Sukses

Ada 'Uang Darah' Arab Saudi untuk Bungkam Keluarga Jamal Khashoggi

Arab Saudi disinyalir membayar uang darah atau diyat kepada keluarga jurnalis yang dibunuh, Jamal Khashoggi. Menggambarkan pengakuan bersalah Riyadh?

Liputan6.com, Riyadh - Laporan mengenai keluarga jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi yang menerima jutaan dolar dari Riyadh setelah pembunuhannya di Konsulat Saudi di Istanbul tahun lalu, memusatkan perhatian pada satu aspek khusus dari hukum syariah yang diterapkan negara itu: pembayaran diyat atau "uang darah".

Koran the Washington Post merangkum beberapa sumber pejabat Arab Saudi --yang aktif dan non-aktif-- dan anggota keluarga Khashoggi, bahwa kedua putra Khashoggi menerima pembayaran kompensasi yang disebutkan sebagai bagian dari upaya Negeri Petrodolar untuk meredam tudingan sengaja membunuh sang jurnalis.

Kompensasi itu diduga berupa lima jenis pembayaran uang ganti rugi dan rumah mewah, lapor koran the Post pada Senin 1 April.

Dua putra dan dua putri Jamal Khashoggi masing-masing telah diberi rumah bernilai sekitar US$ 4 juta (setara Rp 56,9 miliar) dan pembayaran bulanan $ 10.000 atau lebih. Menurut surat kabar, pembayaran telah diselesaikan akhir tahun lalu oleh Raja Salman bin Abdul-Aziz Al Saud. Seorang pejabat menggambarkannya sebagai pengakuan bahwa "ketidakadilan besar telah dilakukan," kata laporan tersebut.

Selain itu, anak-anak Khashoggi juga dikabarkan memperoleh puluhan juta dolar masing-masing sebagai bagian dari negosiasi ketika persidangan para pembunuhnya akan selesai selama beberapa bulan ke depan, mantan pejabat Saudi dan orang-orang yang dekat dengan keluarga itu mengatakan kepada the Post.

Pembayaran, yang belum dikonfirmasi secara independen oleh NBC News, kemungkinan merupakan upaya untuk menggunakan "pendekatan tradisional" untuk mengurangi dampak internasional dari pembunuhan itu, kata Kristian Coates Ulrichsen, seorang peneliti Timur Tengah di Baker Institute for Public Policy, Universitas Rice.

Pembunuhan Khashoggi dan respons Saudi memicu gelombang kemarahan yang tampaknya mengejutkan para pejabat kerajaan.

Pemerintah kemungkinan ingin memastikan keluarga tidak "menusuk narasi yang telah menghabiskan waktu berbulan-bulan oleh Saudi untuk mencoba menangkalnya," kata Ulrichsen seperti dikutip dari NBC News, Minggu (5/4/2019).

"Skenario mimpi buruk bagi pemerintah Saudi adalah, ketika anak-anak Khashoggi di AS buka suara, dan memperburuk lebih lanjut upaya Saudi untuk meluruskan insiden itu, setelah begitu banyak kesalahan langkah pada awalnya," tambahnya.

Bantahan Saudi

Seorang pejabat Saudi membantah tudingan surat kabar itu, bahwa kompensasi diberikan untuk mendesak anak-anak Jamal Khashoggi agar tetap diam.

Sebaliknya, Riyadh mengatakan bahwa pembayaran itu sejalan dengan tradisi Arab Saudi dalam memberikan dukungan kepada para korban kejahatan.

"Dukungan seperti itu adalah bagian dari kebiasaan dan budaya kami," kata pejabat terkait seperti dikutip dari the Post. "Itu tidak ada sangkut paut atau motif lain, hanya bentuk simpati."

Menakar Keadilan 'Uang Darah' dalam Konteks Pembunuhan Khashoggi

Menurut pengamat, pembayaran yang dilaporkan kepada keluarga Khashoggi dianggap sebagai bagian dari interpretasi ketat Arab Saudi terhadap hukum syariah, di mana keluarga memiliki hak untuk menuntut nyawa pelaku atau diganti dengan diyat (harafiah berarti: uang darah) sebagai opsi ganti rugi atas pembunuhan.

Diyat hanya berlaku ketika keluarga korban ingin berkompromi dengan pihak yang bersalah; jika tidak, qisas --hukuman mati-- berlaku.

Di bawah hukum syariah tradisional, jika pihak yang dirugikan menyetujui pembayaran untuk pembunuhan yang disengaja atau disengaja, mereka diharapkan menerima hewan atau emas atau perak senilai US$ 80.000 (pada tahun 2011), menurut Najam Haider, seorang profesor agama di Barnard College di New York City.

Tetapi jika ide hukum syariah adalah untuk memberikan keadilan, tidak jelas apakah diyat mampu merepresentasikan hal itu, menurut Haider.

"Tanggung jawabnya sangat jelas pada satu atau dua orang dan keadilan harus diberikan kepada orang-orang itu," katanya. "Tujuan dari hukum ini adalah keadilan, dan sulit untuk melihat bagaimana keadilan dilakukan."

"Kami tidak tahu apakah mereka terpaksa menerima uang itu," kata Haider tentang keluarga Khashoggi.

Yahya Assiri, pendiri kelompok hak asasi manusia ALQST yang berbasis di London dan mantan anggota Royal Saudi Air Force, menolak gagasan bahwa pembayaran ini dengan cara apa pun akan menjadi bagian dari sistem hukum yang tepat. Sebaliknya, katanya, mereka adalah kelanjutan dari tradisi panjang otoritas Saudi yang biasa menyiram masalah dengan uang untuk mencoba membuat mereka pergi.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud (kanan) dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (kedua kanan) bertemu dengan anggota keluarga dari jurnalis yang terbunuh, Jamal Khashoggi, di Istana Kerajaan Saudi di Riyadh, Selasa (23/10). (Handout/SPA/AFP)

"Rezim Arab Saudi percaya mereka bisa menyelesaikan masalah dengan uang. Mereka dapat menghancurkan Yaman dan menyelesaikannya dengan uang," katanya, merujuk pada intervensi yang dipimpin Saudi di negara tetangga yang telah menghasilkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

"Mereka bisa membunuh seseorang dan menyelesaikannya dengan uang," tambahnya.

"Ini berbahaya. Mereka ingin membungkam dunia dengan uang."

Selain itu, pembayaran yang dilaporkan diterima oleh keluarga tidak dapat diterima dengan sukarela, seperti yang disyaratkan, kata Assiri.

"Keluarga tidak bebas untuk memaafkan - mereka di bawah tekanan," katanya.

Keempat anak Khashoggi tetap relatif tenang setelah pembunuhan ayah mereka, meskipun anak perempuan Noha dan Razan Jamal menerbitkan penghargaan penuh kasih sayang kepada ayah mereka dalam sebuah kolom yang terbit di Post pada 23 November 2018.

Omaima Al Najjar, seorang aktivis dan penulis Saudi yang tinggal di pengasingan di Italia, mengatakan bahwa laporan 'uang darah' telah memicu diskusi serius di antara sesama pembangkang Saudi.

"Jika Anda melihat kembali ke sejarah Arab Saudi, ketika wilayah itu jatuh ke tangan bin Abdulaziz - keluarga yang memutuskan untuk tinggal di daerah itu diberi uang darah untuk memulai lembaran hubungan baru dengan penguasa," kata Al Najjar, merujuk pada Ayah Raja Salman dan kakek dari putra mahkota, Abdulaziz ibn Saud, yang mendirikan Negeri Petrodolar pada tahun 1932.

Sejumlah besar uang itu sebagian disebabkan oleh status keluarga Khashoggi, yang telah dekat dengan keluarga kerajaan selama beberapa dekade, katanya. Meski begitu, al Najjar menambahkan, dia tidak melihatnya sebagai "salah secara moral" bagi keluarga Khashoggi untuk mengambil pembayaran atau bantuan dari pemerintah.

"Mari kita bersikap realistis: Kemungkinan besar tubuhnya telah dikubur atau dilarutkan dalam asam, jadi apa gunanya terus berjuang?" dia berkata. "Masuk akal bagi mereka untuk menerima uang darah dan hidup damai."

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pembunuhan Jamal Khashoggi

Jamal Khashoggi terbunuh oleh para agen Saudi tahun lalu di konsulat negara itu di Istanbul pada Oktober 2018, dan secara luas diyakini bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman berada di balik perintah pembunuhan itu, demikian sebagaimana dikutip dari The Hill pada Selasa, 2 April 2019.

MBS --sapaan akrab Mohammed bin Salman-- terus membantah tuduhan tersebut.

Pemerintah Saudi menegaskan bahwa pembunuhan Khashoggi --seorang jurnalis pembangkang yang tinggal di Amerika Serikat yang menulis untuk The Washington Post-- bukanlah pembunuhan yang diperintahkan dari dalam lingkaran kerajaan.

Keputusan untuk membunuhnya dibuat oleh tim di tempat, kata pejabat pemerintah, dan mereka yang bertanggung jawab sedang dituntut.

Akan tetapi, badan intelijen Turki dan Amerika mengatakan pembunuhan itu sudah direncanakan, dan perintah bersumber dari lingkaran Pangeran Mohammed bin Salman.

Pihak Negeri Petrodollar mengatakan bahwa 11 orang Saudi menghadapi dakwaan pidana atas pembunuhan tersebut dan bahwa jaksa sedang mencari hukuman mati untuk lima dari mereka, tetapi para pejabat belum secara terbuka mengidentifikasi tersangka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.