan dengan izin dari pemerintah sebelumnya, dengan fasilitas dalam kedutaan Ekuador di London telah digunakan untuk mengganggu proses negara lain," tutur Moreno dalam sebuah wawancara, dikutip dari Channel News Asia.

Ia mengatakan keputusan pembatalan suaka pendiri WikiLeaks bukan bersifat sewenang-wenang, namun didasarkan pada hukum internasional.

Saat ini, Julian Assange tengah ditahan di London menunggu hukuman karena melanggar syarat jaminan Inggris pada 2012 dengan mencari perlindungan di kedutaan Ekuador untuk menghindari ekstradisi ke Swedia.

Bos WikiLeaks itu telah bersembunyi di dalam kedutaan Equador selama tujuh tahun, tetapi Ekuador mencabut suakanya pada Kamis 11 April.

3 dari 3 halaman

Melanggar Kebebasan Pers?

Para akademisi dan aktivis mengutuk sejumlah besar dakwaan terhadap Julian Assange yang dikatakan bisa merusak kegiatan dasar jurnalisme yang dilindungi oleh amandemen pertama konstitusi AS.

Yochai Benkler, seorang profesor hukum di Harvard University --yang menulis studi besar tentang implikasi hukum penuntutan terhadap WikiLeaks-- mengatakan, lembar tuduhan itu berisi beberapa "elemen yang sangat berbahaya yang bisa menimbulkan risiko signifikan terhadap pelaporan keamanan nasional.

Carrie Decell, staf pengacara dari Knight First Amandment Institute di Columbia University, menyampaikan dakwaan itu "beresiko memantik perang dingin antara pemerintah AS dan para pemburu berita."

Dia menambahkan, nada dakwaan dan surat penangkapan yang ditunjukkan ke publik dari Departemen Kehakiman, menyiratkan bahwa pemerintah AS menginginkan hal lain.

"Banyak tuduhan yang benar-benar dilindungi oleh amandemen pertama, terkait aktivitas jurnalistik. Itu sangat mengganggu kami," ucap Decell.

Di antara frasa yang terkandung dalam dakwaan yang memicu keributan antara lain:

1. "WikiLekas adalah bagian dari konspirasi yang dilakukan oleh Assange dengan 'menyetir' Chelsea Manning (mantan tentara AS yang kini transgender) untuk memberikan informasi dan catatan rahasia dari sejumlah departemen dan lembaga AS."

Menurut Decell, ini adalah fungsi dasar yang dilakukan dalam jurnalisme agar bisa memperoleh informasi valid tentang kegiatan pemerintah, dengan memanfaatkan sumber-sumber terkait demi kepentingan publik.

2. "WikiLeaks adalah bagian dari konspirasi bahwa Assange mengambil langkah-langkah untuk menyembunyikan jati diri Manning sebagai sumber pengungkapan catatan rahasia AS."

Melindungi identitas sumber adalah batu fondasi dari banyak laporan investigasi dan keamanan nasional. Tanpa hal ini, sumber itu tidak akan mau membocorkan informasi yang ia ketahui dan pers tidak dapat memenuhi perannya sebagai pemegang kode etik jurnalistik.

3. "WikiLeaks adalah bagian dari konspirasi bahwa Assange dan Manning menggunakan layanan percakapan daring Jabber untuk berkolaborasi dalam akuisisi dan penyebaran catatan rahasia."

Jabber adalah alat komunikasi yang sama fungsinya dengan Dropbox, yang secara rutin digunakan oleh awak media yang bekerja menggunakan whistleblower.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.