Sukses

NASA: Bakteri dan Mikroba 'Menyerang' Stasiun Angkasa Luar Internasional

Menurut NASA, jika hal ini tidak ditangani maka, kesehatan para astronot yang ada di Stasiun Angkasa Luar Internasional (ISS) dapat terancam.

Liputan6.com, New York - Tim penelitian NASA mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan sebuah permukaan di dalam Stasiun Angkasa Luar Internasional (ISS) yang dipenuhi oleh mikoroba dan bakteri berkembang begitu cepat.

Hal ini tentu dapat menjadi ancaman. Sebab, bakteri serta mikroba berkembang begitu pesat. Lebih cepat dibanding perekembangannya ketika ada di Bumi.

Menurut NASA, jika hal ini tidak ditangani maka, kesehatan para astronot yang ada di Stasiun Angkasa Luar Internasional (ISS) dapat terancam, demikian dikutip dari laman Business-standard.com, Selasa (9/4/2019).

Pengetahuan tentang komposisi komunitas mikroba dan jamur pada ISS dapat digunakan untuk mengembangkan langkah-langkah keamanan bagi NASA untuk perjalanan ruang angkasa jangka panjang atau bahkan hidup di sana, demikian kata para peneliti dalam sebuah makalah yang muncul dalam jurnal akses terbuka Microbiome.

Menurut laporan studi, bakteri di stasiun luar angkasa itu tidak hanya menimbulkan ancaman bagi kesehatan para astronot yang bertugas, namun juga berbahaya bagi struktur ISS yang dapat mengancam stabilitas fasilitas luar angkasa itu.

Laporan NASA juga menambahkan bahwa beberapa bakteri dan serangga yang ada di dalam ISS diketahui sama dengan yang menyebabkan korosi pada logam di Bumi.

Hal itu berarti bahwa organisme itu dapat menyerang stasiun luar angkasa secara harafiah dan menimbulkan kerusakan.

Mikroba pada ISS sebagian besar terkait dengan manusia. Bakteri yang paling menonjol adalah Staphylococcus, Pantoea dan Bacillus.

Mikroba itu termasuk organisme yang dianggap patogen oportunistik di Bumi, seperti Staphylococcus aureus, yang umumnya ditemukan pada kulit dan dalam saluran hidung. Lalu juga ada Enterobacter, yang berhubungan dengan saluran pencernaan manusia.

Saat ini ada enam astronot di dalam Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Apakah bakteri oportunistik ini dapat menyebabkan penyakit pada astronot di ISS tidak diketahui?

Ini akan tergantung pada sejumlah faktor, termasuk status kesehatan setiap individu dan bagaimana organisme ini berfungsi saat berada di lingkungan angkasa luar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ditemukan Organisme Bumi yang Mampu Bertahan Hidup di Angkasa Luar

Peneliti menemukan organisme Bumi yang diklaim sanggup bertahan hidup di luar International Space Station (ISS). Organisme ini tidak mati selama 533 hari berada dalam ruang hampa udara, radiasi ultraviolet yang intens, dan variasi suhu yang ekstrem.

Para ilmuwan menyimpulkan, penemuan tersebut bisa menjadi pertanda bahwa kehidupan lain kemungkinan bisa eksis di Mars.

Dari semua planet di Tata Surya, Mars dikatakan berpeluang menjadi tempat yang mempunyai pendukung untuk kehidupan. Tapi Planet Merah juga dikatakan sangat tidak ramah: berdebu, gersang, gravitasi dan oksigen yang rendah, ada radiasi kuat karena atmosfernya tipis, dingin dan rusak karena badai debu yang membuat planet ini menjadi gelap.

"Kami belum mendeteksi kehidupan di sana, tetapi ada beberapa cara agar kami dapat menguji seberapa layak kondisi di Mars. Salah satunya adalah mencari kehidupan di lingkungan seperti Mars di Bumi," demikian menurut artikel yang diterbitkan disitus Science Alert.

German Aerospace Center (DLR) memimpin percobaan yang disebut BIOMEX ini, di mana organisme seperti bakteri, ganggang, lumut dan jamur terpapar pada kondisi mirip Mars di atas ISS.

Secara teoritis, Mars memiliki banyak hal yang melibatkan kehidupan, termasuk atmosfer, unsur-unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang dan fosfor, es air, dan bahkan mungkin cairan sperti air minum.

Jadi, organisme dibudidayakan di tanah tiruan Mars, kemudian mereka ditempatkan di luar ISS di fasilitas Expose-R2.

3 dari 3 halaman

Makhluk Air di Bumi Mampu Bertahan di Angkasa Luar

Ratusan sampel dimasukkan dalam percobaan tersebut, beberapa di antaranya menggunakan tanah simulasi dan simulasi atmosfer Mars.

Objek percobaan tersebut ditempatkan di ISS selama 18 bulan antara 2014 dan 2016, sebelum dibawa kembali ke Bumi untuk dianalisis. Hasilnya diklaim mengesankan.

"Beberapa organisme dan biomolekul menunjukkan ketahanan luar biasa terhadap radiasi di antariksa dan bisa kembali ke Bumi dengan utuh," kata astrobiolog Jean-Pierre Paul de Vera dari DLR Institute of Planetary Research.

Di antara hal-hal lain, para periset mempelajari archaea yang merupakan mikroorganisme uniseluler yang sudah ada di Bumi selama lebih dari tiga setengah miliar tahun. Makhluk ini dijumpai hidup di air laut.

"Subjek uji kami adalah kerabat mereka yang telah diisolasi di permafrost (lapisan tanah bagian bawah permukaan yang tebal yang tetap beku sepanjang tahun, terutama terjadi di daerah kutub) Arktik," lanjutnya.

"Semua percobaan selamat ketika ditempatkan dalam kondisi ruang hampa dan juga dapat dideteksi dengan instrumen kami. Organisme bersel tunggal seperti itu bisa menjadi kandidat bagi bentuk kehidupan yang mungkin ditemukan di Mars," imbuh de Vera lagi.

Organisme-organisme itu berasal dari berbagai lingkungan Bumi yang keras, seperti Kutub Utara, Antarktika, Pegunungan Alpen Eropa, dataran tinggi stepa Spanyol, dan permafrost.

Organisme yang dapat bertahan hidup dalam kondisi tidak ramah seperti itu dikenal sebagai ekstrofil, dan dinilai sebagai jenis makhluk hidup yang paling mungkin eksis di planet lain (atau Bulan Europa dan Enceladus, dalam hal ini).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini