Sukses

Pertempuran Pecah di Ibu Kota Libya yang Memanas, 21 Orang Tewas

Pemerintah Libya yang didukung PBB mengatakan 21 orang tewas dan 27 lainnya luka-luka dalam pertempuran di dekat ibu kota, Tripoli, pada Minggu 7 April 2019 waktu setempat.

Liputan6.com, Tripoli - Pemerintah Libya yang didukung PBB mengatakan 21 orang tewas dan 27 lainnya luka-luka dalam pertempuran di dekat ibu kota, Tripoli, pada Minggu 7 April 2019 waktu setempat.

Sebelumnya PBB meminta gencatan senjata dua jam agar korban dan warga sipil dapat dievakuasi, tetapi pertempuran terus berlanjut.

Pasukan pemberontak di bawah Jenderal Khalifa Haftar telah maju dari timur dengan tujuan mengambil Tripoli.

Perdana Menteri Fayez al-Serraj menuduhnya berusaha melakukan kudeta dan mengatakan pemberontak akan dilawan dengan kekuatan.

Di antara yang tewas adalah seorang dokter Bulan Sabit Merah (Red Crescent Societies) yang terbunuh pada hari Sabtu. Pasukan Jenderal Haftar mengatakan mereka telah kehilangan 14 militan.

Kekuatan internasional telah mulai mengevakuasi personel dari Libya di tengah situasi keamanan yang memburuk.

Libya telah dihancurkan oleh kekerasan dan ketidakstabilan politik sejak penguasa lama Muammar Gaddafi digulingkan dan dibunuh pada tahun 2011.

Situasi Terkini di Libya

Pasukan Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Jenderal Haftar telah melakukan serangan multi-cabang dari selatan dan barat kota sejak Kamis 4 April 2019.

PBB mengatakan seruannya untuk gencatan senjata kemanusiaan telah diabaikan dan layanan darurat mengatakan mereka tidak bisa memasuki daerah-daerah di mana pertempuran terjadi.

Namun seorang juru bicara PBB mengatakan kepada AFP bahwa mereka "masih mengharapkan perkembangan positif".

Pada hari Minggu 7 April, LNA mengatakan telah melakukan serangan udara pertama, sehari setelah Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB memukul mereka dengan serangan udara pada hari Sabtu.

Pertempuran terus berlanjut di sekitar bandara internasional yang tidak digunakan di selatan ibukota yang menurut Jenderal Haftar telah direbut pasukannya sebelumnya.

Pasukan yang setia kepada GNA telah memperlambat kemajuan dan pada hari Minggu seorang juru bicara GNA mengatakan kepada Al-Jazeera TV bahwa GNA sekarang dimaksudkan untuk "membersihkan" seluruh Libya.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Siapa Lawan Siapa?

Libya telah dilanda kerusuhan sejak penggulingan Kolonel Gaddafi. Lusinan milisi beroperasi di negara ini.

Baru-baru ini mereka telah bersekutu dengan GNA yang didukung PBB, yang berbasis di Tripoli, atau LNA pimpinan Jenderal Haftar, seorang anti-Islamis yang memiliki dukungan dari Mesir dan Uni Emirat Arab, serta kuat di Libya timur.

Jenderal Haftar membantu Kolonel Gaddafi merebut kekuasaan pada tahun 1969 sebelum jatuh bersamanya dan pergi ke pengasingan di Amerika Serikat. Dia kembali pada tahun 2011 setelah pemberontakan melawan Gaddafi dimulai dan menjadi komandan pemberontak.

Pemerintah persatuan dibentuk pada perundingan pada tahun 2015, tetapi Jenderal Haftar telah berjuang untuk menegaskan kontrol nasional.

Di sisi lain, Perdana Menteri Fayez al-Serraj menyampaikan pidato di TV pada hari Sabtu, mengatakan ia akan mempertahankan ibukota.

Serraj mengatakan dia telah menawarkan konsesi kepada Jenderal Haftar untuk menghindari pertumpahan darah, namun kemudian "ditusuk dari belakang".

Komunitas Internasional Berpaling?

Komando Afrika AS, yang bertanggung jawab atas operasi militer AS di Afrika, mengatakan bahwa karena "meningkatnya ketidakstabilan" mereka telah memindahkan kontingen pasukan AS sementara, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang jumlah yang direlokasi.

Ada laporan tentang kapal amfibi cepat yang digunakan dalam operasi relokasi tersebut.

Menteri Luar Negeri India Sushma Swaraj mengatakan, kontingen dari "15 Central Reserve Police Force peacekeepers" telah dievakuasi dari Tripoli karena "situasi di Libya tiba-tiba memburuk".

Perusahaan minyak dan gas multinasional Italia, Eni, memutuskan untuk mengevakuasi semua personel Italia dari negara itu.

PBB juga akan menarik stafnya.

Warga Tripoli dilaporkan mulai menimbun makanan dan bahan bakar. Tetapi BBC Arab mengatakan, banyak dari mereka yang berada di dekat pertempuran masih tinggal di rumah mereka, karena takut akan penjarahan jika mereka pergi.

Beberapa takut operasi yang panjang, yang dilakukan Jenderal Haftar untuk mengambil kota timur Benghazi dari para militan Islam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.