Sukses

Tak Cukup Presiden yang Lengser, Rakyat Aljazair Tuntut Revolusi

Rakyat Aljazair melanjutkan demonstrasi, menuntut pergi kroni Bouteflika dan netralitas militer dari politik.

Liputan6.com, Aljir - Tersingkirnya Bouteflika dari kursi kepresidenan pasca-20 tahun menjabat, tidak serta merta memuaskan rakyat Aljazair. Ribuan warga kembali protes pada Jumat, 5 April 2019 menuntut revolusi.

Pada dasarnya, mereka mengingkan kroni Bouteflika pergi dari kendali pemerintahan, serta militer yang netral dari politik.

Kroni yang dimaksud adalah sekutu Bouteflika seperti anggota parlemen, kerabat, dan eksekutif bisnis yang disebut sebagai "le pouvoir".

"Orang-orang ingin mereka semua keluar," teriak para demonstran, sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Sabtu (6/4/2019). Aksi protes itu diikuti oleh warga Aljazair dari berbagai lapisan masyarakat, tua dan muda, kaya dan miskin; yang bergerak di sepanjang jalan-jalan utama dengan polisi huru-hara bersiaga penuh.

Tampak poster diri para kroni Bouteflika dipajang, dengan kalimat seperti "Anda akan diadili."

Sebagaimana diketahui, konstitusi menyatakan Abdelkader Bensalah, ketua majelis tinggi untuk menjadi pemimpin sementara pasca-turunnya Bouteflika. Padahal, Bensalah termasuk dalam sekutu utama sang mantan presiden Aljazair.

Tidak hanya Bensalah, dalam pemerintahan juga terdapat Said Bouteflika, saudara presiden serta Ali Hadad yang merupakan pebisnis dan sekutu dekat.

Dalam demonstrasi Jumat, tampak demonstran membawa patung serta poster diri Said dan Ali. Patung-patung itu diberikan jerat di leher mereka.

Massa aksi melakukannya sebagai simbol menuntut keadilan dan kebebasan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menuntut Netralitas Militer

Dalam protes hari Jumat, massa aksi juga mengungkapkan konsen terkait keterlibatan militer dalam politik.

Smail Ahcene (35) salah satu demonstran mengatakan bahwa tentara harus tetap netral.

"Perannya, sekarang, harus menjamin berlangsungnya revolusi ini," kata Ahcene.

Sebagaimana diketahui, militer memang telah mempercepat tersingkirnya Bouteflika. Namun, warga Aljazair tidak lupa bahwa dua pekan sebelumnya tentara berperan penting dalam menjaga keberlangsungan rezim. Begitu pula pada 1988, saat tentara dengan keras menindak para pengunjuk rasa, kemudian membatalkan pemilu 1991 yang dimenangkan oleh partai Islamis.

Selain itu, warga Aljazair juga belajar dari kasus Mesir di mana tentara berperan signifikan dalam menumbangkan Presiden Hosni Mubarak, namun kemudian menjegal presiden dari partai Islam yang terpilih secara demokratis. Saat ini, presiden Mesir adalah mantan jenderal bernama Abdel-Fattah el-Sissi.

Berbicara terkait dua tuntutan utama tersebut, Rachid Chaibi, seorang aktivis dan anggota oposisi Front Pasukan Sosialis (FFS) mengatakan tujuan mendasar pemrotes adalah "perubahan radikal dari sistem yang ada."

"Mereka (warga Aljazair) ingin membangun kembali sistem politik dan sosial negara mereka dari nol. Itu adalah sesuatu yang disepakati semua orang," kata Chaibi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini