Sukses

PM Inggris Siap Mundur dari Jabatannya Jika Kesepakatan Brexit Gagal Tercapai

Secara mengejutkan perdana menteri Inggris, Theresa May, mengatakan siap mengundurkan diri jika kesepakatan Brexit yang dibawanya gagal disetujui bersama oleh parlemen setempat.

Liputan6.com, London - Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan kepada anggota parlemen Partai Konservatif pada hari Rabu, bahwa dia siap untuk mengundurkan diri sebelum putaran negosiasi Brexit berikutnya.

Keputusan itu merupakan salah satu upaya meyakinkan pihak kontra garis keras untuk mendukung rencananya --yang tidak populer-- untuk keluar dari Uni Eropa, demikian sebagaimana dikutip dari Washington Post pada Kamis (28/3/2019).

Pengambilan keputusan tersebut dibuat oleh PM May secara tertutup, pada pertemuan backbench (penasehat) anggota Partai Konservatif di Istana Westminster. Tidak ada wartawan di ruangan itu.

"Saya telah mendengar jelas suasana di ruang parlemen. Saya tahu ada keinginan untuk pendekatan baru, dan kepemimpinan baru, dalam fase kedua negosiasi Brexit, dan saya tidak akan menghalangi itu," katanya kepada anggota parlemen Tory, menurut kutipan yang dikeluarkan oleh 10 Downing Street (kantor perdana menteri).

"Saya siap untuk meninggalkan pekerjaan ini lebih awal dari yang saya maksudkan, untuk melakukan apa yang benar bagi negara kita dan partai kita," lanjutnya.

Dalam pertemuan khusus pada Rabu larut malam, House of Commons --nama parlemen Inggris-- tidak dapat menghasilkan suara mayoritas untuk mendukung salah satu dari delapan proposal Brexit berbeda yang diajukan oleh para anggotanya.

Hingga saat ini, ketika Parlemen Inggris berpikir akan mengendalikan Brexit, May dan kesepakatannya masih mendominasi.

Tidak Ada Pilihan Mudah

Menteri Brexit, Stephen Barclay, mengatakan kepada Parlemen Inggris bahwa hasil voting yang tidak jelas, menunjukkan "tidak ada pilihan mudah dan tidak ada solusi sederhana".

Barclay mengatakan kesepakatan terbaik yang ditawarkan saat ini adalah yang masih dinegosiasikan oleh PM May, dan dia mendesak Parlemen Inggris untuk mempertimbangkannya kembali.

"Jika kita tidak melakukan itu (proposal Brexit), maka tidak ada jaminan tentang di mana proses ini akan berakhir," ujarnya memperingatkan.

Sementara itu, PM May tidak menjadwalkan tanggal pengunduran dirinya. Beberapa anggota parlemen mengatakan pemilihan kepemimpinan dalam Partai Konservatif bisa terjadi selama musim panas, dan sang perdana menteri kemungkinan meninggalkan kantornya di 10 Downing Street pada musim gugur.

Laporan lain menunjukkan pemimpin baru bisa saja terpilih pada bulan Juli, dengan catatan bahwa pergantian kepemimpinan dai dalam satu partai tidak membutuhkan pemilihan umum.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hambatan di Perbatasan Irlandia Utara

Beberapa pengamat menilai pengumuman mengejutkan oleh perdana menteri dipandang sebagai kunci dalam upaya menarik kembali dukungan para penentang garis keras, termasuk Boris Johnson dan Jacob Rees-Mogg, untuk mendukung permainan Brexit-nya.

Johnson, mantan menteri luar negeri Inggris, mengirim sinyal kepada rekan-rekannya bahwa dia sekarang akan mendukung kesepakatan Brexit yang diajukan May.

Sinyal tersebut muncul setelah berbulan-bulan sebelumnya, Johnson mengutuk Brexit sebagai perjanjian yang akan membuat Inggris "mengekor" ke Uni Eropa.

Rees-Mogg, seorang anggota Dewan Konservatif yang merupakan pialang kekuasaan dalam negosiasi Brexit saat ini, mengatakan ia akan mendukung kesepakatan May selama Unionis Demokrat Irlandia Utara (DUP) melakukannya.

Dia mengetwit bahwa "setengah roti lebih baik daripada tidak ada roti." Dia takut kehilangan Brexit bersama-sama, duga para pengamat.

Tetapi pada Rabu malam, DUP mengatakan mereka masih tidak dapat mendukung Brexit besutan May. Menurut mereka, ada risiko yang akan membuat Irlandia Utara terperangkap dalam aturan tentang bagaimana menjaga perbatasan Irlandia tetap terbuka sangat lebar.

Tanpa DUP, kesepakatan May menghadapi peluang yang sulit.

Tidak jelas apakah janji May untuk mengundurkan diri akan dihormati jika anggota parlemen tidak menyetujui kesepakatan Brexit yang diajukannya.

Para kritikus dengan cepat mencatat betapa samar-samar sumpahnya untuk mundur.

May juga dikritik karena memusatkan perhatian pada partainya dan para pendukungnya yang suka berkelahi.

"Theresa May berjanji kepada anggota parlemen untuk mundur jika mereka memberikan suaranya, menunjukkan bahwa perundingan Brexit yang kacau berkaitan dengan manajemen partainya, bukan prinsip atau kepentingan publik," twit pemimpin oposisi Partai Buruh Jeremy Corbyn.

"Perubahan pemerintahan tidak bisa menjadi pertikaian anggota parlemen, rakyat harus ikut memutuskan," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.