Sukses

Presiden Ekuador Sebut Bos WikiLeaks Bikin Pusat Mata-Mata di Kedutaannya

Presiden Ekuador Lenin Moreno membela keputusannya untuk membatalkan status suaka Julian Assange.

Liputan6.com, Quito - Presiden Ekuador Lenin Moreno membela keputusannya untuk membatalkan status suaka Julian Assange, warga negara Australia yang mendirikan WikiLeaks. Pada Minggu 14 April 2019, Moreno mengklaim bahwa Assange telah mencoba mendirikan pusat mata-mata di kedutaan besar Ekuador di London.

"Sangat disayangkan, bagian dari wilayah kami dan dengan izin dari pemerintah sebelumnya, dengan fasilitas dalam kedutaan Ekuador di London telah digunakan untuk mengganggu proses negara lain," tutur Moreno dalam sebuah wawancara, dikutip dari Channel News Asia pada Senin (15/4/2019).

Ia mengatakan keputusan pembatalan suaka pendiri WikiLeaks bukan bersifat sewenang-wenang, namun didasarkan pada hukum internasional.

Saat ini, Julian Assange tengah ditahan di London menunggu hukuman karena melanggar syarat jaminan Inggris pada 2012 dengan mencari perlindungan di kedutaan Ekuador untuk menghindari ekstradisi ke Swedia.

Bos WikiLeaks itu telah bersembunyi di dalam kedutaan Equador selama tujuh tahun, tetapi Ekuador mencabut suakanya pada Kamis 11 April.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kasus Perkosaan atau Pembocoran Dokumen AS?

Saat ditangkap di London, salah satu kasus yang menjerat Assange adalah kekerasan seksual. Meski demikian, pengacaranya pada Minggu mengatakan Assange bersedia bekerja sama dengan pihak berwenang Swedia untuk membongkar kasus perkosaan.

"Kami benar-benar akan senang menjawab pertanyaan itu (kasus perkosaan)," jata Jennifer Robinson.

Namun menurut Robinson, kliennya akan terus menolak untuk dibawa ke Amerika Serikat.

Untuk diketahui, Assange selalu membantah tuduhan pelecehan seksual dan perkosaan di Swedia. Kasus itu pernah dua kali muncul ke permukaan, pada 2015 dan 2017. Yang terakhir, laporan itu dibatalkan. Namun saat ini, terduga korban meminta kasus dibuka kembali.

Robinson melanjutkan, Assange akan mencari jaminan dari Swedia bahwa dia tidak akan dikirim ke Amerika Serikat.

"Julian tidak pernah khawatir menghadapi keadilan Inggris atau bahkan keadilan Swedia. Kasus ini dan selalu tentang kekhawatirannya dikirim untuk menghadapi ketidakadilan Amerika," kata Robinson.

Sebagaimana diketahui, AS mengklaim Assange telah membuka kata sandi yang disimpan di komputer Departemen Pertahanan pada Maret 2010. Pendiri WikiLeaks itu dituduh bekerja dengan mantan analis intelijen Angkatan Darat Negeri Paman Sam, Chelsea Manning dalam tindakan yang disebut "konspirasi" itu.

Tuntutan dengan terma "konspirasi" nampaknya dipilih agar tidak bertentangan dengan jaminan Amandemen Pertama Konstitusi AS untuk kebebasan pers.

Selama ini diketahui Manning telah menyerahkan ratusan ribu dokumen rahasia ke WikiLeaks, mengungkap kesalahan militer AS dalam perang Irak dan rahasia diplomatik tentang sejumlah negara di seluruh dunia.

Jika terbukti dalam kasus tersebut, Assange menghadapi lima tahun penjara jika proses ekstradisi berjalan.

3 dari 3 halaman

Ayah Assange Minta Bantuan Australia

Sementara itu, ayah Julian Assange mendesak pemerintah Australia untuk membantu putranya. Ia meminta mereka untuk membawa pulang pendiri WikiLeaks, dalam sebuah wawancara dengan sebuah surat kabar Australia.

Berbicara untuk pertama kalinya sejak penangkapan putranya di London awal pekan ini, John Shipton mengatakan dirinya kaget melihat sang putra dibawa dari Kedutaan Besar Ekuador oleh polisi Inggris.

"Saya melihatnya - cara mereka menyeretnya menuruni tangga, dia tidak terlihat baik. Saya berusia 74 dan terlihat lebih baik darinya yang 47 tahun. Ini sangat mengejutkan," katanya seperti dikutip dari pemberitaan CNN, Senin (15/4/2019). 

Rekaman video yang diambil tak lama kemudian menunjukkan Assange yang berjanggut berteriak dan memberi isyarat ketika beberapa petugas bergegas membawanya ke mobil polisi yang sedang menunggu.

"Selama berbulan-bulan dia hidup seperti seorang tahanan dengan keamanan tinggi, dia bahkan tidak bisa pergi ke toilet. Ada kamera yang mengawasi setiap gerakannya," kata Shipton.

Oleh sebab itulah ia meminta pemerintah Australia dan Perdana Menteri Scott Morrison untuk mengambil tindakan membantu putranya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.