Sukses

Waspada, Wabah Jamur Ini Disebut Sedang Menyebar ke Seluruh Dunia

Jamur super mematikan disebut sedang menyebar ke seluruh dunia, ini kata ilmuwan.

Liputan6.com, New York - Setiap tahun, sekitar 23.000 orang Amerika diduga meninggal karena bakteri resistan, menurut para ahli. Kuman berevolusi begitu cepat, sedangkan pilihan pengobatan yang ada di zaman kini, tidak dapat membasmi mereka.

Tetapi sekarang, kita disarankan agar tidak hanya awas terhadap infeksi bakteri yang kebal terhadap antibiotik, namun juga serangan jamur yang bersifat serupa.

Jamur mematikan yang tidak mempan obat, Candida auris, dikatakan oleh para ilmuwan di Centres for Disease Control and Prevention (CDC) sedang menyebar dalam skala global dan menyebabkan ancaman serius.

Pada tahun 2009, dokter pertama kali menemukan C. auris keluar dari telinga seorang pasien di Jepang. Sejak itu, jamur ini telah menyebar tidak hanya ke Amerika Serikat, tetapi juga banyak negara lain, termasuk Kolombia, India, dan Korea Selatan, menurut CDC.

"Ini adalah makhluk dari laguna hitam," Tom Chiller, kepala ahli jamur di CDC, dikutip dari Science Alert, Rabu (10/4/2019). "Sekarang ada di mana-mana."

CDC melaporkan tujuh kasus pertama C. auris di AS pada Agustus 2016. Pada Mei 2017, total 77 kasus melanda New York, New Jersey, Illinois, Indiana, Maryland, Massachusetts, dan Oklahoma.

Setelah meneliti orang-orang yang berkaitan dengan 77 kasus pertama, CDC menentukan bahwa jamur yang mampu menyebar dengan pesat tersebut telah menginfeksi lebih dari 45 orang.

Pada Februari 2019, ada 587 kasus C. auris yang dikonfirmasi ada di AS saja. CDC menambahkan, mereka yang sistem imunnya lemah, lebih gampang untuk terinfeksi.

Biasanya, C. auris menyerang orang yang berada di rumah sakit atau mengidap penyakit parah. Faktanya, wabah C. auris telah dilaporkan menjangkit di banyak rumah sakit dan pusat kesehatan di seluruh dunia.

Di Inggris, unit perawatan intensif harus ditutup setelah mereka menemukan 72 orang di sana terinfeksi C. auris. Di Spanyol, sebuah rumah sakit mendapati 372 pasiennya menderita infeksi jamur ini --sekitar 41 persennya, meninggal dalam waktu 30 hari setelah didiagnosis.

C. auris mengkhawatirkan para ahli kesehatan, lantaran tidak dapat dikendalikan dengan perawatan obat yang ada. Bahkan fungi tersebut memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di permukaan yang kerap disentuh manusia, seperti dinding dan furnitur, selama berminggu-minggu.

Orang yang tertular penyakit jenis ini, umumnya mengembuskan nafas terakhir lantaran sifat C. auris yang tidak dapat ditangani dengan obat apa pun.

Kata CDC, sebagian besar infeksi jamur dan bakteri memang dapat dihentikan dengan menggunakan obat-obatan, tetapi jamur dan kuman yang kebal terhadap obat, gen mereka berevolusi begitu cepat sehingga pengobatan yang dilakukan pada inang mereka tidak bakal efektif. Justru memungkinkan penyebaran penyakit berbahaya lainnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sulit Dideteksi

Lebih buruk lagi, banyak orang yang membawa penyakit yang resistan terhadap obat tidak menunjukkan gejala apa pun dan menyebarkannya tanpa sadar.

Menurut CDC, 1 dari 10 orang yang disaring agensi untuk superbug membawa penyakit yang resistan terhadap obat tanpa menyadarinya.

Lebih khusus, seseorang mungkin tidak menyadari bahwa mereka memiliki C. auris jika mereka juga sakit dengan penyakit lain, tulis CDC di situs webnya.

Demam dan kedinginan yang tidak hilang setelah perawatan dengan obat adalah gejala umum C. auris, tetapi satu-satunya cara untuk mendiagnosis jamur adalah melalui tes laboratorium.

3 dari 3 halaman

Faktor Ketergantungan Obat

Dokter dan peneliti tahu, ada beragam jenis C. auris di berbagai belahan dunia. Atas alasan inilah, mereka percaya bahwa jamur tidak berasal dari satu tempat.

Beberapa ahli berpendapat bahwa penggunaan pestisida dan perawatan antijamur lainnya menyebabkan C. auris muncul di berbagai lokasi pada waktu yang bersamaan.

Pada 2013, ilmuwan pernah menemukan jamur lain yang juga tahan terhadap obat, yakni Aspergillus. Mereka mengamati bahwa jamur itu justru tinggal di tempat-tempat di mana pestisida atau antibiotik digunakan.

Karena pestisida, antijamur dan antibiotik terus menerus dipalikasikan pada tanaman dan pada ternak, ada kemungkinan bahwa jamur dan bakteri yang ditargetkan oleh obat ini belajar berevolusi dan bertahan hidup, meskipun sang inang sedang dalam perawatan.

Sampai peneliti dapat menentukan penyebab penyakit yang resistan terhadap obat ini, CDC mendesak orang-orang di seluruh dunia agar tak malas untuk mencuci tangan dengan sabun dan menambahkan hand sanitizer, sebelum dan sesudah berkunjung ke rumah sakit atau pusat kesehatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini